Chereads / ELBE'S LOVE STORY / Chapter 10 - BAB 9

Chapter 10 - BAB 9

Sehari sebelum Nina dan Lintang bertemu di studio tari. Pak Pramodya sedang melakukan panggilan telepon kepada Pak Mertodimedjo. 

"Halo assalamu'alaikum, Di Mas," sapa pak Pramodya pada Pak Merto setelah panggilan itu tersambung. 

"Wa'alaikumsalam inggih, Kang Mas," jawab Pak Merto. 

"Gimana ini. Si Lintang berkeras juga gak mau nikah. Seminggu lagi dia mau balik ke Jerman. Di Mas punya solusi. Judeg pikiranku," keluh Pak Pramodya.

Pak Merto diam berpikir. 

"Kebetulan saya suruh si Nina cari kakaknya ke Jerman, tapi nanti pas liburan semester dua minggu lagi," terang Pak Merto. 

"Nah, bagaimana kalau Nina kita suruh berangkat secepatnya bersama Lintang saja ke Jerman cari si Ayu. Toh Nina kan belum tahu Jerman, siapa tahu Lintang berkenan menemani Nina di sana,"saran Pak Pramodya sambil tersenyum.

"Ide bagus tapi apa mau Nina sama Lintang berangkat sama-sama?" tanya Pak Merto. 

"Itu urusanku. Terima beres si Nina, yang penting mereka bisa berdua," ucap Pak Pramodya sambil tertawa kecil. 

"Inggih leres...leres...,"* ucap Pak Merto membenarkan sambil tertawa merasa ide Pak Pramodya cukup jitu.

Kedua ayah itu sepakat membuat Nina dan Lintang dekat dengan cara mereka. Pak Merto menghubungi sebuah nomor lain setelah berbicara dengan ayah Lintang. Tertera di gawai nama Puguh. 

"Halo Guh," sapa Pak Merto. 

"Inggih, Pak," jawab Puguh Lalu mereka membicarakan sesuatu yang sangat rahasia.

*** 

Gending selesai, Puguh pun berhenti menari bersama pasangannya. Para mahasiswa mulai bergerak belajar menari. Puguh melihat kedatangan kedua tamunya langsung tersenyum.

"Nina!" sapa Puguh.

Nina tersenyum sambil melambaikan tangannya. Puguh berjalan ke arah Nina sambil mengelap wajahnya yang keringatan. Sosoknya tampan, badannya berotot, kulitnya sawo matang dan senyumnya menawan. Tak salah jika sosok itu jadi idola banyak mahasiswanya, tapi bagi Nina sosok seperti itu dianggap biasa, tak ada yang istimewa. Raga tampan dan cantik hanya titipan Allah, jika sudah tua akan layu, jika sudah masuk kubur hanya akan membusuk dimakan binatang pengurai, tak tersisa. 

"Cari aku?" tanya Puguh mantan pacar Ayu. 

"Iya," jawab Nina. 

"Pasti cari alamat si Ayu?" tebak Puguh menyela jawaban Nina.

Nina mengangguk. Puguh menatap sosok yang sedang berdiri di samping Nina. 

"Siapa?" tanya Puguh ke Nina. 

"Kenalkan, saya Lintang," jawab Lintang tegas sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. 

"Oh, calon suami si Ayu tho," ucap Puguh.

Lintang mengangguk. Puguh mencebik seakan meremehkan Lintang. 

"Pantesan Ayu menolak menikah. Kamu bukan tipe Ayu," ucap Puguh.

Nina tersenyum sambil menatap perubahan raut Lintang. Sosok itu hanya tersenyum ironis karena jengkel. Lintang tak ingin mendebat atau membalas ucapan yang menusuk hatinya. Eh kayak situ yang paling tampan sedunia, batin Lintang. 

"Kita bicara di luar, ada hal penting yang ingin kuceritakan pada kalian terkait Ayu," terang Puguh sambil berjalan keluar studio tari menuju selasar lalu duduk di pagar dinding yang pendek.

Nina dan Lintang mengikuti langkah Puguh lalu berdiri di hadapan lelaki gagah itu. 

"Ayu ada di Berlin. Nanti kukirimkan alamat Marlon. Tapi, apakah si Ayu ada di rumah Marlon ataukah tidak, aku tak tahu pasti. Kamu sudah menghubungi nomor si Ayu?" tanya Puguh kepada Nina. 

"Nomornya tidak aktif lagi, kemarin dulu sempat mengirim pesan. Sekarang kami kehilangan kontak," jawab Nina.

Puguh mengeluarkan gawainya dari saku celananya. Dia mencari sebuah nomor kontak. 

"Ini kukasih nomor si Marlon. Lebih baik kalian segera berangkat ke Jerman untuk mencari Ayu. Aku khawatir terjadi sesuatu sama si Ayu. Marlon itu lelaki brengsek. Semoga Ayu tak diapa-apakan oleh lelaki itu," terang Puguh yang membuat Nina dan Lintang terkejut. 

"Apa maksudmu?" tanya Lintang. 

"Marlon itu memiliki latar belakang yang tak baik. Kau akan tahu nanti kalau sudah di Jerman. Aku sudah mengingatkan Ayu untuk tidak berangkat ke Jerman bersama bule itu, tapi dia tetap keras kepala," terang Puguh, lalu menunjukkan sebuah foto.

Nina melihat tangan seorang perempuan yang tersayat dan pipi seorang perempuan yang bengkak karena aksi kekerasan. 

"Yaa Allah, Mbak Ayuuu," seru Nina hendak mengambil alih gawai Puguh, tapi lelaki itu tak mengizinkan Nina mengambil gawai. 

"Ayu yang mengirimkan foto ini seminggu yang lalu. Setelah itu nomornya tak bisa dihubungi lagi. Cepetan saja kalian ke Jerman. Selamatkan Ayu. Sini, Nin, minta nomormu, kukirimi alamat sama nomor si Marlon," terang Puguh.

Nina langsung menyebutkan nomornya kepada Puguh. Dosen tari itu melakukan panggilan ke nomor Nina, lalu mengirimkan nomor Marlon. 

"Sudah ya, aku mau ngajar dulu. Hati-hati di jalan, semoga cepat menemukan Ayu," ucap Puguh sambil berdiri, lalu beranjak masuk ke dalam studio tari.

Lintang dan Nina menatap Puguh yang hilang di balik pintu. Nina langsung beranjak meninggalkan Lintang. 

"Eh kau mau kemana?" tanya LIntang. 

"Aku mau ada acara," jawab Nina. 

"Kuantar?" tawar Lintang. 

"Gak usah, aku masih punya kaki untuk jalan. Kita lain mahram," jawab Nina ketus. 

"Ayolah, kau bisa duduk di belakang. Jauh loh ke gerbang depan," ucap Lintang sambil berjalan menyejajari Nina yang berjalan keluar gedung, "eh, kau yakin foto tadi itu si Ayu?" tanya Lintang yang meragukan foto yang ditunjukkan oleh Puguh.

Nina berhenti melangkah, keraguan Lintang menular kepikirannya. 

"Entahlah, apa benar itu Ayu atau bukan yang pasti aku ingin memastikan dia baik-baik saja," ucap Nina sambil menatap Lintang. 

Lelaki itu diam menatap Nina. 

"Baiklah," ucap Lintang, "kau bisa bahasa Jerman?" tanya Lintang.

Nina menggeleng. 

"Bagaimana pun kau akan tetap meminta bantuanku. Jangan menolak," terang Lintang.

Nina menghela napas menghilangkan rasa kesal di hati. 

"Aku bisa sedikit bahasa Inggris," terang Nina. 

"Tak semua orang Jerman bisa bahasa Inggris," terang Lintang. 

"Baiklah...anggap saja aku terpaksa meminta bantuanmu untuk mencari Ayu," ucap Nina dengan nada ragu. 

"Kau bisa mengandalkanku," ujar Lintang sambil tersenyum.

Nina mengangguk sambil meneruskan langkah menuju jalanan kampus yang ramai mahasiswa lalu lalang. Nina menyadari banyak mahasiswi yang menatap mereka sambil bisik-bisik dan senyum-senyum. Nina lalu menoleh ke arah Lintang yang berjalan santai di sebelahnya. Oh ya, aku sedang jalan sama si Hyun Bin, pantes kalo cewek-cewek itu pada bisik-bisik. Iiih, batin Nina langsung berjalan cepat-cepat. 

"Eh, Nin, parkiran sebelah sana!" seru Lintang pada Nina. 

Nina sadar lalu balik kucing malu-malu menuju ke arah yang ditunjukkan Lintang. Nina masuk ke mobil Lintang. Dia duduk di belakang. Lintang hanya tersenyum melihat tingkah Nina. 

"Oh ya, darimana kau tahu aku ke kampus ini?" tanya Nina.

Lintang tersenyum sambil menyetir mobil sport merahnya. 

"Jangan berpikir terlalu jauh. Aku ke sini bukan karenamu. Aku kenal Puguh sejak dia jadi pacar Ayu. Kakakmu yang mengenalkannya padaku. Kupikir Puguh tahu keberadaan Ayu, jadi aku mendatanginya untuk mencari tahu," jelas Lintang.

Plasss!

Malu memerah wajah Nina merasa terlalu percaya diri jika Lintang sengaja datang ke studio tari karenanya. Ternyata Lintang memiliki pemikiran yang sama dengan dirinya. Puguh pasti tahu keberadaan Ayu. 

"Turunkan aku di halte angkutan di depan gerbang kampus," pinta Nina untuk menghilangkan rasa canggung karena rasa malunya. Dia sudah salah sangka terhadap Lintang.

Sesampainya di halte yang dikehendaki Nina, Lintang menepikan mobilnya. 

"Sudah sampai," ucap Lintang. 

"Terima kasih," ucap Nina cepat-cepat keluar dari mobil. 

Lintang langsung menjalankan mobilnya begitu Nina keluar dari mobil. Nina menatap mobil Lintang yang melaju meninggalkannya. 

"Huh dasar," gerutu Nina lalu berjalan menuju halte di bawah terik matahari. 

Gadis itu duduk di kursi halte. Suara pesan masuk ke dalam gawainya. Sebuah pesan dari ayahnya yang ada di Yogya. 

[Ini kukirimi tiket ke Jerman. Tiga hari lagi. Mumpung ada promo dapat tiket gratis] isi pesan ayahnya, lalu sebuah tiket online masuk ke dalam gawai. 

Nina menghela napas. Mengapa begitu tergesa-gesa? batin Nina sambil menatap nanar jalanan kota Solo yang berfatamorgana karena aspal panas terpanggang matahari.Lintang mendapat pesan dari ayahnya saat masuk ke masjid untuk salat duhur. 

[Kukirimi tiket ke Jerman. Temani Nina cari Ayu di belantara Eropa. Kasihan dia kalau tak ada teman. Selamat jalan, semoga perjalananmu menyenangkan]

Sebuah tiket online masuk. Lintang membukanya, penerbangan tiga hari lagi. Duh, ngusir nih ceritanya, batin Lintang sambil menutup gawainya lalu melangkah naik tangga untuk salat duhur berjamaah.

*Iya ... benar ... benar