Samudra berjalan menuju Erika yang sedang duduk di depan ruang perawatan Haya. Gadis itu terlihat pucat dan lemas. Maklum Erika tidak bisa tidur dan makan sejak Haya dirawat di rumah sakit kemarin malam.
Pria itu memberikan sekotak susu pada Erika. "Minumlah."
"Makasi, Sam," jawab Erika.
Samudra duduk di sebelah Erika. "Sebaiknya kamu pulang. Kamu kelihatan pucat."
Erika menggeleng. "Aku gak bisa meninggalkan Haya begitu aja, Sam. Aku baru bisa pulang kalau Haya bangun dari pingsannya."
"Dia akan segera sadar, Rika. Kamu dengar sendiri apa kata dokter kan. Luka di pinggang Haya tidak akan mengancam nyawa gadis itu," Samudra berusaha menghibur.
Erika punya kecemasan yang tinggi tentang kondisi Haya mengingat mereka sudah berteman baik sejak di akademi kepolisian. Kedua, Erika tidak bisa memberi tahu orang tua Haya tentang kondisi sahabatnya itu. Kalau orang tua Haya sampai tahu putri mereka terluka parah karena misi, pasti ayah Haya akan datang ke rumah sakit. Semua anggota kepolisian akan tahu latar belakang keluarga Haya termasuk fakta bahwa ayah Haya adalah pensiunan jendral.
Sejak duduk dibangku akademi, Haya memilih menutup rapat-rapat tentang latar belakang keluarganya. Orang yang tahu latar belakang keluarga Haya hanya Erika dan Kapten Ji.
"Apa Tuan Budi berhasil ditangkap?" tanya Erika.
"Ya. Sekarang dia ada di kantor polisi."
Tangan Erika mengepal. "Aku ingin membunuh orang itu! Beraninya dia menusuk Haya."
"Tenang saja. Divisi Kriminal dan Inteligen sedang memeriksa orang itu. Mereka akan menyelidiki apakah beredarnya ganja di kapal pesiar ada hubungannya dengan perdagangan ganja internasional atau murni hanya perdagangan ganja di Indonesia," Samudra menjelaskan.
Hati Erika menjadi tenang. Setidaknya pelaku yang sudah melukai Haya berhasil diamankan oleh tim polisi.
Tiba-tiba ponsel Samudra bergetar. Pria itu mengangkat telpon. Raut wajah Samudra yang awalnya tenang berubah menjadi kaget.
"Ada apa?" tanya Erika setelah Samudra mengakhiri panggilan ponselnya.
"Tuan Budi menghilang dari kantor polisi."
Kalimat singkat itu mampu membuat Erika dan Samudra membeku karena kaget. Bagaimana mungkin ini terjadi?
….
Aaron berjalan santai ke dalam sebuah hutan. Hutan itu adalah tempatnya biasa menghabiskan akhir pekan untuk menyendiri jauh dari rutinitas membosankannya di kastilnya. Di tengah hutan, Aaron memiliki rumah pohon yang dijadikannya sebagai tempat beristirahat dan menikmati pemandangan alam.
Namun di tempat itu juga Aaron menggunakannya sebagai tempat eksekusi musuh-musuhnya. Dan kali ini Aaron berniat melakukan itu.
"Apa dia sudah ada di sini?" tanya Aaron pada Mike yang menyambutnya di depan rumah pohon.
"Sudah, Bos."
Mike mengantar Aaron ke belakang rumah pohonnya. Di sana sudah ada 20 anak buah buah Aaron yang sedang mengawasi Tuan Budi. Pria itu nampak mengenaskan. Wajahnya babak belur dan tangan kakinya terikat.
Aaron menggeleng-gelengkan kepalanya melihat betapa mengenaskan musuhnya saat ini.
"Hades, kamu sudah gila! Beraninya kamu melakukan ini padaku!!!" teriak Tuan Budi saat melihat Aaron tengah berdiri di hadapannya. "Apa kamu gak tahu siapa aku, hah?!"
Tuan Budi nampak murka. Dia merasa Aaron sudah keteralaluan! Para anak buah pria itu menculiknya dari kantor polisi, memukulinya hingga pingsan dan membawa dirinya ke tengah hutan terpencil.
Seumur hidup Tuan Budi tidak pernah diperlakukan seperti ini. Dia adalah pria yang terlahir dari keluarga mafia terpandang nan kaya raya. Seumur hidupnya dia tidak pernah diperlakukan bak anjing. Tapi Aaron sudah membuat dirinya babak belur dan teraniaya. Kini dirinya merasa lebih buruk daripada anjing.
"Tutup mulutmu!" bentak Arif yang berada di samping Aaron. Pria botak itu tidak terima ada orang yang menghina Aaron. "Beraninya kamu berteriak pada Hades!"
Sementara itu anak buah Aaron yang lain langung menendang Tuan Budi.
"Cukup. Jangan siksa dia," perintah Aaron pada anak buahnya. Mereka langsung mundur. "Tuan Budi, jangan kira aku tidak tahu siapa dirimu dan apa latar belakang keluargamu. Aku tahu kamu memiliki kekuasaan yang sangat besar di bidang obat-obatan terlarang. Tapi kamu sudah melakukan hal bodoh kemarin. Hal bodoh yang membuatku ingin membunuhmu."
"Jangan main-main denganku!" ancam Tuan Budi dengan bibir berdarah.
Lalu Aaron berjongkok. Dia menatap mata Tuan Budi lurus-lurus. "Harusnya kamu bersyukur anak buahku hanya menghajarmu."
"Sebenarnya aku ingin membiarkanmu tetap hidup. Sayang sekali kamu tidak hanya berusaha menjebakku tapi juga melukai orang kepercayaanku. Kamu menusuknya sekali, tapi aku sudah bersumpah untuk membalasmu seratus kali lebih banyak," kata Aaron dengan senyum menyeringai.
Aaron masih ingat bagaimana pinggang Haya yang berdarah akibat tusukan pisau Tuan Budi. Lalu ia menoleh pada Arif. "Ambilkan aku pisau."
Arif membeku. "Bos, jangan sampai membunuhnya. Kalau Bos sampai membunuhnya, kita akan menghadapi masalah. Serikat Mafia tidak akan membiarkan kita lolos begitu saja."
"Aku bilang ambilkan aku pisau sekarang!" Aaron tidak ingin mendengar nasehat ataupun saran.
Dalam hidupnya Arif belum pernah dibentak oleh Aaron. Namun semuanya berubah sekarang.
Mau tidak mau Arif memberikan pisau. Ia melihat mata Aaron penuh dengan api kemarahan. Sesuatu yang jarang sekali terjadi. Aaron yang dikenalnya adalah pribadi tenang yang jarang mengotori tangannya dengan darah para musuhnya.
Semua ini gara-gara polisi sialan itu, batin Arif geram.
Aaron berjalan mendekat. Tuan Budi nampak ketakutan dengan pisau yang ada di tangan Aaron.
"JANGAN MENDEKAT!" teriak Tuan Budi. Sayangnya Aaron tidak menghiraukannya.
Dengan kemarahan Aaron menusuk paha Tuan Budi. Pria itu berteriak kesakitan. Darah langsung merembes dari paha pria itu.
Aaron menarik pisaunya. Lalu ia menusuk bahu Tuan Budi. Sayangnya Aaron tidak berhenti. Dia mulai menusuk perut dan punggung Tuan Budi juga.
Arif, Mike dan anak buah Aaron lainnya hanya bisa melihat perbuatan bos mereka dalam diam. Tidak ada yang berani menghentikan kemarahan Aaron saat ini.
Tuan Budi tergeletak lemah dengan tangan kaki terikat, tubuh penuh tusukan dan darah yang keluar tiada henti dari setiap tusukan di tubuhnya. Pria itu merintih sambil terus mengutuk Aaron.
Aaron hendak menusuk leher Tuan Budi namun Mike menghentikan tangan Aaron. Aaron menegang menyaksikan Mike yang terkenal acuh dan selalu mengikuti perintahnya berani menghentikan perbuatannya.
"Bos, kali ini Arif benar. Serikat Mafia tidak akan tinggal diam kalau sampai pria ini mati di tangan kita," Mike memberi tahu. "Kita sudah cukup menghukumnya."
Melihat kesungguhan di mata Mike, Aaron berhenti. Dia membuang pisau penuh darah itu ke tanah. Dengan santai Aaron mengelap tangannya yang dipenuhi darah kotor Tuan Budi dengan kain.
"Baiklah. Aku akan membiarkannya hidup. Tapi aku ingin jari yang sudah menggenggam pisau dan menusuk Haya lenyap. Camkan itu," ujar Aaron pada Arif dan Mike.
"Baik, Bos," jawab mereka berdua serempak.
Lalu Aaron meninggalkan tempat itu. Sebenarnya dia belum puas menyiksa Tuan Budi. Kalau bukan karena Mike, pasti Aaron sudah menghabisi pria bajingan itu!