Chereads / MORAI / Chapter 8 - Bad Liar

Chapter 8 - Bad Liar

Senyum cantik dengan mata berbinar menghiasi wajahnya yang bermakeup natural namun menambah kesan elegant. Rambut panjangnya teruai dengan cantik hingga menyapa punggung. Sepatu dengan hak tinggi membuatnya semakin mempesona. Tak lupa tas mahal di tangan kirinya dan kotak makan di tangan kanannya. Wanita itu mengenakan dress selutut berwarna senada dengan kukunya.

Tit tit tit

Jari lentik dengan kuku-kuku di cat biru muda itu menekan beberapa digit angka untuk membuka pintu apartment milik sang kekasih. Pintu terbuka dan Xena masuk kedalam dengan perlahan, tak lupa mengganti sepatu mahalnya dengan sandal rumahan yang telah disediakan oleh si tuan rumah.

Baru dua langkah, kakinya telah terhenti. Dua pandang itu saling bertatap temu. Keduanya membeku. Hati mereka bertabur ngilu.

Menekan segala egonya, mengalah untuk kebaikan bersama, bangun sangat pagi untuk memasakkan sarapan istimewa, berias secantik mungkin demi sang kekasih, namun mengapa hal seperti ini yang didapatinya.

Menemukan sosok wanita lain di hunian pria yang berstatus sebagai kekasihnya, terlebih ini masih terlalu pagi bagi orang asing untuk bertamu.

Nyatanya Jadira tak hanya bertamu, tapi wanita itu menginap bahkan tidur dalam pelukan Harnellmu sepanjang malam, Xen.

Xena berdeham, "Apa yang kau lakukan disini?" suaranya sedikit bergetar.

Yang ditanyai masih menunjukkan ekspresi dinginnya tanpa berniat menjawab pertanyaan Xena. Kaki mulusnya melangkah menuju pintu, hendak membawa dirinya pergi dari rumah Harnell.

Sebenarnya Jadira bisa langsung menghilang saja, namun ia sengaja berjalan kearah pintu untuk menubrukkan bahunya pada milik Xena.

Duk!

"Aw!" Xena mengaduh sakit

Jadira berhenti dan berkata "Tanyakan saja pada kekasihmu itu apa yang telah kami lakukan." Senyum miring bak penjahat itu ia suguhkan dengan apik.

"Nell! Aku pulang, sekali lagi terima kasih!" Lanjutnya. Berteriak kepada tuan rumah yang sedang membersihkan diri.

Kemudian Jadira kembali melangkahkan kakinya dan pergi meninggalkan Xena yang berdiri kaku. Jadira jago sekali membuat hatinya bertabur kedongkolan.

*

"Xena, sejak kapan kau disini?" Harnell datang dengan penampilan yang sudah rapi, hanya saja rambutnya masih sedikit basah, dan itu menambah kesan sexy untuknya.

Pria itu hendak menyeduh kopi dan berjalan kearah dapur, namun ia malah mendapati sang kekasih tengah melamun di meja makan yang telah dipenuhi dengan sarapan lezat, Harnell tau dengan pasti jika Xena lah yang menyiapkan semuanya.

"Oh Harnell.." Xena tersadar dari lamunannya "Kau sudah selesai mandi, kemarilah kita sarapan bersama. Aku telah memasakkan makanan kesukaanmu." Xena menyambut Harnell dengan senyum palsu menghiasi wajah manisnya, namun Harnell terlalu peka untuk melihat lara tergores jelas di pupil cokelat miliknya.

Pria itu menyender pada meja, sedikit membungkukkan badannya dan mencium kening Xena sekilas, lalu tangannya mengelus surai panjangnya perlahan "Ada apa, hm? Mengapa menangis?" Ibu jarinya mengusap ujung mata Xena.

Wanita itu tak menjawab, matanya hanya menatap Harnell dengan pandangan sendu. Si pria meraih tangan sang kekasih, menggenggamnya lembut. "Jika karena masalah waktu itu, maafkan aku. Mari kita bicarakan baik-baik." Ucapnya lembut.

Xena menarik tangannya dari genggam hangat milik Harnell "Itu tujuanku datang kemari, memang untuk menyelesaikan masalah itu." Wanita itu membuang pandang kearah lain.

"Namun sepertinya kau malah membuat masalah baru."

Harnell mengernyit bingung "Masalah baru?"

Xena tersenyum getir melihat reaksi Harnell. Apakah Harnell bagian dari lelaki brengsek diluar sana yang suka berbohong pada kekasih mereka.

"Apa yang Jadira lakukan disini?"

Deg. Jadira? Xena tau jika Jadira ke rumahnya? Harnell tampak berpikir.

"Aku bertemu dengannya saat ia hendak meninggalkan apartmentmu. Apa yang dilakukannya disini?" ulang Xena

"Oh itu.... Tentu saja kami membahas pekerjaan, apalagi memangnya." Jawab Harnell santai, mencoba berlakon sealami mungkin, kemudian ia ikut duduk di kursi samping Xena.

Xena menatap tak percaya pada Harnell dan mengulang peryataan pria itu "Membahas pekerjaan?"

"Hmm" Harnell mengangguk dan mulai mengambil beberapa lauk.

"Dari mana ia tahu alamatmu?"

"Aku yang memberinya." Apa? Xena benar-benar tak habis pikir dengan jawaban yang pria itu berikan.

"Kau dan Jadira tak sedekat itu untuk membahas masalah pekerjaan di rumah, bahkan kalian baru bertemu dua kali dan hubungan kalian tidak seharmonis klien lainnya. Terlebih ini masih terlalu pagi, Nell. Jika ia pulang pukul 7 pagi, lalu pukul berapa ia datang kemari? Pukul 7 malam?!" Xena menyerang Harnell dengan berbagai pertanyaan sarkastik.

"Ia memiliki banyak urusan hari ini, sehingga tidak bisa ikut rapat siang nanti. Ia hanya kemari sebentar untuk memberikan beberapa saran dan setelah itu ia langsung pergi."

Xena tertawa mengejek "Kau bilang ia terburu-buru, tapi kau meninggalkannya untuk mandi."

Harnell terdiam, kembali merangkai naskah untuk sebuah alasan. Baru akan menjawab, namun Xena sudah lebih dulu mengambil alih kata "Jangan katakan ia datang saat kau sedang mandi, itu sangat tidak masuk akal. Bagaimana ia bisa masuk? Siapa yang membuka pintu? Jangan katakan jika kau memberikan alamat dan juga pin apartmentmu padanya, cih lucu sekali." Tentu saja Jadira bisa menggunakan sihirnya untuk masuk meski pintu terkunci rapat, dan Xena tahu itu, namun ia kembali berlaga layaknya tak tahu apapun tentang Jadira.

"Tentu saja tidak seperti itu. Kau tau sendiri jika kami memiliki hubungan yang buruk, jadi aku memilih mandi sebagai alasan untuk membuat Jadira segera pergi. Kau pasti mengerti jika aku tak suka berlama-lama dan berbasa-basi dengan orang lain."

Hebat! Sungguh bualan yang luar biasa tuan Harnell. Mencari alasan agar Jadira segera pergi? Hey! Bahkan Harnell yang membawanya kemari. Tak suka berbasa-basi dengan orang lain, tapi memeluknya hingga ternyenyak semalaman. Mengagumkan! Sepertinya Harnell La Fen memang seorang penyihir bengis.

"Benarkah itu?"

"Tentu saja"

"Kau tidak sedang membohongiku kan, Nell?"

"Untuk apa, Xena?"

"Kalian tidak sedang main dibelakangku, kan?"

"Hey, kau ini bicara apa? Percayalah Xena, aku tak memiliki hubungan spesial dengan Jadira." Harnell mencoba meyakinkan Xena, karena memang nyatanya hubungan mereka tak lebih dari klien kerja.

Xena meyakinkan dirinya sendiri untuk mempercayai sang kekasih, Harnell tak mungkin berbohong padanya kan. Jadira memang berencana merebut Harnell darinya, tapi ia paham jika Harnell bukanlah tipe pria yang mudah tergoda.

Untuk mencintainya yang telah satu tahun bersama saja masih cukup sulit bagi Harnell, apalagi jatuh cinta pada Jadira yang baru bertemu dua kali.

Benar, Xena. Harnell memang pria yang setia, dan hal itulah yang membuatnya sulit jatuh cinta padamu.

"Baiklah, kita anggap selesai untuk masalah Jadira." Xena berkata sambil tersenyum lembut menatap Harnell yang tengah mengunyah sarapannya. Pria itu membalas senyum Xena "Memang seharusnya tak perlu dipermasalahkan." Jawabnya.

"Maaf ya, Nell, aku sudah berpikiran buruk padamu." Xena menyesali tuduhannya atas Harnell.

Tunggu, bukankah seharusnya Harnell yang menyesal dan meminta maaf karena telah membohongi kekasihnya, bahkan yang dilakukan Harnell lebih buruk dari tuduhan Xena.

Menolong orang lain memang perbuatan mulia, tapi tidak dengan tidur bersama, kan? Meski hanya tertidur tanpa menghabiskan malam penuh erangan, tapi Harnell dan Jadira menikmati kebersamaan mereka bukan? Bahkan Harnell diam saja saat Jadira mengecup hidung dan sudut bibir seksinya.

Entahlah, sebenarnya ada hubungan apa diantara mereka.

"Tak perlu meminta maaf, kau tak salah apapun, Xen. Sudahlah cepat makan sarapanmu. Makanan-makanan ini sangat sayang jika terus dianggurkan. Masakanmu memang luar biasa lezat, ini membuatku tidak bisa berhenti." Harnell mengalihkan topik pembicaraan mereka agar Xena tak melulu membahas tentang Jadira, jujur saja itu sangat mengganggu Harnell.

Xena tertawa dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah Harnell yang berlebihan dalam memuji masakannya, "Tenang saja, kau bisa terus menikmatinya kapanpun jika kita segera menikah."

"Uhuk-uhuk!" Harnell tersedak mendengar candaan Xena. Aw, sepertinya Harnell salah mencari topik.

"Hey, kau tak apa? pelan-pelan saja, Nell. Ini semua milikmu, aku tak akan mengambilnya." Canda Xena, wanita itu dengan cekatan mengambil minum untuk Harnell.

"Aku hanya bercanda, tak usah dipikirkan. Makanlah dengan tenang." kata Xena.

Harnell tertawa kaku mendengar ucapan Xena,"Iya, mari makan dan setelah itu ayo kita berangkat ke kantor.

*

Berbeda dengan Harnell dan Xena yang tengah menikmati sarapan mereka, dibelahan dunia lain terdapat tiga penyihir berperangai buruk yang tengah mencari tahu siapa sebenarnya sosok Harnell La Fen.

Jadira memang memenangkan pertarungan malam itu berkat bantuan Harnell, namun tentu saja Tulip dan Marcus tak dapat menerima kekalahan mereka begitu saja. Mereka tak akan membiarkan siapapun menghalangi keinginan mereka.

"Kalian benar-benar tak mengenalinya?!!" Kirby kesal karena kedua anak buahnya kembali gagal untuk merebut apa yang mereka inginkan dari Jadira.

"Kami tak mengenalnya. Malam itulah pertama kali kami bertemu dengannya, selama ini Jadira hanya dibantu oleh Junius." Jawab Marcus.

"Sialan! Bahkan menghabisi Junius saja kalian tidak becus, kini penghalang kita malah bertambah." Brakk! Guci besar tak berdosa menjadi pelampiasan kemarahan Kirby.

"Dan kurasa pria itu bukan penyihir biasa." Sahut Tulip.

"Lebih dari luar biasa, entah sihir jenis apa yang dimilikinya hingga identitasnya tak dapat terungkap. Ia benar-benar bersembunyi dengan baik." Kirby menyahuti.

"Kau serius? Apa cermin ajaibmu tak dapat menemukan sosoknya?" Marcus sedikit tak percaya dengan yang Kirby katakan.

Ia bukan tak percaya pada Kirby, tapi ia tak percaya jika kekuatan Harnell sehebat itu. Bagaimana bisa identitasnya sama sekali tak dapat ditemukan, terlebih jumlah penyihir di bumi manusia hanya ada seperempat dari populasi penyihir di negeri sihir.

"Kalau bisa, aku sudah menyuruh kalian untuk mencari dan menghabisinya!" Kirby semakin geram.

"Ada dua opsi. Yang pertama, mungkin ia memang sengaja menyembunyikan dirinya agar kita tak dapat menyerangnya. Dan opsi kedua, mungkin ia salah satu jenis penyihir yang tak mau lahir sebagai penyihir, mungkin ia hanya ingin hidup seperti manusia biasa sehingga tak mau dikenali oleh kaum dari bangsa sihir itu sendiri." Tepat! Tebakan Marcus pada opsi kedua sangat benar.

"Jika ia menutup segala akses tentang identitasnya, lalu bagaimana Jadira bisa mengenalnya?" tanya Tulip.

"Itu tidak penting, Tulip, yang terpenting untuk saat ini kita harus menghabisinya terlebih dahulu." Kesal Marcus, karena Tulip menanyakan pertanyaan yang tidak penting dalam urusan mereka.

"Aku tidak setuju! Itu akan membuang waktu, lebih baik kita langsung saja menghabisi Jadira." Bantah Kirby.

"Baiklah jika begitu, namun aku masih penasaran dengan sosok itu." ucap Marcus yang masih nampak berpikir dengan raut penasaran menghiasi wajahnya.

"Aku juga berpikir jika ia ada hubungannya dengan sosok yang kita incar." Lanjut Marcus.

"Benar! Aku merasakan aura yang sama dari keduanya. Keduanya sama-sama memiliki apa yang kita inginkan." Tulip menyetujui itu. "Sialan! Bagaimana bisa Jadira dikelilingi oleh makhluk-makhluk sehebat mereka. Aku jadi ingin bertukar nasib dengannya."

"Ini bukan saatnya untuk meratapi nasibmu, Tulip!" Marcus benar-benar kesal pada temannya yang salah fokus sejak tadi.

"Sekarang pikirkan cara agar kita segera mendapatkan apa yang kita mau dan kita dapat menguasai dunia ini secepatnya. Fokus saja pada target. Kalian harus terus mengawasinya. Jika Jadira dan Junius sedang lengah, segera bergerak dan dapatkan apa yang kita mau." Perintah Kirby.

"Tapi tidak bisa dalam waktu dekat ini, kalian tidak bisa melihat keadaanku yang hampir mati?" keluh Tulip, mengasihani tubuhnya sendiri yang mendapat serangan hebat dari Harnell.

"Tentu saja kalian kembali beraksi setelah keadaanmu pulih, bodoh."

"Sambil menunggunya, aku akan mencari tahu siapa lelaki itu. Jika kita telah mengetahuinya, akan lebih mudah untuk melawannya." Sepertinya Marcus memang sangat penasaran akan sosok Harnell.

Jika Harnell tahu dirinya tengah menjadi incaran para penyihir itu, maka ia akan semakin membenci Jadira. Karena wanita itu, ia jadi ikut terbawa kedalam urusan mereka, kedalam urusan yang sama sekali tak ia ketahui apa tujuannya, kedalam urusan yang sama sekali tak menguntungkan baginya.

Baiklah tuan Harnell, selamat datang di dunia yang paling kau hindari dalam hidupmu. Suruh siapa kau bermurah hati dengan membantu Jadira malam itu.

Seperti yang kau khawatirkan, sekali berenang, maka kau akan tenggelam.