Dinda hanya bisa tiduran di kamarnya, setelah Nadya, Dan Selly terus-terusan menggodanya. Dia juga tak habis pikir, kenapa Nathan sampai berbuat seperti itu. Berbuat nekat dan di luar kendali Dinda. Lagi, Dina mengembuskan napasnya. Mencoba menghirup banyak-banyak udara yang berembus dari jendela kamar asramanya. Sore ini angin sepoi-sepoi, cukup sejuk untuk sekadar mengistirahatkan otak yang jenuh. Besok kegiatan ini akan berlangsung hanya setengah hari, apakah dia akan berani pulang ke rumah? Apa dia berani bertemu dangan Ibu, dan Ayahnya?
Dada Dinda terasa sesak, dia benar-benar takut jika ayahnya tak akan pernah menerimanya. Atau malah, ayahnya akan memarahinya seperti dulu. Tak terasa air mata Dinda kembali menetes, dia takut, dan dia tak tahu kenapa ayahnya sampai sebenci itu kepadanya. Padahal jelas, di sini dia adalah korban. Dia tak menginginkan ini terjadi, dia tak menginginkan untuk menjadi aib keluarganya. Terlebih, dia tidak mau harga dirinya hancur.