Chereads / Tale of Hades Bride / Chapter 20 - Misi Diam Diam

Chapter 20 - Misi Diam Diam

Haya sedang berjalan santai menuju ruang kerjanya di lantai 4. Sejak kemarin ia terus memikirkan kata-kata ayahnya soal kasus gangster.

Ada beberapa fakta yang diketahui Haya dari ayahnya. Pertama, misi menyelidiki gangster sudah pernah dilakukan bertahun-tahun lalu. Berarti ini adalah misi lama yang diungkit kembali.

Kedua, Haya percaya kalau Kapten Ji dulu pernah menyelidiki kasus ini. Sepengetahuannya instrukturnya itu sangat pandai dan selalu berhasil memecahkan kasus. Tapi mengapa Kapten Ji tidak berhasil memecahkan kasus itu dulu?

Ketiga, Haya sangat curiga dengan Kapten Amir. Dia terlihat tidak menyukai misi yang diberikan Kapten Irwan. Pria itu seolah menentang rencana Divisi Inteligen dengan tidak rasional.

"Haya," sebuah panggilan membuyarkan lamunan Haya.

Haya menoleh. Kapten Irwan berdiri tidak jauh dari mejanya.

"Ya, Kapten?"

"Masuk ke ruangku," kata Kapten Irwan dengan wajah serius.

Tanpa diperintah kedua kalinya Haya mengikuti masuk ke ruang kerja atasannya. Kemudian ia duduk di depan Kapten Irwan.

Tidak seperti biasanya, Kapten Irwan terlihat tegang dan seolah sedang menyimpan banyak masalah. Lalu muncullah Ro, Ethan dan Samudra. Mereka bertiga juga ikut masuk ke ruangan Kapten Irwan.

"Aku ingin kalian mulai menyelidiki 13 gangster," kata Kapten Irwan memecahkan suasana hening di antara mereka berempat.

Ali Haya terangkat. "Misi ini jadi dikerjakan, Kapten?"

Kapten Irwan mengangguk. "Tentu saja."

"Bukankah Kapten Irwan dan Kapten Amir…"

"Kamu pasti penasaran dengan apa yang terjadi," tebak Kapten Irwan. Pria itu menyandarkan punggungnya ke kursi. "Semua ini sangat rumit."

"Kapten, kenapa Kapten Amir melarang kita menyelidiki kasus ini?" tanya Ro penasaran. Rupanya Ro memiliki pikiran yang sama dengan Haya. Haya tidak bisa berbohong betapa curiganya ia pada Kapten Amir yang menyebalkan itu.

Wajah Kapten Irwan nampak tegang.

"Dia takut kalau kasus ini akan memakan korban seperti dulu," jawab Kapten Irwan singkat.

"Hanya itu?" tanya Ro heran.

Ro adalah gadis tinggi langsing yang memiliki model rambut pendek. Sekilas gayanya tomboy namun elegan. Haya selalu terkesan dengan Ro sejak pertama kali menginjakkan kaki di Divisi Inteligen.

Kapten Irwan mengangguk.

"Aku rasa kekhawatiran Kapten Amir bisa dimengerti sekarang," balas Samudra.

Samudra adalah pria tinggi dengan perawakan mirip pegulat WWE. Rumor mengatakan Samudra dulunya pegulat sebelum mendaftar menjadi polisi.

"Tim ini nantinya akan menyelidiki kasus ini diam-diam. Aku harap misi ini tidak ketahuan oleh kapten dari divisi lain," Kapten Irwan menjelaskan dengan sungguh-sungguh.

Lalu pria itu bangkit berdiri dan berjalan menuju lemari. Ia mengeluarkan sebuah dokumen dan menyerahkannya pada Haya.

"Ini catatan yang ditinggalkan almarhum Kapten Ji saat menjalankan misi ini bertahun-tahun yang lalu."

Haya segera membuka dokumen tersebut. Isinya adalah tulisan tangan Kapten Ji yang rapi. Tiba-tiba Haya merindukan pria tua jenaka itu.

"Di dalamnya Kapten Ji menulis beberapa bukti kecil yang ia temukan saat menyelidiki kasus 13 gangster. Aku harap itu dapat memberimu sedikit pencerahan. Dan mulai sekarang aku akan menanyakan perkembangan kasus ini setiap bulannya pada kalian berempat," kata Kapten Irwan.

"Baik, Kapten," kata Haya, Ethan, Ro dan Samudra serempak.

….

Haya membawa nampan makanananya ke meja yang berisi Ethan, Ro dan Samudra di kantin kantor polisi. Mereka berempat sudah janjian untuk membahas misi diam-diam yang diperintahkan oleh Kapten Irwan.

"Aku heran kenapa kita harus menyelidiki misi lama seperti ini. Menurutku ada banyak misi lain yang lebih penting," kata Haya membuka topik obrolan.

Ethan yang duduk di sebelah Haya bersuara, "Aku rasa misi ini memang sangat penting Haya. Kalau kita bisa membuktikan keberadaan gangster-gangster itu entah berapa banyak kasus lain yang bisa kita ungkap dari perdagangan narkotika, penggelapan senjata dan lain-lain."

"Aku setuju dengan Ethan," balas Ro yang sedang mengunyah semangka. "Aku yakin 13 gangster ini pasti punya peranan yang besar."

"Mungkinkah 13 gangster juga ada kaitannya dengan kematian Kapten Ji?" tanya Haya pada ketiga teman satu timnya.

Ethan berpikir sejenak. "Entahlah. Tapi mungkin saja. Gangster harusnya punya keterkaitan sama bisnis hitam kayak narkotika kan."

Haya semakin tertarik dengan misi ini.

"Cuman yang aku gak habis pikir kenapa mereka membunuh hanya Kapten Ji waktu itu?" Ro bertanya. "Misi 2 tahun lalu kan melibatkan banyak polisi. Ada banyak polisi yang terjebak di dalam klub malam. Haya bahkan selamat dari kejadian itu."

Ro benar. Ini memang aneh. Dirinya dan Kapten Ji ada di tempat yang sama tapi hanya Kapten Ji yang tewas.

"Kalau misi 13 gangster ini bisa mengungkap kematian Kapten Ji, aku akan bekerja keras untuk mengungkap siapa saja dibalik gangster-gangster itu," Haya bersungguh-sungguh.

Dia sudah bersumpah di depan makam Kapten Ji untuk menemukan orang yang membunuh atasan sekaligus instruktur kesayangannya itu.

Samudra menepuk-nepuk bahu Haya. Dia bisa memahami perasaan gadis itu.

"Mulai sekarang kita juga harus hati-hati dengan para atasan di kantor polisi ini," Samudra memberi pendapat. "Jangan sampai kita keceplosan membiracarakan 13 gangster di depan atasan lain."

Haya tidak suka mengakui ini. Kapten Amir memiliki telinga dan mata dimana-mana. Semua kapten dan senior di kantor polisi begitu mengharagainya. Maklum, Kapten Amir sering ditunjuk sebagai juru bicara kepolisian ketika kepolisian berhasil memecahkan kasus besar.

Haya mengangguk.

"Jadi apa rencana kita berikutnya?" tanya Haya pada ketiga temannya.

"Bagaimana kalau kita mulai dengan membaca dokumen yang tadi diberikan Kapten Irwan?" Samudra memberi ide. "Besok kita akan membericarakan langkah berikutnya."

Semua mengangguk serempak.

….

Aaron sedang berjalan di taman belakang rumahnya yang disebut Haya sebagai kastil. Di taman bersebut tumbuh berbagai macam tanaman. Tapi kebanyakan adalah pohon-pohon besar, tanaman kecil dan semak-semak. Tidak ada bunga.

Dirinya sengaja tidak menanam bunga. Menurut Aaron bunga adalah tanaman lemah yang rapuh. Aaron tidak suka sesuatu yang lemah ada di dekatnya.

Lalu Riko dan Arif berjalan mendekati Aaron. Mereka berdua adalah kaki tangan Aaron yang sudah bekerja bersama pria itu selama 10 tahun terakhir.

"Bos, kami baru saja mendapat informasi," kata Arif.

Aaron menoleh pada kedua anak buahnya. "Bagaimana?"

"Ibas berada di lembaga pemasyarakatan yang dijaga ketat oleh polisi," Arif memberi tahu. "Mata-mata kita bilang dia diletakan di sebuah sel khusus seorang diri. Tidak ada keluarga ataupun orang yang boleh menjenguk Ibas selama di penjara."

Aaron bisa memahami kenapa Ibas diperlakukan seperti itu. Pria itu adalah bandar narkoba yang sudah menjual obat-obatan hingga ke manca negara. Memang dia tidak punya kekuatan besar di kalangan pebisnis obat-obatan tapi dimata kepolisian, Ibas adalah bandar yang berbahaya.

Kadang Aaron ingin tertawa melihat bagaimana kepolisian menganggap 'serangga lemah' seperti Ibas adalah ancaman. Kepolisian mudah sekali dibohongi, batinnya.

"Saya dengar beberapa hari lagi, pria itu akan datang ke persidangan. Dia akan dituntut dengan pasal perdagangan obat-obatan terlarang," Riko menambahi.

Aaron berpikir sejenak. Sejak Haya menangkap Ibas, dirinya memang kehilangan kesempatan untuk menangkap pria itu. Tapi… dengan ditangkapnya Ibas oleh pihak kepolisian, menemukan keberadaan Ibas tidak lagi sulit.

Masih segar dalam ingatan Aaron bagaimana ia berusaha menangkap Ibas selama beberapa tahun terakhir ini demi menemukan sebuah jawaban yang dicarinya selama 5 tahun terakhir.

"Bawa dia padaku," kata Aaron dingin.

Arif dan Riko saling pandang. Mereka tidak suka dengan kata-kata Aaron barusan. Kalau bos mereka bilang 'bawa dia padaku' tandanya mereka harus melakukan sesuatu yang berbahaya.

"Bos, ingin kami membawanya saat dia masih di dalam penjara? Atau…" Riko takut sekali bertanya pertanyaan ini pada Aaron.

Aaron menatap Riko dengan tajam. "Menculiknya saat dia sedang perjalanan menuju pengadilan kelihatannya membosankan. Bawa dia dari penjara."

Glek!

Firasat Riko benar. Bosnya ingin menangkap Ibas dengan cara yang berbahaya!