Ternyata Leon membawa Jinhee ke dalam bangunan tua. Dia memperkenalkan beberapa ruangan di dalamnya. Ruangan yang kini mereka tempati adalah ruangan perantara—yang kaca jendelanya dipecah oleh Jinhee waktu itu. Di arah belakang adalah ruangan yang Jinhee pakai untuk menyimpan kapsul terbang, dan ruangan setelah itu adalah bagian depan bangunan yang akan dijadikan praktik pertahanan terhadap radiasi nuklir. Dan sebuah ruangan lain di depan mereka adalah ruangan pendingin. Selama praktik berlangsung, Leon akan berada di sana untuk mengawasi dan mengamati reaksi dalam tubuh Jinhee lewat layar monitor khusus. Tentu saja, Leon akan aman dari paparan radiasi.
"Masuklah," kata Leon, sambil mengangguk ke arah ruang radiasi.
Jinhee ragu.
"Cepat," perintahnya, dan Jinhee bergerak menuju ruangan itu.
Ruangan ini sangat tertutup dan didominasi oleh warna biru yang sangat gelap. Di bagian tengah ruangan terdapat semacam tabung yang terbuat dari kaca yang dilengkapi oleh berbagai selang. Dari pengeras suara terdengar, "Masuklah ke dalam tabung itu," suara Leon.
Jinhee meyakinkan dirinya. Dia akan sanggup melewati radiasi ini. Kendalikan saja gelombangnya dan perlambat regenerasi dirinya. Ya, begitu saja. Maka Jinhee melangkah ke dalam tabung kaca itu.
Tabung ini mengunci Jinhee dengan sangat kuat, seolah udara pun tak bisa bebas keluar-masuk. Jinhee semakin gugup.
"Aku akan mulai dari 20 rems, ya? Bersiaplah," kata Leon, melalui pengeras suara.
Jinhee memejamkan kedua matanya, menahan napasnya sebentar, dan berdatanganlah partikel-partikel yang nampak begitu jelas dan menakutkan di mata Jinhee. Mereka berterbangan dengan sangat damai, tenang, lambat, tapi seolah bisa tiba-tiba saja bergerak cepat dan menerkam Jinhee.
Sebisa mungkin Jinhee memaksa dirinya untuk tetap tenang. Karena dengan begitu, dia akan bisa mengendalikan seluruh sel di dalam tubuhnya.
Pengaturan akan dia mulai dari luar. Jinhee menertibkan gerakan ribuan partikel itu, yang mengayun-ayun, berputar-putar, bergelegar-gelegar, dan lainnya. Jinhee akan menyeragamkan gerakan mereka. Dari layar di ruang pendingin, Leon memperhatikan gelombang otak Jinhee. Ada gerakan yang begitu lembut dan tipis di sana. Leon mengamatinya dengan sangat teliti.
Setelah itu, Jinhee akan memerintahkan seluruh sel dalam tubuhnya untuk berbaris rapi, tegap, dan menahan diri dari berkembang dan beregenerasi. Dengan begitu, partikel nuklir menakutkan yang masuk pun tidak akan dengan mudah mengubah barisan mereka. Jinhee berkonsentrasi penuh selama berpuluh-puluh menit ini. Dia nyaris lupa untuk bernapas.
Di dalam dinginnya ruangan lain di seberang sana, Leon memeluk diri sambil tersenyum senang menyaksikan reaksi tubuh Jinhee yang luar biasa itu. Diam-diam dia berpikir, akankah dirinya bisa meniru metode ini? Atau setidaknya menemukan suatu DNA dari Jinhee dan menanamkan DNA itu ke dalam tubuhnya. Ah, ini akan sangat menyenangkan, pikirnya.
Jinhee terdiam beku di dalam tabung kaca yang kelihatannya semakin sesak itu. Dia AKAN bertahan hidup.