"Elo tahu kan, Bu Ningsih nggak masuk? Jadi kita hanya disuruh ngerjain makalah kelompok dan dikumpulin minggu depan," kata Selly.
"Hah, enggak tahu. Tugas apaan? Kita sekelompok, ya," ujar Dinda.
Selly lantas langsung mengacungkan kedua jempolnya, sekelompok dengan Dinda, dia sangat mau! Sebab selain cewek ini cantik, dia juga berotak cerdas. Pasti Selly akan mendapatkan nilai yang bagus.
"Tempat gantinya ada di sebelah toilet, Din," kataa Selly, saat Dinda mengambil seragamnya yang ada di loker.
"Beda ama toilet, ya?" tanyanya. Selly mengangguk.
Keduanya pun langsung menuju ruangan yang dimaksud oleh Selly, namun tiba-tiba ada seorang cewek menghadang mereka.
"Din, elo dicari ama Mas Edo. Katanya ada buku yang belum kembaliin," ucap cewek itu.
Dinda tak kenal dengan cewek itu, tapi mimik wajahnya yang serius membuat Dinda bingung juga. Terlebih, dia tak merasa meminjam buku apa pun dari perpustakaan.
"Bentaran deh, Sel, gue ke perpus dulu, ya. Entar gue nyusul," kata Dinda.
Langsung menuju perpustakaan yang ruangannya sebelah ujung timur. Yang artinya jika Dinda harus putar balik, kemudian melewati kelasnya agar bisa sampai ke sana.
Sesampainya di sana Dinda langsung menuju meja Mas Edo, cowok yang sedang sibuk menyampuli beberapa buku baru pun melihat Dinda sambil mengerutkan kening.
"Belum ganti baju, Dik? Mau pinjam buku kemarin, ya? Atau mau ngurus kartu perpus?" tanya Mas Edo, yang merasa aneh melihat Dinda datang ke perpustakaan dengan seragam olahraga sambil menenteng seragam kotaknya.
Dinda semakin kaget mendengar ucapan dari Mas Edo, bukankah tadi cewek itu membahas soal dia meminjam buku?
"Lho, bukannya Mas Edo nyuruh seorang murid buat ngasih tahu aku kalau aku harus balikin buku, ya? Buku yang mana ya, Mas? Aku belum pernah meminjam buku di sini?" tanya Dinda bingung.
Dahi Mas Edo semakin berkerut mendengar penuturan Dinda itu. Sebab ia pun tak merasa jika menyuruh seseorang untuk berkata itu kepada Dinda.
"Mas nggak meminta siapa pun untuk mengatakan itu ke kamu, Dik. Serius, sepagi ini Mas sibuk nyampulin buku. Lagi pula, ini belum jam istirahat. Biasanya jarang anak-anak datang ke sini. Emangnya siapa yang ngasih tahu kamu?" tanya Mas Edo yang tampak penasaran.
"Yaudah deh, Mas, kalau gitu. Aku balik dulu aja, ya!" sambung Dinda.
Segera pergi dari pada dia dan Mas Edo merasa bingung sendiri. Kira-kira siapa gerangan cewek kurang kerjaan yang mengerjainya itu? Dinda benar-benar tak habis pikir.
Dinda kemudian kembali ke ruang ganti, ruang itu sudah teramat sepi sebab bel pergantian pelajaran sudah hampir 30 menit berlalu. Ia masuk ke dalam ruangan itu, kemudian masuk ke dalam salah satu bilik yang ada di sana. Belum sempat ia menggantung pakaian gantinya, tiba-tiba lampu di ruangan itu mati. Suasana menjadi gelap gulita membuat Dinda panik dibuatnya. Dia membuka pintu, hendak keluar dari bilik itu tapi tiba-tiba gerombolan anak menyerbunya. Menghimpitnya ke dinding, kemudian anak yang lain melucuti pakaiannya. Merampas pakaian gantinya dan disisakan ia telanjang dada dengan hanya memakai celana dalam saja. Sementara mata Dinda ditutup rapat-rapat oleh mereka, membuat Dinda tak bisa berkutik dibuatnya.
Dinda langsung didorong di tembok, setelah itu gelak tawa gerombolan cewek itu terdengar begitu nyaring. Cewek-cewek itu kemudian pergi, sambil membawa semua pakaian Dinda.
"Lepasin gue! Lepasin!" teriak Dinda, tapi diabaikan.
Dinda terduduk di ujung bilik, dia memeluk dirinya sendiri tanpa harus berbuat apa. Semua gelap, gelap gulita tanpa ada satu celah pun di sana. Dia tidak mungkin bisa keluar dari sini, dia juga tidak tahu harus berbuat apa.
Dinda menenggelamkan wajahnya, ia pun menangis sejadi-jadinya di sana. Semua bayangan hitam itu kembali muncul, membuat tubuh Dinda tiba-tiba menggigil, apakah dia akan diperkosa lagi? Apakah dia akan dilecehkan lagi?
"Tolong, gue nggak mau," rintihnya.
Rendra berjalan dengan rombongannya, kelas diisi oleh Pak Wilis itu membosankan. Itu sebabnya ia dan rombongan pamit pergi ke kantin. Menahan? Pak Wilis tidak akan segalak itu. Dia membebaskan muridnya asalkan saat ulangan nanti muridnya mendapat nilai A tanpa mencotek.
Tapi langkah Rendra terhenti, saat di ruang ganti tampak ramai-ramai. Dan lagi, keramaian itu dilakukan oleh si pilar kuning. Kumpulan cewek-cewek itu tampak tertawa puas, sambil lempar melempar beberapa utas pakaian untuk kemudian pakaian itu terjatuh di tanah kemudian diabaikan.
Mata Rendra semakin melotot, saat tahu ada sebuah BH di antara potongan pakaian-pakaian itu.
Ini benar-benar hal serius. Siapa yang sedang diincar oleh pilar kuning? Meningat tidak ada anak baru yang ada di sini, lagi pula selama tiga bulan ini pilar kuning tidak berbuat ulah sama sekali.
Anak baru, tunggu....
Rendra langsung berjalan cepat menuju tempat itu. Sebelum ia sampai ia menangkap sosok Nathan berjalan dengan Sasa dengan terburu, membelah kerumunan itu kemudian masuk. Membuat Rendra menghentikan langkahnya kemudian kembali menuju kantin sekolah.
"Apa yang kalian lakukan ini!" bentak Nathan.
Anak-anak cewek langsung minggir dengan tertib saat Nathan datang, amarahnya tersulut saat melihat beberapa potong seragam sekolah tampak lusuh dan sudah tidak utuh. Terlebih, pakaian dalam itu?
Dia kemudian melirik ke arah Gisel, cewek itu tersenyum manis seolah tanpa dosa.
"Dia tadi bikin malu elo, Nath. Jadi gue—"
"Mana kunci biliknya?!" bentak Nathan. Membuat mata Gisel membulat. Sebab biasanya, Nathan tak seperti ini. "Mana kunci biliknya!" bentaknya lagi, yang berhasil membuat Gisel memberikan kunci bilik itu kepada Nathan.
"Pergi!!" teriaknya lagi, kemudian anak-anak langsung pergi.
Bergegas Nathan membuka pintu kamar bilik itu, ia mendapati sosok cewek sedang duduk sambil memeluk tubuhnya dalam diam. Cewek itu benar-benar diam, jauh dari dugaan Nathan jika ia akan menangis.
"Din... ini gue, Din," kata Nathan. Hendak menggenggam pundak Dinda tapi langsung ditepis dengan kasar oleh Dinda.
"Jangan sakitin gue lagi, Nji! Jangan lagi!" rintih Dinda.
Nathan hanya termenung, bahkan nama orang yang tak ia kenal disebut Dinda berkali-kali dengan tatapan kosongnya itu.
"Din, ini gue, Nathan. Ayo kita keluar," katanya lagi. Mencoba sehalus mungkin agar Dinda mau. Meski ia tak tahu harus dengan apa dia menutupi tubuh polos Dinda yang kini masih dipeluk oleh dirinya sendiri.
"Jangan lagi, Nji, jangan!" teriak Dinda. Lalu kemudian cewek itu, pingsan.
Nathan langsung terkejut melihat itu, spontan ia menangkap tubuh Dinda yang sudah tak sadarkan diri.
"Sa, Sasa, tolongin gue! Pakain Dinda baju, Sa! Dia pingsan!" teriak Nathan histeris.
Kedua tangannya dikepal kuat-kuat, amarahnya sudah tidak bisa dibendung lagi karena perlakuan Gisel. Siapa pun, tidak akan pernah bisa Nathan ampuni, siapa pun yang menyebabkan Dinda sampai seperti ini.