Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

MORAI

🇮🇩lotionocean
--
chs / week
--
NOT RATINGS
33.7k
Views
Synopsis
Apakah hidup itu adil? Jika pertanyaan itu diajukan kepada Jadira Morai, maka penyihir cantik itu akan menjawab "Hidup memang tidak adil, tapi kita harus membuatnya menjadi adil. Kita tak selalu bisa memilih bagaimana mereka memperlakukan kita, tapi kita selalu bisa memilih bagaimana cara membalas perlakuan itu. Aku bukan orang jahat, aku hanya sedang menuntut keadilan, dan inilah caraku. Jangan menganggap aku jahat, karena menuntut keadilan bukanlah perbuatan kriminal." * "Untuk menata masa depan, kita harus menyelesaikan masa lalu. Begitu aku berjalan maju, maka kenangan mulai meninggalkanku, berikut dengan jiwaku yang ikut bersamanya." –Harnell La Fen. * "Akulah si korban, aku mendapat kutukan dari para penyihir itu. Jangan ganggu aku, aku hanya ingin terbebas dari kutukan ini. Aku datang ke bumi hanya untuk mencari manusia setengah penyihir yang mau menikahiku, dengan begitu, segala kutukan sialan itu akan hilang" –Roxena Laphonsa. * "Korban dan tersangka bukanlah hal yang mudah untuk dibedakan, karena sebenarnya sangat tipis perbedaan dari keduanya. Tak peduli siapa korban yang sebenarnya atau siapa tersangka yang sebenarnya, namun siapa yang memiliki bukti lebih kuat itulah yang menang. Tak perlu pintar untuk menang dalam hidup, kau hanya perlu untuk tidak bodoh, namun aku terlalu jenius untuk itu. Sesuai dengan namaku, Junius. Akulah penyihir terjenius yang akan mengubah status tersangka menjadi korban. Menunjukkan kepada orang bodoh itu, siapa tersangka sebenarnya." -Junius Xander.
VIEW MORE

Chapter 1 - Salah Duga?

Srek srek

Bunyi yang dihasilkan dari ujung pensil yang ditubrukan dengan kertas putih dan menghasilkan goresan-goresan sketsa itu berduet dengan bunyi ketikan seseorang yang asik berkutat dengan laptopnya.

Pukul 23.17, malam dingin nan tenang yang biasanya digunakan sebagian besar oleh penduduk bumi untuk beristirahat, tapi berbeda dengan yang terjadi dalam ruangan hangat nan nyaman berukuran sedang berada di lantai empat bangunan bereksterior unik bertuliskan Waton Architect Office.

Hanya ada satu manusia didalam ruangan itu, satu lainnya sedang berpura-pura menjadi manusia, dan satu lagi adalah sosok yang ingin menjadi manusia. Ketiganya tengah fokus pada pekerjaan masing-masing.

Seperti orang dewasa kantoran pada umumnya, mereka sedang bertempur melawan deadline. Tiga makhluk tersebut bekerja sebagai arsitek yang berada dalam satu team. Mereka sedang mengerjakan salah satu proyek besar yang harus diselesaikan dengan sempurna, seperti biasanya.

"Xen, jangan lupa mengirim email untuk tuan Jhonny" Harnell yang sedang fokus pada gambar rancangan bangunan di meja kerja milik pria itu, tiba-tiba menyerukan suaranya.

"Sudah kau periksa ulang isi file itu?" Xena menyahut dari balik laptopnya.

"Aku sudah memeriksanya, Xen. Kau bisa mengirimnya sekarang." dijawab oleh Ezra yang sedang memeriksa ulang beberapa material yang akan mereka gunakan untuk proyek tersebut.

"Oke, Zra." Gadis berambut panjang itu mengacungkan jempolnya ke udara dan segera mengirim berkas-berkas penting itu kepada klien mereka.

Detik berikutnya mereka kembali berkutat pada pekerjan masing-masing, hingga 30 menit berlalu dan Harnell kembali bersuara "Kurasa cukup untuk hari ini. Besok kita lanjutkan kembali, masih ada waktu tujuh hari."

"You can say that again, dude. Akupun sudah sangat lelah." Ezra merespon Harnell sambil meregangkan otot-ototnya yang tegang.

"Kalau begitu mari bereskan dan pulang" seru Roxena.

Mereka sudah sampai di lobi, Ezra membuka pintu mobilnya dan berkata "Xena akan pulang bersama Harnell, kan?" ucap Ezra mengerling nakal pada Harnell dan Xena yang berjalan dibelakang.

"As always" Harnell menyahut santai sambil tersenyum kearah Xena.

"Aku pulang duluan ya, mata ini minta untuk segera dipejamkan."

"Baiklah. Hati-hati, Zra." Jawab Xena sambil memasuki mobil Harnell.

Kepala Ezra menyembul dari mobil, kembali ingin menggoda Harnell dan Roxena "Kak Harnell, segera antar Roxena pulang ya, jangan kau culik." Nada menggoda sengaja ditekankan Ezra pada kata kak. Yang digoda, Roxena, malah tersipu malu.

"Kau tenang saja, aku akan mengarungi Xena lalu kubawa pulang untuk menemaniku" Harnell meladeni candaan Ezra sambil menatap Xena dengan senyum yang sulit diartikan.

"Hahahaha sialan, kau. Sudahlah aku pulang ya!" Tin! Ezra membunyikan klakson mobilnya sebagai salam perpisahan dan mobil pajero hitam itu meninggalkan dua manusia yang sedang berada di mobil Harnell.

Dua manusia yang terlihat sama lelahnya, namun dengan perasaan yang berbeda. Harnell yang masih geleng-geleng karena kelakuan Ezra yang selalu saja menggoda dirinya dan Xena. Sedangkan Xena yang sedang berusaha meredakan rona merah yang muncul tanpa permisi dipipi mulusnya, ia heran mengapa tak ada sihir untuk menghilangkan rona pipi yang sedang tersipu.

Xena terus saja mengumpat pada Ezra karena selalu menggodanya. Dua lelaki itu tidak tau bagaimana jantungnya berlompatan hanya karena candaan receh yang dilontarkan Ezra, dan lebih sialnya jawaban nyeleneh Harnell membuatnya merona. Damn! Xena tahu Harnell dan Ezra hanya bercanda, namun tetap saja hatinya tak bisa diajak kompromi, perasaannya pada Harnell tidak bercanda.

"Nell, kurasa aku saja yang menyupir malam ini. Kau terlihat sangat lelah." Xena dapat melihat dengan jelas jika Harnell benar-benar lelah, pasti tubuh tinggi pria itu sudah berteriak untuk segera diistirahatkan.

Berbeda dengan Xena yang tak merasakan itu, gadis itu hanya berpura-pura terlihat lelah agar yang lainnya tak menaruh curiga. Xena hanya tidak tau jika Harnell melakukan hal yang sama dengannya, berpura-pura.

Harnell tertawa mendengar tawaran Xena "Disetiap dongeng, pangeranlah yang akan mengendarai kuda dengan membawa tuan puteri untuk duduk manis dibelakangnya. Bagaimana bisa aku membiarkanmu menjadi supirku. Ini sudah larut, kau pun pasti lebih lelah dari aku. Biarkan aku saja yang menyetir." Detik selanjutnya Harnell melajukan BMW hitam itu.

Ck. Lagi-lagi Roxena mendesah dalam hati, mengapa tidak ada sihir yang bisa mentransfer kekuatan kesesama makhluk. Ah menyebalkan, ia kasihan pada Harnell. Jika bisa, ia sudah memberikan sebagian kekuatannya untuk Harnell.

Tapi tunggu, Xena jadi menyadari sesuatu, mengapa Harnell tak pernah menggunakan kekutannya sama sekali. Apakah selama ini Xena sudah salah menduga? Apa jangan-jangan Harnell La Fen adalah-

"Hey! Roxena!!"

"Astaga!" Pikiran Xena buyar begitu saja saat Harnell mengejutkannya.

"Ck, apa yang sedang kau pikirkan hingga mengabaikanku?" Protes Harnell karena Xena tak merespon apa yang pria itu bicarakan sedari tadi.

"Uhm.. hehe" Xena menyengir.

"Kau pasti sangat lelah, tidurlah. Akan kubangunkan jika sudah sampai rumahmu."

"Sebenarnya aku tidak terlalu lelah, aku hanya tengah memikirkan sesuatu"

"Huh, apa itu?"

Xena sedikit memutar badan menghadap Harnell, mata cokelatnya menatap pria yang tengah mengemudi itu dengan sedikit ragu "Tadi kau berbicara tentang dongeng pangeran berkuda, kan." Ada sedikit jeda disana.

Harnell menganguk "Hmm.. Lalu?"

"Menurutmu.. apakah mereka benar-benar ada? Tidak, bukan hanya si pangeran dan puterinya, namun apa kau percaya jika makhluk-makhluk seperti mermaid, alien atau bahkan penyihir benar-benar ada?" Xena kembali menatapkan Harnell dengan raut sedikit cemas, namun juga dengan rasa penasaran yang mendominasi.

Deg. Xena dapat melihat ekspresi sedikit terkejut dari wajah Harnell yang hanya bertahan dua detik karena didetik selanjutnya pria itu sudah bersikap biasa. Harnell berdeham sebelum membalikan pertanyaan pada Xena "Menurutmu sendiri bagaimana? Kau percaya akan keberadaan mereka?"

Xena menggeleng mantap. "Tidak. Aku tidak percaya"

"Kalau begitu aku juga tidak percaya"

"Hey, aku bertanya tentang pendapatmu. Mengapa kau malah meniru jawabanku" Xena mengerucutkan bibirnya sebal, ia tidak puas dengan jawaban Harnell.

Pria berhidung bangir itu malah tertawa "Xen, sepertinya kau terlalu banyak membaca cerita fantasi sehingga berpikir terlalu jauh. Mana mungkin makhluk-makhluk buruk seperti itu ada di dunia ini. Ulah manusia saja sudah mengakibatkan kehancuran di muka bumi, bagaimana ditambah dengan keberadaan makhluk-makhluk aneh itu."

Deg. Kali ini Xena yang dibuat sedikit terkejut dengan jawaban Harnell, namun sama halnya dengan Harnell, ia juga dengan pandai menutupi keterkejutannya itu. Sepertinya Roxena Laphonsa dan Harnell La Fen akan lolos jika mengikuti audisi pencarian bakat, khususnya seni peran. Ya, mereka menguasai itu dengan baik. Sama-sama pembohong ulung.

Percakapan itu tak berlanjut, mereka hanya fokus pada pikiran masing-masing hingga mobil BMW hitam itu terparkir didepan gedung mewah bersusun tinggi yang biasa disebut apartmen.

"Aku tidak turun, ingin segera pulang dan istirahat. Kau juga istirahat, jangan terlalu sering memikirkan hal-hal tidak penting seperti tadi." Harnell berkata sambil tersenyum dan mengusap rambut Xena dengan lembut.

Sial! Senyum dan perlakuan manis sang adam selalu membuatnya tak dapat mengontrol diri. Gadis berpipi tirus itu kembali mengumpati jantungnya yang tak bisa tahan untuk tidak berdegub lebih kencang. Tolonglah, itu hanya sentuhan ringan yang tak berarti lebih. Bukan sekali dua kali Harnell mengusap rambutnya seperti ini, tapi jantung Xena tetap saja bergetar berkali-kali. Sungguh menyebalkan.

"Turunlah, aku akan pergi setelah kau masuk." Harnell berucap lembut dengan suara seraknya.

Xena tersenyum dan mengangguk "Kau hati-hati dijalan" belum sempat Xena membuka pintu mobil, tangan kekar milik pria itu telah menahannya lebih dulu "Seperti biasa, jika terjadi sesuatu segera hubungi aku. Aku tidak mau hal buruk terjadi padamu." Harnell mengingatkan, Xena kembali tersenyum dan mengangguk lalu turun dari mobil.

Demi apapun Xena tidak paham sebenarnya Harnell La Fen ini manusia atau siluman gula. Si bajingan tampan ini sungguh pandai membuat kadar gula dalam darahnya selalu naik. Bahkan saat mobil itu telah menghilang dari pandangannya, jantung wanita masih berdetak tak karuan. Seperti jantungnya, pikirannya juga tak karuan.

Wanita berwajah manis itu memikirkan bagaimana jika ia telah salah mengidentifikasi Harnell, bagaimana jika pemuda bukanlah manusia setengah penyihir seperti yang ia duga?

Bagaimana jika Harnell hanyalah pemuda biasa dan Xena sudah terlanjur cinta padanya?

Tidak.

Tidak.

Ia tak pernah salah, ia tak mungkin salah. Harnell pasti berbohong, tapi terlalu banyak bukti yang menunjukan jika Harnell hanyalah pemuda biasa.

Aish benar-benar menyebalkan!

Sudahlah itu dipikirkan nanti saja, kepalanya benar-benar akan meledak jika terus memikirkan hal terebut.