Warna jingga telah menghiasi langit saat Putra Mahkota Yi Jin telah tiba di istana. Sang pewaris tahta itu sedang berjalan menuju kediamannya dengan senyuman menghiasi wajahnya. Ia begitu senang karena sudah kembali bertemu dengan Kim Chae Yoon, rasanya pertemuan tadi seperti sebuah mimpi, mimpi yang indah sampai-sampai tidak ingin bangun dari tidurnya.
"Orabeoni!"
Panggilan dari suara melengking itu membuat langkah Yi Jin berhenti. Pemuda itu berbalik dan mengembangkan senyumannya lebih lebar saat melihat keberadaan adik perempuannya. "Soojin-a, kau terlihat senang. Ada apa?" tanyanya setelah sang adik sudah berada di hadapannya.
"Aku senang karena besok saat pesta ulangtahun abamama, Jaehyang Orabeoni akan datang juga," jawabnya bersemangat.
Senyuman di wajah Yi Jin seketika luntur setelah mendengar kabar tersebut. Namun detik selanjutnya ia kembali menarik kedua sudut bibirnya, walaupun hanya sedikit. "Ah, jadi Jaehyang Hyung akan datang ke pesta tahun ini," ujarnya yang dijawab dengan anggukkan kepala sang adik.
"Dia bilang kalau tahun ini dirinya benar-benar akan datang, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang hanya omong kosong belakanya saja," jawab Soojin.
Gemas dengan ekspresi bersemangat yang ditunjukkan oleh Soojin membuat Yi Jin mencubit pelan pipi putih sang adik. "Kuharap kali ini dia benar-benar datang agar kau tidak sedih lagi."
Soojin menganggukkan kepalanya bersemangat. "Omong-omong, Orabeoni kau habis dari mana?"
"Ah itu, aku habis dari luar istana. Yoon Seonsaengnim menyuruhku melihat kondisi rakyat untuk dibahas saat pelajaran nanti," jawab Yi Jin berbohong. Ia tidak akan mungkin menjawab jujur pertanyaan sang adik, karena gadis itu pasti akan mengadukan hal tersebut kepada ayahnya.
Soojin rupanya tidak langsung percaya dengan jawaban sang kakak. Gadis ber-dangui merah muda itu memincingkan kedua matanya dan menatap sang kakak dengan penuh selidik.
"K-kenapa kau menatapku seperti itu?"
"Karena orabeoni mencurigakan," jawab Soojin jujur.
Yi Jin tiba-tiba saja tertawa, tentu saja tawanya itu sangat terdengar dibuat-buat. Ia tidak menyangka adiknya akan merasa curiga dengan jawabannya tadi.
"Tapi, sudahlah itu urusanmu, aku tidak mau ambil pusing orabeoni menjawab jujur atau tidak," ujar sang putri menghentikan tawa sang kakak. "Kalau begitu aku pamit undur diri, Jeoha." Ia membungkukkan badannya sejenak sebelum akhirnya meninggalkan sang kakak.
Yi Jin lalu menghela napasnya setelah adiknya itu pergi. Setelah itu ia juga ikut pergi meninggalkan tempat tersebut untuk kembali ke kediamannya.
~"~
Sementara itu, sang pangeran agung---Jaehyang---saat ini sedang duduk termenung di teras kediamannya di luar istana. Pemuda itu bahkan menyandarkan kepalanya pada tiang kayu penyanggah. Ia menghela napasnya berat seolah sedang menyesali sesuatu. Apa yang dilakukan sang pangeran saat ini rupanya menarik perhatian dari seorang pelayan yang sedang menyapu halaman rumah sang pangeran. Pelayan itu akhirnya menghentikan kegiatan menyapunya itu karena merasa sangat penasaran dengan apa yang sedang di pikirkan sang tuannya.
"Mama, apa yang sedang Anda pikirkan?" tanya pelayan itu pada akhirnya.
"Tidak ada yang sedang aku pikirkan," jawab Jaehyang tanpa memandang pelayannya itu.
"Jika tidak ada, kenapa Anda terlihat lesu seperti itu?"
Jaehyang kembali menghela napasnya dan menegakkan posisi duduknya. Ia memperhatikan pelayan tersebut yang juga sedang memandangnya. "Imonim," panggilnya pada akhirnya.
"Ye, Mama."
"Kau belum masak untuk makan malam? Sebentar lagi waktu makan malam," ujar Jaehyang dengan senyuman menghiasi wajahnya.
"Aigoo!" seru pelayan itu sambil menepuk keningnya sendiri. "Maafkan saya, Mama. Saya lupa untuk masak makan malam."
Jaehyang terkekeh mendengar jawaban pelayan tersebut. "Iya tidak masalah, Imonim."
"Kalau begitu saya akan segera memasak makan malam, Mama."
Jaehyang hanya menganggukkan kepalanya dengan senyuman masih mengembang di wajahnya. Setelah pelayannya itu pergi untuk menyiapkan makan malam, kembali sang pangeran menyandarkan kepalanya pada tiang kayu penyanggah. Sebenarnya saat ini ia sedang memikirkan perihal pesta ulangtahun ayahnya besok, sejujurnya ia tidak ingin pergi karena dirinya pasti akan membuat suasana menjadi berantakan seperti beberapa tahun lalu, sebelum dirinya memilih tinggal di luar istana. Tapi jika ia tidak pergi, ayahnya pasti akan sangat kecewa, begitu juga dengan Putri Soojin yang terlihat begitu bersemangat saat tahu dirinya akan benar-benar hadir di pesta tersebut.
"Lalu apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku tetap pergi?" tanyanya pada angin.
~"~
Sinar rembulan telah menggantikan cahaya mentari hari ini. Keluarga Tuan Shin tengah menikmati makan malamnya disebuah gazebo yang ada di kediamannya. Tidak ada suara yang terdengar di sana, bahkan suara alat makan yang beradupun sama sekali tidak terdengar, benar-benar sangat senyap. Yoo Ri yang pagi tadi masih bersedih karena tidak dapat menjumpai pemuda itu lagi, kini terlihat lebih berseri-seri, menikmati makan malamnya dengan lahap.
"Omong-omong." Tuan Shin memecahkan keheningan yang terjadi di sana. "Besok jangan lupa, kita akan pergi ke pesta ulang tahun jeonha. Jadi," ia mengalihkan atensinya pada anak gadisnya yang tetap menikmati makan malamnya, "aku harap kau bisa ikut Yoo Ri-ya," sambungnya membuat sang anak menolehkan kepalanya pada dirinya.
"Tidak abeoji terima kasih. Aku ingin di rumah saja," tolak Yoo Ri. "Banyak hal yang ingin aku kerjakan besok."
Tuan Shin menghela napasnya, ia sudah menduga jika anaknya itu pasti akan menolak ajakan tersebut. Yoo Ri memang anak yang sangat susah untuk di ajak menghadiri sebuah pesta, padahal kebanyakan gadis seusia dengannya justru akan bersemangat untuk menghadiri pesta, apalagi ini adalah pesta dari seorang raja. Entah apa alasan dibalik penolakan ajakan tersebut.
"Yoo Ri-ya, kau harus ikut ya. Aemi sudah menyiapkan pakaian yang sangat cantik untukmu," bujuk Nyonya Ahn kali ini.
"Tidak eommeoni, aku tetap tidak akan pergi. Aku ingin di rumah dan menyelesaikan semua pekerjaanku yang tertunda," jawab Yoo Ri yang masih tetap pada pendiriannya untuk tidak pergi.
"Pekerjaan apa yang kau lakukan memangnya, eoh?"
"Banyak hal. Misalkan, aku harus menyelesaikan sulamanku, lalu aku akan belajar memasak bersama Bong dan pelayan yang lainnya," jawab Yoo Ri dengan diakhiri seulas senyuman.
Yoo Ri meletakkan sumpitnya di atas mangkuk nasi yang sudah kosong, gadis itu lalu beranjak dari duduknya. "Aku sudah selesai makan, terima kasih untuk makan malamnya." Gadis berusia tujuhbelas tahun itu membungkukkan sedikit badannya, berpamitan kepada kedua orangtuanya sebelum akhirnya meninggalkan tempat tersebut.
Tuan Shin dan Nyonya Ahn dengan kompak menghela napas mereka, keduanya saling bertatapan satu sama lain, dan tatapan mereka seolah mengatakan 'apakah itu anakmu? kenapa dia bersikap seperti itu?'
~"~
Tidak hanya di kediaman menteri Shin saja pembahasan pesta ulangtahun raja terjadi, di kediaman Menteri Kim Hak Yoon perbincangan tersebut juga terjadi. Berbeda dnegan Yoo Ri yang enggan pergi ke istana, Chae Yoon tentu saja sangat bersemangat untuk bertemu kembali dengan sang putra mahkota. Tidak hanya itu saja, rupanya gadis Kim itu mendapat undangan pribadi dari Ratu Kim yang ingin bertemu dengannya lagi.
"Kau harus memakai pakaian yang terbaik besok, Chae Yoon-a," ujar Nyonya Kang dengan senyuman menghiasi wajahnya.
"Tentu saja aku akan memakai pakaian yang terbaik, Eomeoni," balas Chae Yoon juga dengan senyuman menghiasi wajah cantiknya itu.
"Kau baru saja tiba hari ini, tetapi besok kau sudah memiliki undangan menemui jungjeon mama, apa mungkin kepulanganmu ini karena jungjeon mama mengirim surat undangan sebelumnya?" tanya Tuan Kim tiba-tiba.
"Tentu saja tidak, Abeoji. Aku pulang karena memang Bibi Yoo mengizinkanku untuk kembali pada kalian," jawab Chae Yoon.
Tuan Kim tertawa kecil. "Aebi hanya bercanda. Kalau begitu, lebih baik kita istirahat lebih awal agar besok tidak mengantuk saat di pesta."