Aaron sedang duduk di sebuah kafe. Dia sedang menunggu seseorang. Tak jauh dari tempatnya duduk, ada empat pasang mata yang senantiasa mengawasinya. Arif dan Riko. Beberapa bodyguard Aaron berjaga di sekitar kafe. Mereka menyamar menjadi pengunjung.
Tak lama, seorang pria kurus dengan lengan penuh tato muncul. Rambutnya panjang diikat ke belakang.
Saat melihat Aaron, dia langsung menarik kursi di depan pria itu.
"Lama gak berjumpa, Hades," pria itu menyapa.
"Sebenarnya aku gak ingin berjumpa denganmu, Beni," jawab Aaron apa adanya. Aaron nampak tidak suka melihat wajah Beni.
Pria bernama Beni tertawa. "Anda persis dengan Hades terdahulu. Blak-blakan."
"Tentu saja. Aku putranya. Pasti kami mirip," jawab Aaron ketus. Pria itu menyesap kopi di tangannya. "Berapa lama kamu mau bersembunyi?"
"Hades, jangan salah sangka. Saya gak bermaksud sembunyi dari Anda selama ini," Beni mengelak. "Saya hanya sedang sibuk mengurus bisnis. Apalagi sejak Hades terdahulu mengusir saya."
Aaron hanya bisa menyunggingkan senyum kesal. Pria di depannya ini memiliki lidah tak bertulang. Itulah yang Aaron ketahui.
Beni adalah mantan anak buah ayahnya, Hades terdahulu. Pria itu pernah mengkhianati ayah Aaron hingga membuat ayahnya murka 10 tahun lalu. Sayangnya ayah Aaron belum sempat membunuh Beni karena pria itu melarikan diri keluar negeri atas bantuan musuh ayah Aaron.
Butuh bertahun-tahun untuk melacak keberadaan Beni yang pindah dari satu negara ke negara lainnya. Anak buah Aaron sudah bekerja keras selama 5 tahun terakhir untuk menemukan Beni.
"Beni, anggap saja aku sudah memaafkanmu karena pernah mengkhianati ayahku. Nyawamu aman saat ini. Tapi... tidak ada yang gratis di dunia ini. Kamu tahu kan?" Aaron mulai serius.
"Ya. Saya tahu, Hades."
Aaron memasukan sepotong gula ke dalam kopi Beni. "Karena itu aku butuh informasi darimu. Aku ingin tahu daftar orang-orang yang pernah bermasalah dengan ayahku terutama di bisnis ganja."
"Itu cerita lama, Hades. Hades terdahulu sudah berhenti berbisnis ganja sejak 15 tahun lalu."
Aaron mengangguk. "Aku tahu. Alasanku ingin tahu siapa saja orang yang bermasalah dengan ayahku karena aku ingin memulai bisnis ganja lagi. Aku harus tahu siapa kompetitorku."
Beni menyeringai. Dia sangat suka dengan pembicaraan kali ini. Bisnis ganja adalah ladang bisnis favorit Beni.
Dulu Beni mengkhianati ayah Aaron dengan memberi tahu musuh letak ladang ganja ayah Aaron. Alhasil musuh membakar ladang itu dalam semalam.
"Selain nyawa saya selamat, apa lagi yang akan saya peroleh kalau berhasil memberi tahu siapa yang dulu menjadi musuh Hades terdahulu?" Beni menawar.
Aaron mengambil tas yang ia letakan di bawah meja. Pria itu menyerahkan tas pada Beni. Dengan semangat Beni mengecek isinya. Dia menemukan uang senilai 500 juta di dalam tas.
"Itu adalah uang muka. Kalau kamu memberi tahuku siapa musuh ayahku, aku akan memberi lebih banyak dari itu," Aaron memberi tahu.
"Baik, Hades. Saya akan menunjukan listnya."
....
Setelah bertemu dengan Beni, Aaron buru-buru pergi dari kafe. Mobilnya berjalan santai melewati jalan-jalan ibukota. Dia masih ingin berkeliling karena pikirannya masih fokus dengan pertemuannya dengan Beni tadi.
"Bos, apa kita bisa mempercayai Beni?" tanya Arif yang duduk di kursi depan.
"Tentu saja tidak," jawab Aaron sambil memandang ke jendela mobil.
"Lalu kenapa kita malah menemuinya?" tanya Riko dari balik kemudi.
"Karena Beni akan membawa kita pada bosnya. Pria pengkhianat seperti dia tidak punya kesetiaan pada grup gangster manapun. Dia akan menjual informasi siapa musuh ayahku padaku, tapi di satu sisi dia juga akan menjadi mata-mata di tempat kita. Dia akan melaporkan pada musuh-musuh ayahku kalau kita akan memulai bisnis ganja."
"Tahu apa yang terjadi kalau para musuh ayahku tahu kita akan berbisnis ganja lagi? Mereka akan mulai membuat masalah atau berusaha mengajak kerjasama. Alasannya simpel. Mereka ingin menyingkirkan kita dari bisnis ganja."
Riko berdecak kagum.
"Bos, hebat banget. Saya salut dengan ide Bos," puji Riko.
"Andai para anak buah kepercayaan Hades terdahulu masih hidup, kita gak perlu berurusan dengan Beni, Bos," timpal Arif.
Aaron mengangguk. "Benar. Sayangnya saat ayahku mati, mereka memutuskan untuk bunuh diri. Gara-gara itu aku gak tahu siapa yang membunuh ayahku, siapa musuh ayahku dan bisnis rahasia apa yang sedang dikerjakan ayahku. Semua menjadi misteri."
Lalu mobil Aaron melewati taman. Aaron ingat taman itu adalah tempatnya bicara dengan Haya.
Di saat pikirannya penuh dengan kasus kematian ayahnya, Aaron meminta mobil berhenti. Dia ingin berjalan-jalan di taman. Dia butuh menenangkan pikirannya sebelum kembali ke kastil.
Saat sedang menikmati dinginnya malam yang sunyi, mata Aaron menangkap sosok gadis yang sedang duduk di kursi taman. Gadis itu tertidur sambil memegang kaleng bir. Haya.
Senyum Aaron langsung mengembang. Dia menghampiri Haya yang sedang tertidur. Dengan lembut Aaron membelai rambut gadis itu.
Lalu Aaron mengangkat tubuh Haya. Dia menggendong gadis itu menuju mobilnya.
….
Sesampainya di kastil, Aaron mengendong tubuh Haya ke dalam kamarnya. Kamar pria itu terletak di lantai 2 kastil.
Kamar Aaron begitu luas. Ada kasur ukuran besar, lemari, rak buku, aneka vas antik dan lukisan abad pertengahan. Tak hanya itu, kamar Aaron dilengkapi dengan balkon. Biasanya pria itu membaca buku sambil duduk di sofa yang ada di balkonnya.
Saat meletakan tubuh mungil Haya di atas kasur, Aaron memandangi wajah gadis itu. Haya yang memiliki rambut pendek, wajah oval, bulu mata panjang dan bibir kecil berwarna pink. Sangat manis apalagi ketika dia sedang tertidur. Wajahnya nampak damai.
Aaron tidak tahan untuk tidak mencium Haya. Ia mengecup bibir gadis itu. Merasakan lembutnya bibir Haya. Saat melihat mata Haya, Aaron mencium kedua kelopak mata gadis itu. Melihat pipi Haya yang bersemu kemerahan karena bir membuat Aaron mencium kedua pipi gadis itu.
"Seandainya kamu semanis ini saat bangun," bisik Aaron sambil membelai rambut Haya lalu mencium rambut gadis itu. Ia menghirup harumnya rambut Haya.
Saat Haya bangun, gadis itu selalu mengomel ataupun marah. Haya jarang menunjukan wajah tenang, manis ataupun senyuman di depannya. Padahal Aaron ingin Haya tersenyum padanya. Itu membuat hatinya tenang.
Tiba-tiba Haya memegang tangan Aaron erat. Dia terisak di dalam tidurnya. Sepertinya gadis itu sedang bermimpi buruk.
"Jangan pergi," Haya mengigau. "Aku takut di sini."
Aaron menggenggam tangan Haya. "Aku gak akan pergi meninggalkanmu."
Mau tidak mau Aaron tidur di sebelah Haya. Dia menggenggam tangan Haya selama dirinya berbaring di sebelah gadis itu.
Sebenarnya Aaron berencana pergi meninggalkan Haya setelah gadis itu kembali tidur dengan damai. Aaron harus minum obat tidur. Dia tidak akan bisa tidur sebelum meminum obatnya. Hidupnya sudah bergantung dengan obat tidur sejak 5 tahun terakhir.
Namun berbaring sambil menggenggam tangan Haya membuat matanya mengantuk tiba-tiba. Aaron menguap beberapa kali. Lalu Aaron jatuh tertidur tanpa bantuan obat tidur untuk pertama kalinya.