Siang harinya di Restaurant La Soupiere, Kenneth yang baru saja tiba, memarkirkan Ferrari hitamnya di sisi jalan.
Karena bulan Januari di Zurich yang mulai dingin, beberapa orang tidak banyak terlihat di central Swiss tersebut.
Kenneth berjalan pelan sambil merapatkan jaket cokelat tebalnya, tangannya masuk ke dalam saku, dan saat dia mengembuskan napas, uap tebal keluar dari mulutnya yang terbuka.
Elvano sedang menyeruput kopi hitamnya, saat matanya yang tajam melihat Kenneth masuk ke dalam restoran, celingak-celinguk mencari keberadaannya.
Karena ke-tidak-sukaan Elvano dengan tempat yang ramai, dia sengaja memesan meja khusus yang lebih private untuk pertemuannya dengan kawan lamanya itu.
Kenneth yang sudah menemukan Elvano duduk di ruangan dengan sekat kaca sebagai pembatas dari tempatnya berdiri, mulai memaki kawannya itu yang kini menaikkan alis, menatap mengejek ke arahnya.
Kenneth mengambil langkah panjang, lalu meninju bahu kokoh Elvano keras. "Sialan kau, El! Merubah tempat pertemuan tiba-tiba, kau pikir aku sedang longgar ya, sampai-sampai kau seenaknya memutuskan tempat temu kita." gerutu Kenneth kesal, sambil menarik kursi dan duduk dengan bersilang tangan di dada. Wajahnya yang tampan memberengut, menunjukkan betapa kesalnya dia saat ini.
"Hanya beberapa jam saja dari tempat awal, dan kau berani menghadiahiku dengan tinjumu, Kenneth Wayne. Luar biasa sekali kau tingkahnya." cibir Elvano setengah mengusap bahunya yang terasa gatal karena tinju Kenneth, yang menurutnya lembut seperti tahu- tidak sakit sama sekali.
Mendengar olokan dari pria dewasa di depannya itu, malah membuat Kenneth menyesal datang ke mari.
Sungguh siall sekali dirinya!
Kalau bukan karena dia membutuhkan informasi dari perjalanan bisnis Elvano ke Dubai, mana sudi dirinya mampir ke tempat seperti ini, membicarakan bisnis yang menurutnya penting sekali, di tempat - oh astaga. Kenneth bahkan tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi daruratnya sekarang.
Hanya orang seperti Elvano yang eksentrik yang mampu menjungkirbalikkan situasi penting menjadi tak terduga- tak karuan lebih tepatnya seperti ini.
Mana ada pertemuan bisnis di restoran ramai orang begini. Batin Kenneth semakin jengkel.
Elvano mengangkat bahunya acuh tak acuh. Tidak peduli dengan tatapan yang Kenneth layangkan padanya.
Seorang waitres perempuan datang ke meja dengan tangan membawa pesanan Elvano untuk Kenneth.
Berner Platte yang terbuat dari sosis dan daging sapi, dipadukan dengan kacang dan kentang diletakkan di depan Kenneth.
Aroma daging yang harum menguar, membuat Kenneth menelan ludah tanpa sadar. Siall- baru disadarinya kalau perutnya kelaparan. Dia ingat tadi pagi hanya sarapan roti gandum selai kacang dan buah kiwi.
Mengingat porsi makannya yang besar, Kenneth yang sudah kelaparan mulai teralihkan dengan Berner Platte di atas meja, yang tampak lezat dan menggugah selera. Membuat Kenneth sepenuhnya lupa dengan kekesalannya pada Elvano.
Kenneth mengambil garpu dan sendok, mulai melahap makanan di atas meja, memakannya sampai habis. Dan bahkan tidak repot-repot menawarkannya pada Elvano yang kini hanya memesan Risotto Safron untuk diri sendiri dan dua Cheese Fondue untuk hidangan penutup mereka.
Kedua pria tampan tersebut kompak menundukkan kepala, berkonsentrasi pada makanan di depannya dan tidak berbicara sedikit pun.
Kenneth menyeka mulutnya, meraih lemon tea dan meminumnya sampai habis.
Barulah saat keduanya selesai makan siang dan piring-piring kotor sudah di bawa pergi oleh pelayan, suasana diantara keduanya berubah menjadi lebih serius.
Elvano menegakkan punggungnya, menatap lurus pada Kenneth, tangannya terulur di atas meja, menyerahkan sebuah flashdisk yang diletakkan di bawah sapu tangan putih secara diam-diam.
Saat Kenneth melihat tingkah aneh Elvano, barulah dia menyadarinya.
Alasan Elvano mengubah tempat pertemuan mereka dan memilih tempat ramai seperti ini. Karena sedari awal Elvano sudah bisa menebak, tidak akan ada kata sendirian jika itu sudah menyangkut Kenneth.
Meski Kenneth pernah bilang padanya kalau Raphael- Ayah Kenneth- sudah menarik semua bawahannya yang ditugaskan untuk menjaga keselamatan Kenneth selama ini mundur, Elvano masih belum percaya sama sekali.
Terbukti, saat Elvano datang lebih dulu ke Ecco Zurich, dia merasa ada beberapa orang yang mengintainya.
Elvano sudah memiliki gambaran di dalam benaknya, siapa orang-orang lancang itu yang mengintainya tanpa ijin darinya. Kalau bukan suruhan Raphael, pastilah mereka suruhan Louis yang notabene kakak kandung Kenneth yang juga mitra bisnisnya selama ini.
Dengan terpaksa, Elvano menghubungi Aylin untuk datang menemuinya, dan mereka pun menghabiskan waktu selama hampir dua jam di restoran itu untuk mengelabui bodyguard suruhan keluarga Wayne.
Barulah saat dia yakin kalau bawahan pihak Wayne tidak mengganggunya, Elvano langsung memesan tempat umum sebagai ganti tempat pertemuannya dan memberitahu Kenneth melalui sambungan telepon.
Yang tentu saja, setelah dirinya mengantar Aylin yang sudah merengek padanya untuk diantar ke rumah lebih dulu.
Ah, memikirkan Aylin, pastilah gadis itu sedang sibuk berlatih pianonya lagi. Yah, mengingat tinggal dua minggu lagi sebelum Aylin melakukan rehersal piano keduanya di Berlin Philharmonic Orchestra, desah Elvano sambil tersenyum bahagia.
Kenneth sampai merinding dibuatnya, melihat Elvano tiba-tiba tersenyum cerah begitu.
"Jadi, apa kau bertemu dengannya di sana?" tanya Kenneth sambil mengambil flashdisk di atas meja dan memasukkannya ke dalam jaket tebalnya.
Elvano menyisir rambut pirang kecokelatannya ke belakang, menampilkan dahi lebarnya yang sempurna, "Louis tidak pergi ke Dubai. Aku sudah mengirim beberapa orang untuk mencari keberadaannya, namun orang-orangku mengatakan hal yang sama, tidak ada nama Louis Wayne dalam jadwal penerbangan dari Eropa ke Timur Tengah selama dua bulan ini. Yang artinya..."
"Louis membohongiku." lanjut Kenneth melanjutkan kata-kata dari Elvano.
Elvano mengangguk setuju.