Yoo Ri berjalan-jalan di sekitaran pasar siang ini dengan ditemani pelayan ibunya yang berjalan di belakangnya. Ia pergi bersama dengan pelayan ibunya karena kebetulan dirinya ikut pergi bersama dengan ibunya, yang saat ini berada disebuah tempat makan bersama dengan wanita bangsawan lainnya. Hampir selama setengah jam ia terjebak diantara pembicaraan para ibu-ibu yang lebih mengarah bergosip, menggosipkan ibu-ibu lainnya yang tidak hadir dan itu membuatnya bosan. Untungnya ibunya mengerti perasaan bosannya itu, jadi ia diizinkan untuk pergi ke luar untuk mencari udara segar.
Langkah kaki Yoo Ri melambat ketika manik hitamnya itu melihat pemandangan yang sungguh keterlaluan. Seorang pria tengah memberantaki dan bahkan menghancurkan kursi serta meja sebuah kedai makanan. Wanita yang sepertinya pemilik kedai makanan itu sudah memohon agar pria itu berhenti, bahkan wanita itu sampai bersujud sembari memegang pergelangan kaki pria itu. Ia yang kesal dengan pemandangan tersebut hendak menghampiri kedua orang itu, namun tangannya segera ditahan oleh pelayannya.
Pelayan wanita itu menggelengkan kepalanya. "Jangan ikut campur urusan mereka, Agasshi. Anda bisa terluka nanti."
"Lalu, aku harus membiarkan wanita itu dipukuli?" tanya Yoo Ri. "Apa kau tidak merasa kasihan pada wanita itu, Ajumma?"
Pelayan itu terdiam memandangi nonanya lalu melihat kearah pria dan wanita tersebut. Sebenarnya ia merasa kasihan juga pada wanita malang itu, apalagi tidak ada seorangpun dari mereka yang melihat kejadian itu, membantu sang wanita. Tapi, di satu sisi jika terjadi sesuatu kepada nonanya ini, bisa-bisa dirinya terkena hukuman dari Nyonya Ahn.
"Ajumma, jika sampai terjadi sesuatu padaku, aku akan membelamu agar tidak terkena omelan eomma nanti," ujar Yoo Ri meyakinkan pelayannya itu.
Pelayan wanita itu menghela napasnya dan mengangguk pelan. Ia benar-benar sudah pasrah dengan yang akan terjadi nanti.
Yoo Ri tersenyum sejenak sebelum akhirnya melangkahkan kakinya untuk mendekati kedua orang itu. Aksinya itu tentu saja mendapatkan perhatian dari orang-orang yang melihatnya, bahkan ada beberapa orang yang saling berbisik.
"Jika kau tidak ingin menjadi seperti ini, seharusnya kau lunasi utangmu itu! Dasar tidak tahu diri!"
Pria itu hendak menampar wanita tersebut, namun tangannya berhasil ditahan oleh Yoo Ri. Sontak saja itu membuatnya menoleh ke belakangnya, menatap dengan tajam ke arah Yoo Ri.
"Ajeossi, hentikan!" seru Yoo Ri dengan begitu tenang.
Pria itu mendengus ketika mendengar apa yang diucapkan Yoo Ri tadi. Ia menghempaskan tangannya dari cengkraman tangan Yoo Ri, lalu berbalik dan mendekati gadis di hadapannya itu.
"Agasshi, kau tidak usah ikut campur, mengerti? sekarang sebaiknya kau pulang," ujar pria tersebut. "Sana pulang."
"Ajeossi, kau tahu? Melakukan kekerasan terhadap wanita itu---"
Plak!
Shin Yoo Ri terkejut saat pipinya ditampar dengan sangat keras oleh pria itu. Bahkan ia nyaris tejatuh akibat kuatnya tenaga dari pria itu. Pipinya terasa panas dan sakit sekarang, tetapi ia berpura-pura untuk tetap tenang, walaupun sebenarnya ia ingin menangis saat ini. Ini kali pertama ada orang yang menamparnya, bahkan orangtuanya sendiripun tidak pernah sampai menampar jika dirinya melakukan kesalahan.
"Agasshi, sebaiknya kau diam saja! Ini urusanku dengan wanita itu! Jadi kau tidak perlu ikut campur, mengerti?"
"Jika kau tidak melakukan kekerasan aku pasti tidak akan ikut campur urusan kalian, tapi aku sama sekali tidak bisa tinggal diam melihat wanita itu dipukuli oleh pria keji sepertimu!" ujar Yoo Ri dengan intonasi suara yang meninggi.
"Gadis ini benar-benar mencari mati!"
Pria itu hendak melayangkan tamparannya lagi pada Yoo Ri yang segera memejamkan kedua matanya. Akan tetapi kali ini ia tidak berhasil melakukannya, karena tangannya itu segera dipelintir ke belakang oleh seorang pemuda yang berdiri di belakangnya.
"Apa kau tidak malu menjadi bahan tontonan orang-orang? Atau kau memang sengaja bertindak seperti ini agar mereka semua tahu akan kemarahanmu?"
Ucapan pemuda itu membuat Yoo Ri yang masih memejamkan kedua matanya itu, membuka matanya karena merasa tidak asing dengan suara dari pemuda tersebut. Dan ketika ia melihat wajah dari pemuda itu, Yoo Ri nampak terkejut karena pemuda itu rupanya adalah orang yang beberapa waktu lalu mengambil norigae incarannya.
"Ya! Siapa kau? Jangan ikut campur urusanku! Dan lepaskan tanganmu dari tanganku!"
"Sama seperti yang dikatakan agasshi itu tadi. Aku tidak akan ikut campur jika kau tidak melakukan kekerasan. Sekarang jawab pertanyaanku, apa masalahmu dengan wanita pedagang itu?"
"Dia memiliki utang kepadaku, ia berjanji akan melunasinya hari ini tetapi saat aku tagih dia sama sekali tidak dapat membayarnya."
Pemuda itu yang tidak lain adalah Pangeran Agung Jaehyang melepaskan tangan dari pria tersebut yang segera berbalik menghadapnya. Ia lalu merogoh kantong lengan bajunya dan mengeluarkan segenggam uang. "Ambil itu, jika masih kurang kau bisa mencariku," ujarnya sembari melemparkan uang itu pada pria tersebut.
Pria itu menangkap uang yang begitu banyak itu, menghitung sejenak lalu seulas senyuman tersungging di wajahnya. "Ini cukup untuk melunasi utang wanita itu. Terima kasih, Nari."
"Terserah, cepat pergi sekarang juga, sebelum aku berubah pikiran!"
"Baik."
"Agasshi kau---"
Ucapan Jaehyang terpotong saat Yoo Ri justru berjalan melewatinya dan menghampiri wanita pedagang itu. Jaehyang menghela napasnya sejenak lalu berjalan mendekati kedua perempuan itu. Tidak hanya Jaehyang saja yang menghampiri Yoo Ri dan wanita tersebut, pelayan dari Nyonya Ahn juga ikut menghampiri mereka dengan raut wajah yang sangat khawatir.
"Agasshi! Aigoo! Sudah kuduga akan seperti ini," ujar pelayan wanita itu sambil mempehatikan wajah Yoo Ri. "Lihat, sudut bibirmu sampai berdarah!"
"Aku baik-baik saja," jawab Yoo Ri pelan lalu mengalihkan pandangannya pada wanita pedagang itu. "Ajumma, kau baik-baik saja? Apa perlu ke tabib?"
Wanita itu tersenyum lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Saya baik-baik saja, Agasshi. Terima kasih sudah mau membantu saya," ujarnya seraya membungkukkan badannya sedikit.
"Kau yakin tidak perlu ke tabib, Ajumma?" kali ini Jaehyang yang bertanya sambil mendekati ketiga orang itu.
"Saya yakin, Nari. Dan terima kasih nari, karena sudah membantu melunasi utang saya. Tapi bagaimana cara saya untuk membayar Anda? saya sama sekali tidak memiliki uang," ujar wanita tersebut ketika Jaehyang sudah berada didekatnya.
"Tidak perlu ajuma, kau tidak usah membayarnya," jawab Jaehyang dengan senyuman di wajahnya itu. "Aku ikhlas membantumu."
"Ternyata kau orang yang baik hati, norigae doryeon-nim."
"Norigae doryeon-nim? Apa ...." Jaehyang terdiam, ia memperhatikan wajah Yoo Ri yang terasa familiar di matanya. Satu detik kemudian ia baru menyadari jika gadis itu adalah gadis yang ditemuinya saat membeli norigae. "Ah rupanya kau, aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu lagi. Dan, tolong maafkan aku karena sudah merebut norigae incaranmu itu."
"Ya tidak masalah doryeon-nim, lagipun setelah kau pergi halmeoni penjual itu memberiku pilihan norigae yang jauh lebih cantik dari yang kau beli itu," jawab Yoo Ri.
"Begitukah? Syukurlah, aku jadi tidak merasa bersalah lagi."
"Ehm, maaf," panggil wanita itu membuat ketiga orang itu segera menoleh ke arahnya. "Sebagai tanda terima kasihku, silakan masuk ke dalam. Saya akan menyiapkan makanan untuk Anda bertiga secara gratis."
"Ah itu tidak perlu ajuma, lagi pula aku ikhlas membantu Anda," ujar Jaehyang yang justru mendapatkan sebuah cubitan kecil dari Yoo Ri. Sontak saja itu membuat Jaehyang menatap gadis tersebut dan bertanya kenapa.
"Dia sudah menawarkan, jadi sebaiknya kita terima saja," jawab Yoo Ri dengan suara nyaris berbisik.
"Baiklah ajuma, kami akan masuk ke dalam."