"Gimana perkembangan bang Bara sama kak Dila?" Tanya Rere pada Tia. Mereka sedang melakukan panggilan video call. Rere berada di restoran. Ia istirahat makan siang setelah belanja bulanan. Rere pergi ke mall seorang diri. Leon dititipkan pada Ainil dan Herman. Kedua orangtuanya tak ingin berpisah dari Leon meski hanya sedetik.
"Gue ada info penting buat lo," ucap Tia bersemangat.
"Apa?" Rere mendekatkan wajahnya ke layar iPhone.
"Enggak segitunya Re. Itu muka bisa di kondisikan? Dekat amat. Gue kayak liat kuntilanak." Tia malah horror melihat rambut panjang Rere tergerai.
Rere menjauh dari layar iPhone. "Apa infonya?"
"Gue sudah pastikan jika triplets memang darah daging Pak Bara. Sayangnya kak Dila sudah menikah lagi dan punya anak tiri berusia enam tahun." Tia mengucapkannya dengan nada sedih.
Wajah Rere sendu. Dila sudah menikah lagi. Harapan mempersatukan Bara dan Dila sudah pupus. Rere merasa tak bersemangat namun hatinya berkata lain. Dila tidak mungkin menikah lagi karena sangat mencintai Bara.
"Lo sudah selidikin? Apa benar kak Dila sudah menikah?"
"Belum sich." Tia gigit jari. "Gue lupa sampaikan kemarin kronologi kenapa kak Dila bisa hamil anak Pak Bara."
"Bagaimana ceritanya?"
"Ketika kak Dila pergi meninggalkan Pak Bara, dia dalam kondisi hamil. Program bayi tabung mereka berhasil. Gue enggak sengaja dengar pas di kamar mandi kak Dila nangis sambil bilang aku udah melahirkan ketiga anak kamu Bara. Gue penasaran lalu curi sampel rambut anak cowok dan ceweknya kak Dila. Ternyata 99,99 persen DNA mereka cocok dengan Pak Bara." Tia bercerita panjang lebar. Kuala Lumpur merupakan rumah kedua baginya. Koneksi Tia cukup kuat disana sehingga ia bisa melakukan tes DNA dengan mudah dan hasilnya cepat diketahui.
"Benarkah?" Wajah Rere berseri-seri. Ikut berbahagia mengetahui anak kandung Bara. " Lo emang bisa diandalkan Tia. Secara hukum bang Bara dan Kak Dila masih suami istri. Kak Dila enggak bisa nikah lagi sebelum mengurus perceraiannya dengan bang Bara."
"Bisa aja nikah siri Re," celetuk Tia ngasal.
"Bodoh banget kak Dila mau nikah kalo statusnya siri. Rugilah."
"Lo lagi dimana?"
"Gue lagi di mall. Makan dulu setelah belanja bulanan. Leon gue tinggal di rumah sama bunda dan papa."
"Enak banget lo jadi emak orang. Punya anak tapi kayak gadis. Enggak capek urus anak."
"Sial lo!" Rere tersenyum manis. "Tia."
"Ya?"
"Pertemuan bang Bara dan kak Dila di KL jangan lo kasih tahu teteh Dian. Gue enggak mau dia tahu dulu."
"Kenapa? Bukannya Bu Dian harus tahu?"
"Teh Dian bisa mengacaukan semua rencana kita. Lo tahu gimana kalo dia yang bertindak. Dia akan memaksa kak Dila untuk kembali ke bang Bara. Lo tahu sendiri abang gue hilang ingatan. Gue ingin kak Dila dan bang Bara bersama tapi bukan karena terpaksa. Meski abang gue lupa sama kak Dila tapi gue yakin jika mereka sering bertemu, lambat laun bang Bara pasti akan ingat siapa istrinya. Dia sangat mencintai kak Dila. Jika tak cinta mana mungkin ia mencari tahu tentang mantan istrinya. Teh Dian dan Papa selama ini membohongi bang Bara. Maksud mereka baik, tapi menurut gue keputusan mereka salah. Sampai kapan mereka akan membiarkan bang Bara hidup dalam kepalsuan?"
"Lo benar. Gue akan membantu lo. Gue akan kerahkan semua kemampuan gue untuk mempersatukan mereka."
"Cari tahu siapa suami kak Dila! Pastikan pernikahan mereka tercatat apa tidak. Jika tercatat kita bisa menggugat kak Dila karena melakukan pernikahan tanpa cerai terlebih dahulu. Jatuhnya poliandri."
"Apa rencana lo sebenarnya Re?" Tia bergidik ngeri.
Rere menceritakan analisisnya pada Tia dan memberi tahu rencana apa yang akan dilakukan untuk mempersatukan Bara dan Dila.
"Gila Re. Lo kok sampai kepikiran sampai kesana?" Tia terperangah. Shock mengetahui rencana yang telah disusun Rere.
"Gue kepikiran aja. Apa yang gue ceritakan masuk akan bukan?"
"Masuk akal sich Re cuma..."
"Cuma apa?"
"Apa ini tidak terlalu ekstrim?"
"Tidaklah. Malah ini akan memastikan perasaan mereka berdua."
"Baiklah kalo begitu. Ngehhh ndoro….." Tia mencibir Rere seakan majikannya.
"Sekali lagi lo bilang ngehhh ndoro gue bakal minta abang Bara mutasi lo ke cabang Makassar."
"Ampun…..Gak kuat Re." Tia memelas.
"Mbak bisa minta kecapnya?" Seorang cowok mendekati meja Rere. Ia ingin mengambil kecap di meja Rere. Kebetulan kecap di mejanya telah habis. Posisi Rere membelakangi si pria sehingga wajahnya tak terlihat.
"Silakan," ucap Rere tanpa menoleh pada si pria.
Pria yang meminta kecap kaget mendengar suara Rere. Suara Rere tak asing baginya. Ia memicingkan mata. Ia berjalan ke depan memastikan bahwa ia tak salah orang. Pria itu menatap Rere lekat.
"Rere," panggil pria itu dengan wajah sumringah.
Rere berpaling dengan kamera masih menyala.
"Angga," lirih Rere memanggil si pria. Tak menyangka mereka akan bertemu setelah bertahun-tahun tak berjumpa. Angga adalah kekasih Rere waktu kuliah di Malaysia.
"Rere akhirnya aku ketemu kamu lagi." Angga reflek ingin memeluk Rere namun wanita itu segera menghindar.
"Angga tolong jaga jarak. Kamu enggak bisa peluk aku seperti dulu. Kita bukan lagi sepasang kekasih. Harap kamu ingat itu," kata Rere dingin.
Tia jadi penonton. Ia juga shock Rere dan Angga tak sengaja bertemu di mall.
"Ya ampun Angga." Tia ikut khawatir.
Rere menyadari panggilan video call dengan Tia masih terhubung. Rere memencet tombol merah mengakhiri panggilan mereka.
"Sial. Rere malah matiin," umpat Tia melempar iPhone ke atas ranjang.
"Kamu kemana aja selama ini Re?" Angga menyentuh pundak Rere. Rindu yang telah memuncak akhirnya terobati. Mereka pasangan serasi sewaktu kuliah. Banyak mahasiswa yang iri dengan kemesraan mereka.
"Aku disini aja." Rere menahan air matanya. Bertemu mantan kekasih memberikan debar lain di jantungnya.
"Kenapa kamu pergi meninggalkan aku Re?"
"Bisa enggak kita bahas masalah ini?" Rere dalam mode jutek.
"Kabar kamu gimana?" Angga mengalah dan mengalihkan topik pembicaraan.
"Baik Ngga. Kamu gimana?"
"Kurang baik Re sejak kamu tinggalin."
"Bisa kita enggak bahas hubungan kita di masa lalu Angga? Kamu harus move on. Kita sudah tak punya hubungan apa-apa."
"Selagi kita belum ada kata putus kita masih sepasang kekasih."
"Angga kita PUTUS," ucap Rere spontan. Ia sangat emosional.
"Tega kamu Re."
"Aku memang tega." Rere malah meluruskan ucapan Angga hingga membuat hati pria itu hancur berkeping-keping .
Kamu berubah Re? Kamu bukan Rere yang aku kenal dulu? Apa yang terjadi hingga kamu bisa berubah sedrastis ini? Angga berbisik dalam kalbu.