Erika, Samudra, Ethan, Ro dan Kapten Irwan duduk di kantin rumah sakit tempat Haya dirawat. Wajah mereka berlima nampak tegang. Dan itu semua karena menghilangnya Tuan Budi dari kantor polisi secara misterius.
"Aku gak habis pikir dengan menghilangnya Tuan Budi," Erika mulai buka suara. "Bagaimana mungkin kita kehilangan dua orang dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir."
Yang dimaksud Erika adalah Ibas yang pernah menghilang dari penjara. Dan terakhir Tuan Budi yang menghilang kemarin.
Alis Kapten Irwan berkerut. "Aku juga bingung, Rika."
"Kapten, apa gak ada jejak apapun di CCTV? Kita harusnya bisa memeriksa polisi yang kemarin bertugas menjaga Tuan Budi," Ro ikut menimpali.
Kapten Irwan menggeleng. "CCTVnya rusak. Tidak ada satupun jejak menghilangnya Tuan Budi yang bisa temukan dari CCTV itu. Kedua, para polisi yang menjaga Tuan Budi pingsan saat kejadian."
Kelima orang itu menghela napas. Mereka benar-benar bingung dengan semua yang terjadi.
"Menurutku, menghilangnya Tuan Budi ada kaitannya dengan Ibas. Skema menghilangnya Ibas dan Tuan Budi sama. CCTV rusak dan orang-orang yang mengawasi mereka pingsan. Mungkinkah ini ulah orang yang sama?" Ethan berpendapat.
"Mungkin saja. Mungkin ini juga termasuk kasus penculikan sama seperti penculikan Ibas beberapa waktu lalu," Samudra setuju dengan ucapan Ethan.
Tiba-tiba Erika mendapat ide. "Kapten, bukankah CCTV di kepolisian terhubung dengan internet?"
"Ya. Memangnya kenapa?"
"Aku yakin jejak di dalam CCTV gak benar-benar hilang, Kapten. CCTV yang biasa digunakan dipasaran adalah CCTV biasa yang hanya terhubung dengan kabel. Tapi… yang kita miliki adalah CCTV yang dihubungkan dengan internet, berarti ada data yang masih tertinggal di penyimpanan internet yang biasa kita akses," Erika menjelaskan. Dia cukup tahu tentang teknologi mengingat dirinya masuk Divisi Informasi dan Teknologi.
Wajah muram Kapten Irwan berubah sumringah. "Benarkah?"
"Kalau begitu kamu bisa mengakses data itu?" tanya Ro pada Erika.
"Akan aku usahakan."
"Syukurlah kita masih bisa menemukan jejak menghilangnya Tuan Budi," Ethan menimpali.
Di tengah kegembiraan mereka, seorang perawat mendekat. Ia memberi tahu kalau Haya sudah sadar dari pingsannya.
"Tunggu. Sebelum kita menemui Haya, kalian sebaiknya tidak cerita tentang menghilangnya Tuan Budi pada gadis itu," Kapten Irwan memberi tahu.
Kapten Irwan tahu betul watak Haya. Jika gadis itu tahu orang yang sudah menusuknya menghilang dari kantor polisi, pasti Haya akan berusaha mencarinya. Masalahnya kondisi Haya saat ini masih lemah. Dia harus banyak istirahat sampai luka dipinggangnya benar-benar pulih.
"Baik, Kapten."
….
"Menururku Bos sudah tergila-gila dengan polisi itu," komentar Arif dengan wajah merah padam. Dia baru saja menegak 3 gelas vodka di dalam rumah kayu yang berada di belakang kastil Aaron.
Di depannya, Mike dan Riko hanya bisa menikmati vodka tanpa bisa berkomentar apa-apa.
"Seumur hidup Bos tidak pernah mengabaikan kata-kataku. Tapi karena polisi sialan itu, Bos membentakku!" Arif benar-benar marah.
Dia sudah mengikuti Aaron sejak usianya 10 tahun. Total sudah 15 tahun dia bekerja di bawah kekuasaan gangster Hades. Bahkan sebelum Aaron menjadi Hades, dirinya sudah mulai bekerja dibawah kepemimpinan ayah Aaron.
Melihat begitu lama pengabdiannya pada gangster Hades dan Aaron membuat Arif semakin kecewa dengan sikap bosnya kemarin. Pertama kalinya Aaron mengabaikan saran Arif untuk tidak menyiksa Tuan Budi dihadapan semua orang.
"Sudahlah, Rif. Mungkin Bos sedang marah pada Tuan Budi saat itu mengingat bajingan itu berusaha menjebaknya di kapal pesiar," Mike berusaha menenangkan. Dia menuangkan vodka ke dalam gelas Arif.
"Menurutku, Bos berhutang budi pada polisi bernama Haya itu. Kalau Haya tidak memeluk Bos, pasti yang sedang terbaring di rumah sakit saat ini adalah Bos kita. Jadi agak wajar kalau Bos bersikap agak berlebihan kemarin," Riko ikut menimpali.
Sayangnya kata-kata Mike dan Riko tidak cukup untuk memadamkan kobaran api dalam hati Arif. Dia begitu membenci Haya. Dia ingin sekali gadis itu menghilang. Tapi apa yang harus dilakukannya?
….
Haya duduk di taman rumah sakit menikmati udara sore yang sejuk. Tadi pagi dia terbangun dari pingsan. Punggungnya terasa pegal karena terlalu lama terbaring. Haya ingin sekali berolahraga. Sayangnya perawat tidak mengijinkan.
Alhasil Haya memilih berjalan-jalan di taman daripada terus berbaring di ranjang. Sejujurnya Haya lega bisa selamat dari penusukan 2 hari lalu. Dia sangat bersyukur masih bisa membuka mata setelah mengeluarkan banyak darah.
Hal yang masih mengganjal hati Haya adalah kenapa dia melindungi Aaron waktu? Kenapa dia tidak membiarkan Tuan Budi menusuk Aaron saja? Lagipula pria itu pasti sudah sering terluka ataupun tertembak mengingat dia adalah ketua sebuah gangster besar.
Entahlah. Haya tidak yakin dengan pikirannya saat kejadian itu. Saat melihat Aaron hendak ditusuk, seluruh tubuh Haya bereaksi. Dan tanpa sadar dia memeluk Aaron untuk melindungi pria itu. Gila bukan?
"Akhirnya kamu sudah bangun," sebuah suara yang familiar muncul dari belakang punggung Haya.
Haya menoleh dan mendapati Aaron tengah berdiri persis di belakangnya. Haya 10 sentimeter di belakangnya!
"Apa kamu ingin melihatku kena serangan jantung?" tanya Haya dengan kesal. "Kenapa muncul tiba-tiba? Apa kamu tahu perilakumu saat ini sudah seperti penguntit yang biasanya menguntit wanita di pinggir jalan?!"
Aaron tertawa. Dia langsung duduk di sebelah Haya.
"Aku senang kamu sudah sembuh," ujar Aaron. Dia mencondongkan wajahnya ke wajah Haya. Sangat dekat. "Apalagi kebiasaan lamamu sudah muncul. Kamu sudah mulai mengomel. Dan itu pertanda yang bagus. Aku yakin besok, kamu akan keluar dari rumah sakit ini."
Haya menyipitkan mata lalu membuang muka. "Jangan meledekku, Aaron. Aku bisa sakit seperti ini semua karena dirimu."
Mau tidak mau Aaron harus mengakui kalau perkataan Haya benar. Semua karena dirinya.
"Aku heran denganmu. Kenapa setiap kali aku bertemu denganmu, aku selalu terlibat masalah. Jangan-jangan kamu ini magnet pembawa masalah," omel Haya.
"Justru karena aku adalah magnet pembawa masalah, aku bisa menarikmu untuk mendekat padaku. Tahu apa alasannya?" senyum Aaron mengembang. "Karena kamu menyukai masalah, Haya. Kamu selalu membuat dirimu dekat dengan masalah. Setiap kali kita bertemu, ada saja kasus kejahatan yang kamu selidiki."
Aaron menggeleng-gelengkan kepala.
"Gadis cantik sepertimu kadang harus belajar mengabaikan beberapa masalah," Aaron menasehati.
"Aku ini polisi. Menyelesaikan kasus adalah kewajibanku," Haya mengingatkan. "Aku gak mau makan gaji buta dan duduk seharian di kantor polisi."
Saat Haya menyelesaikan kata-katanya, ia terkejut. Aaron sedang menatapnya dengan intens seolah pria itu mendengarkan perkataan Haya dengan sungguh-sungguh.
"Inilah alasan kenapa aku sangat mengagumimu, Haya."
Haya pura-pura tidak dengar. Dia malas meladeni pujian Aaron.
"Oh ya, aku punya penawaran yang bagus karena baru saja kamu bilang tidak ingin makan gaji buta dengan duduk di kantor polisi seharian tanpa menyelesaikan misi," Aaron buka suara.
"Penawaran apa?"
Aaron tersenyum. "Kamu sedang mencari 13 gangster kan? Aku bisa membantumu."
"Benarkah?" Mata Haya terbelalak.
"Dengan satu syarat."
Haya mulai takut dengan kalimat yang akan keluar dari mulut Aaron.
"Aku tidak bisa bercinta denganmu," ucap Haya tiba-tiba.
Wajah Aaron nampak bingung.
"Kalau kamu tanya alasannya, ada 3 hal yang perlu kamu tahu. Pertama, aku gak tertarik dengan tubuh beserta otot-otot kekarmu. Kedua, aku sama sekali gak punya pengalaman bercinta. Jadi aku sama sekali gak ahli melakukannya. Ketiga, bercinta membuat wanita hamil. Kamu tahu betul aku gak ingin mengandung anakmu."
Aaron. "…."
Lalu Aaron tertawa. "Hey, kenapa kamu berpikir seperti itu? Apa aku terlihat seperti pria mesum yang ingin bercinta denganmu setiap saat?"
Haya mengangguk dengan yakin. Dia tahu tubuhnya tidak seseksi model Victoria Secret. Tapi sudah beberapa kali Aaron menciumnya bahkan Haya sempat tidur seranjang dengan pria itu. Inilah yang membuat Haya takut dengan penawaran Aaron.
"Haya, aku bukan tidak ingin bercinta denganmu. Aku pria normal. Aku tidak akan menolak wanita yang telanjang di depanku. Tapi aku sedang tidak menawarkan bercinta sebagai imbalan atas bantuanku."
Alis Haya berkerut. "Lalu apa imbalannya?"
"Pegang tanganku saat aku tidur setiap malam."