17 tahun berdiri, semakin berkembang setiap tahunnya, menjadi salah satu perusahaan arsitektur terbaik di ranah internasional, menjadikan hari ini sangat berkesan untuk tuan Aiden Tonda, selaku pemilik Waton Architect Company.
Sebagai rasa syukur dan apresiasi kepada semua pihak yang telah terlibat dalam pencapaiannya selama ini, beliau menggelar perhelatan mewah nan berkelas di atas Kapal Pesiar yang tentu saja di hadiri tamu dari berbagai kalangan. Banyak pihak yang ia undang, mulai dari pejabat penting sampai klien istimewa, termasuk Jadira dan Junius.
"Terima kasih untuk kerja samanya, tuan Aiden. Saya merasa sangat terhormat karena sudah diundang dalam perayaan ulang tahun perusahan kelas dunia milik anda."
"Jangan bicara seperti itu, nona Jadira. Sayalah yang tersanjung karena anda sudah mau menyempatkan diri untuk hadir ke acara saya."
Keduanya berjabat tangan dan saling memuji satu sama lain. Entahlah, sepertinya puji-memuji menjadi sebuah formalitas di setiap pagelaran pesta yang diadakan oleh pesohor-pesohor dunia.
"Sekali lagi selamat, tuan. Anda benar-benar pria yang hebat. Wanita manapun pasti akan mudah jatuh cinta pada anda. Cepatlah cari pasangan, atau anda masih belum bisa move on dari mantan istri anda?" Junius juga menjabat tangan pria itu sambil melontar canda.
"Hahahaha anda bisa saja, tuan Xander." Jawab Aiden, ketiganya pun tertawa
"Kalau begitu silakan nikmati perjamuan ini, saya harus menemui undangan yang lainnya." Lanjutnya.
"Tentu saja kami akan bersuka cita untuk pesta ini." Junius melempar kalimat terakhirnya pada Aiden sebelum pria itu benar-benar melangkahkan kaki untuk menghampiri tamu-tamu penting lainnya.
"Sudah 'kan? Mari kita pulang." seru Jadira, dingin. Dalam hitungan detik ia sudah melepas wajah palsunya yang tadi penuh kehangatan dan ramah tamah.
"Sabarlah sebentar, setidaknya kita harus bertemu dengan mereka."
"Kau saja, aku tidak mau." Jawabnya acuh.
"Hey, dengarkan aku, kita juga perlu berterima kasih kepada mereka. Berkat bantuan mereka, kita bisa memiliki gedung perusahaan dengan design seperti yang kita impikan."
"Ck, itu hal yang wajar, karena memang itu pekerjaan mereka. Arsitek manapun bisa melakukan hal yang sama."
"Tapi arsitek lainnya belum tentu mampu menerima watak gilamu."
Mendengar hal itu, Jadira memberikan tatapan mematikannya mata Junius, yang tentu saja sama sekali tak membuat pria itu takut.
"Kenapa sekarang kau berada di pihak mereka?! Dasar pria gila, sana kau saja yang menemui teman-temanmu itu. Aku mau pulang."
"Bagaimana kau akan pulang, hm? Saat ini kita tengah berada di tengah laut."
Jadira memutar mata malas mendengar kalimat konyol Junius. "Sepertinya kau menjadi bodoh karena terlalu sering bermain dengan mereka. Tentu saja aku akan berteleportasi, idiot!"
Ah benar juga, kenapa ia menjadi mendadak bodoh seperti ini.
"Kau yakin akan pulang duluan?"
"Ya"
"Kau tidak mau menemui mereka?"
"Tidak"
"Kau tidak mau melihat Harnell?"
"Tidak"
"Kau tidak merindukannya?"
"…"
"Baiklah aku akan menemui mereka seorang diri, setidaknya aku harus mengucapkan terima kasih kepada mereka."
"Untuk apa? Bahkan kita telah membayar mahal untuk mereka."
"Kau ini kenapa tid-"
"Junius! Jadira!"
Keduanya kompak menoleh ke sumber suara dan melihat Ezra menghampiri mereka.
"Kalian dari mana saja? Kenapa baru terlihat?" tanya Ezra setelah berdiri di hadapan dua penyihir itu.
"Ooh dude, aku baru saja akan menemuimu, tapi kau sudah muncul lebih dulu." Jawab Junius dan Ezra merangkulnya hangat.
"Kami baru saja menemui tuan Aiden." Jawab Jadira dengan senyum yang dipaksakan.
"Hi, Jadira! You look attractive tonight." Ezra juga menyapa Jadira dan memujinya.
"I know. I know I was born to be dazzling." Canda sombong Jadira mengundang gelak tawa Ezra.
"I'm with you, miss." Ezra menimpali.
"Better safe than sorry, man, she's not as graceful as she seems." Junius berlagak berbisik pada Ezra, padahal dengan sangat jelas Jadira bisa mendengar kalimat Junius yang memang sengaja pria itu tujukan untuk menyindir si puan.
"That's ring a bell?" Sepertinya Ezra juga ingin menggodanya.
"Absolute!"
Duk! "Aw!" Junius mengaduh sakit saat wanita itu menendang tulang keringnya.
"Lihat, wanita ini bahkan lebih bar-bar dari yang ku kira." Junius mengadu pada Ezra. Sedangkan Ezra hanya tertawa dan menggeleng melihat kelakuan mereka.
"Kalian belum sempat bertemu Harnell dan Xena, 'kan? Mari kita temui mereka" ajak lelaki ramah itu, berjalan mendahului Jadira dan Junius.
Pria itu semakin menggoda sang teman dengan mencebikkan bibirnya dan mengedikkan kedua bahunya ketika Jadira menatap Junius seolah ingin membunuhnya sambil berkata tanpa suara, hanya bibirnya saja yang bergerak, namun dapat dimengerti jika Jadira mengatakan kau akan mati di tanganku, sialan. Kalau saja Junius tak menahannya untuk pulang, maka ia tak akan bertemu Ezra yang akan mengantarkannya pada si bengis Harnell.
***
Di sinilah sepasang saudari itu tengah berdiri. Menatap laut malam sambil menikmati minuman di tangan. Jujur saja, keduanya sama-sama tak nyaman, hanya keheningan yang menemani mereka dalam bungkam.
Setelah sapaan sok ramah tamah seperti yang diidekan oleh Junius, tersisalah Jadira dan Xena yang tak meninggalkan tempat. Sedangkan ketiga pria itu sudah angkat kaki untuk menemui tamu-tamu lainnya.
Kalau tidak nyaman, seharusnya para dara itu bisa bertolak diri saja, namun sepertinya memang ada sebait dua bait wacana dalam dada yang harus terdedah.
"Lihat, kemenangan akan selalu berpihak pada tokoh yang berwatak apik."
"Jadi kau sudah merasa menang?"
Mengangguk sambil tersenyum manis, "Dan kau tak mau memberikan selamat pada saudarimu ini?"
"Aku akan memberikanmu selamat setelah pertunjukkan special malam ini."
Xena mengernyit, menatap curiga pada Jadira. Setahunya tak akan ada pertunjukan dari acara ini selain penampilan musik jazz yang terus mengiringi pesta dari awal hingga akhir.
"Pertunjukkan untuk sebuah pembuktian." Jadira tersenyum tipis, Xena semakin terheran.
"Harnell akan menikahimu kan?" Anggukan pasti Xena menjadi jawaban atas pertanyaan Jadira.
"Hanya menikah, siapapun juga bisa. Tapi apa kau sudah tahu bagaimana perasaanya padamu? Sudahkah pria gila itu jatuh cinta padamu?"
"Dulu aku memang tak percaya diri akan hal itu, namun saat ini dengan bangganya aku akan mengatakan, tentu saja ia mau menikahiku karena mencintaiku."
Jadira tertawa mengejek, "Ck, ternyata kau masih saja naïf, Xena." Xena pura-pura tuli mendengar kalimat fakta dari Jadira, namun hatinya berkata hal yang sama dengan wanita itu.
Xena hanya sedang berpura-pura tuna netra untuk tak melihat bagaimana tatapan Harnell pada Jadira, meski sejak bertemu tadi dua insan itu tak bercakap sama sekali. Dan Xena hanya pura-pura tidak tahu jika Harnell sedang menggunakan mantranya.
Ayolah.. bukankah itu hal yang langka bagi Harnell. Namun tentu saja hal langka itu lagi-lagi ia lakukan untuk seorang Jadira. Saat ini Harnell tengah mengendalikan angin laut agar tidak bertiup secara gaduh, agar bersuhu normal, tidak terlalu dingin dan tetap tenang tanpa harus menorehkan rasa ngilu yang menusuk kulit hingga ke tulang.
Kenapa Harnell harus melakukan itu? Tentu saja karena pakaian Jadira yang terbuka dan dengan tak tahu dirinya wanita itu berpura-pura lupa jika ia tak tahan dengan angin laut. Sejak kecil Jadira memang tak bisa berlama-lama bermain di laut terlebih hingga malam hari, Xena tahu itu, dan sebagai mantan kekasihnya, Harnell pun mengetahui hal yang sama.
"Memangnya kau ingin pembuktian yang seperti apa?" Tanya Xena
"Mari melompat bersama dan lihat siapa yang akan ditolong olehnya."
"Kau gila?!" Xena tak terima.
"Ya, aku memang gila. Si bajingan itu tahu kita sama-sama tak bisa berenang. Dan ia juga tahu jika kita tak bisa mengendalikan mantra di dalam air. Jadi, kita bisa tenggelam jika tak mendapatkan pertolongan. Bagaimana?"
Xena masih terdiam dan berpikir.
"Kalau kau tak mau, berarti kau ragu Harnell akan menolongmu."
"Ini bukan masalah siapa yang akan menolong siapa, namun-
BYURR!!
Xena tak sempat melanjutkan kalimatnya, karena Jadira telah lebih dulu membawa tubuh keduanya menyelami dinginnya air laut dibawah sana.
Orang-orang yang berada tak jauh dari tempat itu menoleh, namun tak ada yang berani menolong, ada beberapa orang yang mencari petugas keamanan, dan sisanya hanya terkinjat.
Byurr!! Belum sempat petugas keamanan datang, seseorang telah menyeburkan diri lebih dulu. Tentu saja itu Harnell, sedari tadi arah pandangnya memang tak lepas dari dua wanita itu, meskipun ia tengah berbincang dengan yang lainnya dan berdiri jauh dari Xena juga Jadira.
Namun saat mata Harnell lengah sedikit, entah bagaimana ceritanya nona-nona manis itu sudah terjatuh ke laut.
Jadira mengetahui seseorang juga terjuan ke laut, ia membuka matanya perlahan, memastikan jika itu adalah Harnell. Pria itu terlihat bingung menemukan dirinya. Kau yakin ia sedang mencari dirimu, Jadira?
Dalam ketidak berdayaannya Jadira tersenyum saat Harnell berhasil menemukan sosoknya dan berenang mendekat padanya. Tentu saja pria itu akan menolongku, karena jika ia mengabaikanku dan lebih memilih menolong Xena, maka aku bersumpah akan berhenti dan mengakhiri segalanya detik ini juga. Aku akan berhenti memintanya kembali. Aku akan berhenti mengharapkan cintanya yang memang sudah samar. Aku akan berhenti mencintainya dan menutup kisah ini untuk selamanya. Aku menyerah.
Ini adalah harapan terakhirnya, pembuktian terakhirnya, jika Harnell tak memilihnya, maka terjawab sudah segala kegelisahan-kegelisahan hatinya, jelas sudah memang tak akan pernah ada ruang tersisa untuknya di hati si brengsek itu. Ia akan pergi. Pergi untuk melanjutkan hidupnya. Pergi dan mengikhlaskan segalanya. Raganya akan menghilang dari kehidupan pria itu ditemani oleh jiwanya yang mati.
And see… Jadira memang harus menjalankan sumpahnya, karena Harnell melewati tubuhnya begitu saja dan berenang menuju Xena yang ada di belakang Jadira.
Sudahlah mengaku saja, nyatanya kau memang sudah kalah, nona. Pembuktian yang kau inginkan sudah terjawab lewat pertunjukkan hebatmu ini. Asa terakhirmu untuk membuktikan bagaimana perasaan Harnell sebenarnya sudah berburai.
Selamat, Xena. Kau menang. Kau berhutang dua frasa itu kepada Xena, Jadira.
Jadira menatap tak percaya kepergian Harnell yang berenang menuju permukaan dengan membawa tubuh Xena dalam peluknya. Untung saja Jadira bukan mermaid. Jika iya, maka puluhan mutiara telah berhasil ia ciptakan karena air matanya yang tak terbendung. Air matanya meleleh, menangis deras bersamaan dengan hatinya yang menjerit. Untung saja hal itu tersamar oleh air laut yang menelan tubuhnya.
Byurr!! Lihat, teman terbaikmu datang untuk menyelamatkanmu. Bersyukurlah, setidaknya masih ada yang mau peduli padamu.