Chereads / Terjerat Pesona Duda Tampan / Chapter 20 - Bencana

Chapter 20 - Bencana

Bumi berguncang dengan kuat. Alam seakan bergejolak melampiaskan kemarahannya. Perlahan-lahan akibat guncangan hebat bangunan kokoh dan kuat runtuh seperti laksana istana pasir di tepi pantai. Semuanya rata dengan tanah. Pekikan dan teriakan anak manusia terdengar di indera pendengaran. Semua berteriak minta tolong memanggil anggota keluarga masing-masing.

Jika alam sudah marah tak ada manusia yang sanggup meredakan kemarahannya. Gelombang tsunami mengganas. Menghempaskan dan menenggelamkan apa yang bisa ia tenggelamkan. Laut memuntahkan isi perutnya. Terlalu marah dengan manusia yang telah merusak alam, menghancurkan terumbu karang, dan membuang sampah ke lautan. Kini laut sudah melepaskan amarahnya. Seketika manusia sadar jika telah berbuat dosa dan khilaf.

Suara ibu, ayah dan anak saling bersahutan. Mereka menangis pilu meratapi kehilangan keluarga mereka. Terjangan tsunami telah berhenti. Menyisakan banyak mayat yang bergelimpangan. Belum semua para tamu Pangkor Laut Resort pulang ke KL. Mereka berada di tengah laut namun terjangan tsunami menghempaskan mereka dari atas kapal.

"Ibu.….." teriakan seorang anak sangat menyayat hati manakala ia sadar tak bersama dengan orang tuanya.

"Ayah…..".

"Anakku dimana kau?"

"Daddy. Mommy. Where are you?"

*****

Dino terhenyak kala mendapatkan berita jika terjadi gempa dan tsunami di pulau Pangkor. Dino sudah berada di Kuala Lumpur sehingga ia dan anak-anak selamat. Guncangan gempa terasa hingga kota Kuala Lumpur. Seluruh warga kota panik dan ketakutan kala gempa besar terjadi. Bumi berguncang keras. Hanin dan triplets memeluk Dino ketakutan.

Dino menghidupkan televisi untuk menonton berita. Rasa bersalah menyergap Dino kala melihat berita Pangkor Laut Resort luluh lantak, rata dengan tanah. Mayat bergelimpangan di sekeliling pulau. Ini kedua kalinya Dino menangis karena kehilangan orang penting dalam hidupnya. Pertama Ananya, kedua Dila.

Rasa bersalah semakin dalam ketika melihat triplets. Jika Dila jadi korban maka anak-anak akan jadi anak piatu. Dino benar-benar menyesal karena telah meninggalkan Dila di Pangkor Laut Resort. Seandainya ia tak emosi dan meninggalkan Dila mungkin wanita itu tidak akan menjadi korban.

"Mahu kemana you Dino?" Pekik seorang wanita paruh baya bicara dengan aksen Melayu Inggris.

"Mama kapan datang?" Dino kaget melihat sang ibu sudah ada di rumah. Mamanya pulang ke Jakarta karena kangen dengan Lusi, saudarinya. Sudah hampir sebulan Lala di Jakarta. Mama Dino kembali ke KL ketika mereka pergi ke Pangkor Laut Resort.

"Empat hari yang lampau. Mana Dila? Kau tak apa-apa nak? Tadi gempa. Bagaimana cucu-cucu mama?" Lala khawatir.

"Baik-baik saja ma," lirih Dino dengan suara berat. Bagaimana ia mengatakan jika Dila ia tinggalkan di pulau Pangkor.

"Mana Dila?" Lala mencari keberadaan Dila.

"Ma ini salah Dino. Kami berantem dan aku tinggalkan Dila di Pangkor Laut Resort."

"Dino kau." Darah Lala menggelegak kala tahu Dino tega meninggalkan Dila, apalagi ia tahu terjadi tsunami di pulau itu. Lala ingin menampar Dino namun ia urungkan. Ia tak mau menuruti emosinya meski Dino pasrah ketika ditampar.

"Cari Dila sampai ketemu. Bagaimana keadaan dia? Apa yang harus aku katakan pada Lusi." Lala menangis haru. Ia mendekati anak-anak dan memeluk mereka.

"Oma," teriak keempatnya memeluk Lala.

"Kau harus bertanggung jawab mencari ibu mereka sampai ketemu. Jika Dila ditemukan dalam kondisi meninggal mama tidak akan memaafkan kamu Dino."

"Ba-baik Ma." Dino bicara dengan bibir gemetar. Ia segera pergi ke posko bencana tsunami pulau Pangkor untuk mencari tahu keberadaan Dila.

*****

Jakarta, Indonesia

Dian, Zico, Rere, Ainil dan Herman shock menonton berita di televisi. Pulau Pangkor diterjang tsunami. Pulau itu luluh lantak. Mayat wisatawan dan warga lokal berserakan dimana-mana. Sebelum tsunami terjadi di dahului gempa cukup kuat. Getarannya terasa sampai ke Penang dan Kuala Lumpur.

"Bukannya Bara ada di Pangkor Laut Resort?" Wajah Herman pucat. Pria paruh baya itu nyaris tumbang jika tidak di pegang oleh Ainil.

"Papa." Ainil mulai menangis. Ia juga khawatir dengan kondisi Bara. Meski anak tiri, Ainil menyayangi Bara seperti anak kandung.

"Bang Bara, Tia." Mulut Rere terbuka lebar. Sahabat dan kakaknya menjadi korban tsunami.

"Kalian harus cari tahu dimana Bara," pekik Herman pilu. Ia tak siap kehilangan Bara. Jika Bara meninggal karena peristiwa itu ia akan sendirian tanpa anak kandung.

"Aku harus ke KL," ucap Dian mengangetkan semuanya. Dian mengelus perutnya. Meski kondisinya hamil besar tak menyurutkan keberaniannya.

"Mami jangan gila." Zico memarahi Dian. Mana mungkin ia mengijinkan istrinya ke KL mencari Bara dalam keadaan hamil besar.

"Tapi pi.…" Dian berusaha membujuk suaminya.

"Tidak ada tapi...tapi... Papi akan minta anak buah papi yang mencari Bara. Mana tahu nanti ada gempa susulan disana. Papi tidak izinkan mami pergi. Ingat Alvin, Alana dan bayi dalam kandungan mami."

"Zico benar Dian. Kamu tidak boleh pergi. " Herman sependapat dengan Zico.

"Lalu bagaimana kita mencari tahu tentang bos."

"Biar aku yang ke KL. Kalian jaga Leon disini," ucap Rere dengan tangan gemetar. Meski ia trauma datang ke KL karena hampir mati karena menyelamatkan Gesa namun Demi Bara ia hilangkan rasa trauma itu. Rere harus datang untuk memastikan semuanya.

"Kamu yakin Re?" Ainil malah kaget.

"Yakin bunda. Abang dan sahabatku disana. Jika bukan aku siapa yang datang kesana?" Rere malah menangis. Ia menangis tanpa suara.

"Sama siapa kamu akan pergi?"

"Dengan saya." Angga tiba-tiba muncul.

Semuanya kaget melihat cowok tampan berkumis tipis dan cambang yang cukup lebat. Senyumnya manis sekali mengalahkan manisnya gula Jawa.

"Siapa kamu?" Ainil menunjuk Angga.

Jantung Rere berdebar-debar. Napasnya naik turun kala Angga datang ke rumah dan mendekati keluarganya. Kenapa pria itu tidak menyerah untuk mengejar cintanya?

"Saya Angga tante." Angga mendekati Ainil lalu bersalaman. Angga juga bersalaman dengan Herman. Kedua orang tua itu merasakan keanehan.

"Siapa kamu? Kenapa bisa masuk ke dalam rumah?" Dian menatap sinis pada Angga. Meski pria itu tampan namun rasa waspada itu tetap ada.

"Maaf saya menyelonong masuk rumah. Saya sudah panggil Rere namun tidak ada yang keluar."

"Apa hubungan kamu dengan Rere?" Dian malah berkacak pinggang merasa curiga dengan Angga.

"Dia.…." Rere melotot pada Angga.

"Saya papa Leon," potong Angga cepat.

Plak.….

Dian emosi lalu menendang Angga hingga tersungkur membentur dinding rumah.

Angga tumbang bersimbah darah. Zico meringis menahan napas. Meski hamil kekuatan istrinya tidak hilang, malah semakin kuat.

"Angga," pekik Rere membantu Angga bangkit.

"Kamu bodoh atau apa?" Rere malah marah dengan kenekatan Angga.

"Terserah kamu bilang aku bodoh atau apa. Aku hanya ingin bertanggung jawab sama kamu." Angga bicara dengan napas tersengal-sengal.

"Andai kamu bilang jika hamil kala itu. Aku tidak akan lari Re. Aku akan tanggung jawab. Maaf membiarkan kamu dan Leon sendiri menghadapi dunia. Sekali lagi maaf," ucap Angga menyesal.

"Apa maksud semua ini Re?" Ainil