Chereads / Terjerat Pesona Duda Tampan / Chapter 8 - Rere Hamil

Chapter 8 - Rere Hamil

Berkat koneksi sang kakak Rere bisa menamatkan kuliahnya meski telah berada di Jakarta. Seharusnya mereka wisuda hari ini, namun karena kondisi yang tidak memungkinkan maka hanya Tia yang datang wisuda. Tia segera balik ke Jakarta setelah acara selesai.

Lega….Rere bernapas lega karena berhasil melewati mimpi buruk dalam hidupnya. Sempat kepikirantentang Angga. Rere membuang jauh Angga dari pikirannya. Pria itu telah menggoreskan luka di hatinya. Hari itu Angga telah berubah menjadi sosok yang menyeramkan baginya. Seharusnya Angga merangkulnya melalui masa-masa sulit namun nyatanya pria itu mau menghancurkan masa depannya.

Rere baru saja mandi. Ia memperhatikan bentuk tubuhnya. Ada yang berbeda dengan tubuhnya. Ada yang membengkak. Rere mematut diri di depan kaca besar. Memperhatikan perutnya yang mulai membuncit.

"Kenapa perutku membuncit? Aneh. Apa ini?" Rere menyentuh perutnya. Matanya membelalak memikirkan sesuatu. Rere sangat ketakutan. Apa jangan-jangan dia hamil? Sudah enam bulan ini Rere tidak datang bulan. Menstruasi Rere tidak teratur karena gangguan hormon. Jadi selama enam bulan ini tidak menstruasi tak curiga sama sekali. Rere baru menstruasi saat berusia delapan belas tahun. Ia mengalami mens pertama setelah berkonsultasi dengan dokter.

Rere panik menghubungi Tia. Untung saja Tia segera mengangkat teleponnya. Saat ini Tia sudah bekerja sebagai sekretaris Bara, abang Rere.

"Assalamualaikum Re," sapa Tia ramah.

"Walaikumsalam Tia." Rere bergetar menyebut nama Tia.

"Kenapa Re?" Firasat Tia tidak enak.

"Perut gue membuncit Tia. Ini aneh. Gue baru sadar sudah enam bulan tidak datang bulan. Kalo gue hamil gimana Re? Apa mungkin gue hamil anak pria itu?" Rere menangis terisak-isak.

"Lo jangan panik. Kita ketemuan ya. Kita coba testpack dulu. Semoga enggak hamil."

Rere dan Tia janjian di sebuah kafe. Tia memberikan testpack pada Rere. Berharap hasil testnya negatif.

Rere keluar dari kamar mandi dengan wajah murung. Ia memberikan hasil testnya pada Tia. Dua garis merah. Mata Tia membelalak kaget.

"Gue hamil Tia. Gue hamil," cicit Rere bercucuran air mata. Shock akan menjadi seorang ibu.

"Berarti selama ini lo hamil Re tapi tidak sadar. Kita harus ke dokter mengecek kandungan lo."

"Enggak mau. Gue takut. Bunda pasti cekik gue." Rere ketakutan menolak usul Tia.

"Kita harus pastikan dulu kehamilan lo. Apa anak ini baik-baik saja. Jika kandungan lo masih muda kita bisa menggugurkannya."

"Tidak mungkin Tia. Gue rasa kandungan gue sudah enam bulan."

"Kita ke dokter dulu untuk periksa."

Tia membawa Rere ke dokter kandungan. Rere berbaring di atas brankar. Perawat menaikkan pakain Rere ke atas lalu mengoleskan gel ke perutnya. Dokter Uty menggerakkan alat USG di perut Rere.

"Kehamilannya sudah 26 Minggu. Ini kepala bayi, ini lengannya dan ini kakinya." Dokter Uty menunjukkan kondisi si bayi.

"26 Minggu dokter?" Tia berusaha menyembunyikan rasa kagetnya.

"Benar. Ini jenis kelaminnya sudah kelihatan."

"Perut teman saya ini masih rata masa sudah enam bulan?"

"Usia kandungan seorang wanita tidak berpatokan dengan rata atau buncitnya perut. Kadang yang punya lemak tipis di perut ketika hamil malah tidak kelihatan sama sekali."

"Anaknya laki-laki apa perempuan dokter?" Tanya Tia bak seorang suami.

"Ini tugu monasnya." Dokter Uty menunjukkan kelamin sang bayi.

"Bayinya laki-laki ya dokter?"

"Benar."

Sepulangnya dari rumah sakit Rere sangat terpukul. Entah kenapa nasib buruknya tidak kunjung berhenti. Bayi dalam kandungannya telah mengikatnya dengan pria itu. Rere tak berniat memberi tahu pria itu jika tengah hamil. Ucapan pria itu masih tergiang di telinga.

Menjebaknya demi harta. Gadis kelas bawah selalu meggunakan trik ini untuk mendaptkan harta.

Sakit jika mengingat peristiwa malam itu. Rere melepaskan pakaiannya. Tiba-tiba saja Ainil masuk. Rere lupa mengunci pintu kamar karena linglung.

Mata Ainil membelalak ketika melihat perut buncit Rere. Perut itu buncit bukan karena banyak makan. Sebagai wanita yang pernah hamil dan melahirkan Ainil tahu perbedaannya. Matanya tak lepas dari perut Rere. Ainil menatap putrinya yang tengah ketakutan. Rere segera memakai pakaiannya. Kenapa Ainil bisa tahu secepat ini?

"Kamu hamil Re?" Ainil melongo. Tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Rere menggeleng seraya menangis menatap tasnya yang tergeletak di atas ranjang. Ainil tak percaya begitu saja. Pandangannya tertuju pada tas yang ada di atas ranjang. Tatapan Rere tak lepas dari sana. Ainil menggeledah tas Rere untuk mencari bukti. Ainil menemukan foto USG. Ia pandangi foto USG tanpa berkedip.

"Apa ini?" Ainil shock melemparkan foto USG ke wajah Rere.

Rere berlutut di depan sang bunda. "Bunda…Aku bisa jelaskan.

"Sapa sing nggawe sampeyan meteng?"

(Siapa yang menghamili kamu)

Rere hanya diam tak memberikan jawaban. Hanya air mata yang menjadi jawaban. Ainil tak puas. Kesal dan kecewa pada sang putri karena hamil diluar nikah.

"Ngomong karo bunda, nduk."

(Bicara pada bunda nak).

Rere masih bungkam. Tangisannya semakin keras dan kencang. Sebagai seorang ibu perasaan Ainil tercabik-cabik. Anak gadisnya sudah tak suci. Kesuciannya telah direnggut orang yang tak pantas mendapatkannya.

"Ngomongo Rere. Aja nggawe bunda gelo. Bunda, kirimke sampeyan menyang sekolah ing luar negeri supoyo dadi bocah sing cerdas, dudu gawe aib. Bunda kuciwa karo sampeyan. Bapakmu ing kuburan mesti nagis, ngersulo nyawang tumindake putrine. Napa sampeyan koyo ngene nduk? Pateni wae bundamu iki."

(Katakan Rere. Jangan buat bunda kecewa. Bunda sekolahkan kamu di luar negeri buat jadi anak pintar bukan buat aib. Kecewa bunda sama kamu. Ayah kamu di dalam kubur pasti menangis meratapi kelakuan putrinya. Kenapa kamu lakukan nak? Bunuh saja bunda).

"Nyuwun pangapunten bunda. Aku ora bisa ngomong. Nuwun sewu aku nggawe bunda kecewa lan lara ati."

(Maafkan aku bunda. Aku tidak bisa mengatakannya. Maafkan aku membuat bunda kecewa dan terluka).

"Sampeyan wis ngelempar rereget ing rai. Kudu pie masang rai iki Rere. Apa sing dikandhakake wong-wong yen sampeyan meteng anangeng ora duwe bebrayan?"

(Kamu telah melempar kotoran ke wajah bunda. Mau taruh dimana muka ini Rere. Apa kata orang kamu hamil diluar nikah?).

"Bilang enggak sama bunda siapa pria yang menghamili kamu?" Ainil kembali emosi kala Rere tak mau bicara.

"Kamu anakku satu-satunya. Anak gadis tapi tidak bisa menjaga harga diri. Ayah kamu pasti akan menangis dalam kubur melihat bunda tidak bisa mendidik anaknya. Bunda kecewa sama kamu Re. " Ainil murka lalu memukul lengan Rere. Ia tak habis pikir dengan sikap keras kepala putrinya.

"Pukul saja aku bunda. Jika perlu cekik saja aku sampai mati. Aku bukan anak yang membanggakan," ucap Rere putus asa. Rasa sakit pukulan Ainil belum seberapa dengan rasa sakit di hatinya.