"Rea?" panggil Aldy, masih berada dalam panggilannya.
"Iya?"
"Maaf, ya," ucap Aldy.
"Maaf untuk apa?"
"Karena sudah terlambat untuk mengucapkan, selamat ulang tahun, Rea … Aku menyayangimu …."
Jleb!
Rea kembali meneteskan air matanya, kemudian menengadah dan melihat banyaknya lampion yang terbang semakin tinggi, hingga terlihat menggapai bintang yang ada di langit malam itu.
"A—aku juga—"
"Ferdinan juga menyayangimu, Grey, apalagi Rega. Rega pasti sangat menyayangimu, melebihi rasa sayangku, Ferdinan dan juga Grey."
Rea diam, merubah raut wajahnya.
Ia menelan salivanya berulang kali, kecewa dengan lanjutan perkataan dari Rea.
'Aku pikir kamu benar menyayangiku, Al ….'
***
Rea kini berdiri tepat di hadapan Aldy. Ditemani dengan bintang dan juga rembulan yang menerangi malam mereka. Aldy mengajak Rea untuk duduk di belakang mobil, sejenak mengajaknya berbicara.
"Aku tahu, pasti kamu kecewa karena aku tidak datang hari ini, 'kan? Pasti isi pikiranmu sudah menerka yang tidak-tidak tentangku," imbuh Aldy, terkekeh sembari menyeka rambut Rea ke belakang telinga. Tangannya berhenti di pipi Rea, memberikan senyum kepada sahabatnya.
"Tapi kamu memang benar tidak datang di hari ulang tahunku, bukan?" sanggah Rea.
"Tapi sekarang aku sudah datang, Rea. Aku tahu ini sudah terlambat, tapi hari masih belum berganti."
Mata Rea berbinar ketika Aldy berkata seperti itu padanya.
"Rea … jika aku benar sayang padamu, apa kamu bisa menerima?" tanya Aldy dengan tatapan serius. Ucapannya terdengar begitu tulus.
"A—al …."
Al menepiskan tangannya dari pipi Rea. Ia berpaling, mengalihkan pandangannya. Ia mengepal tangannya dengan begitu kuat, seolah ada sesuatu yang ditahan oleh pria itu.
"Al?"
"Rea," panggil Aldy, kembali menoleh pada Rea. "Sudah larut. Kamu segera masuk ke rumah, ya. Besok kita juga harus kuliah," tutur Aldy, mengalihkan pembicaraannya.
"Tapi Al—"
"Yuk, aku temani sampai ke depan pintu," ajak Aldy, kini sudah berdiri dan mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Rea.
Tidak bisa mengelak, Rea pun menurut namun tidak menggapai tangan Aldy.
"Aku masuk sendiri saja. Terima kasih atas kejutannya, Al," ucap Rea segera berlalu, ia tidak memperpanjang masanya bersama Aldy. Bahkan Rea sama sekali tidak menoleh ke belakang lagi, hingga ia masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rumahnya.
Sementara itu, Aldy masih berdiri di depan rumah Rea dengan sejuta penyesalan yang ia rasakan.
"Rea, aku benar sayang padamu. Sejak awal kita bertemu, saat kamu sedang menangis saat itu," gumam Aldy.
Sebuah ingatan yang samar, semakin jelas tergambar dalam pikirannya. Ia ingat, Rea adalah masa lalu yang membuatnya tidak pernah jatuh cinta pada siapapun itu, kecuali pada seorang gadis yang membantunya saat ia hampir tenggelam di kolam renang. Gadis yang membuatnya dengan kukuh memutuskan untuk pindah ke kampus, dimana gadis itu berkuliah. Gadis yang selama ini membuatnya jatuh dan mencinta, tanpa perlu ada yang mengetahui perasaannya tersebut. Gadis itu adalah Areana Mandalika.
Beberapa tahun lalu, Aldy mendapat tugas untuk mengambil nilai olahraga renang. Sebenarnya Aldy tidak bisa berenang dan ia tidak menyukai olahraga berenang. Namun demi mendapatkan nilai praktik olahraga, ia memberanikan diri untuk berenang pada kolam dengan kedalaman 2 meter.
"Aldy, bersiap!" seru guru olahraga yang membuat Aldy jengah, karena diadakannya pengambilan nilai dengan berenang.
Aldy melompat pada kolam dan berusaha untuk menggerakkan kakinya seperti katak dan ayunan tangan untuk dapat menuju ke kolam ujung kolam. Namun sayang, napasnya yang tidak panjang, serta kemampuan renangnya yang rendah membuat Aldy panik dan menggerakkan tubuhnya tidak seimbang, tidak mampu menahan napas lagi di dalam air.
"Aldy …!!!" seruan terdengar dari teman-teman Aldy yang berada di atas kolam.
Priiiiit!!!
"Bantu Aldy!!!" perintah sang guru, dengan pluit yang terus ditiupnya untuk meminta pertolongan.
Jburrr!!!
Seseorang melompat ke dalam air dan berenang ke arah Aldy. Tidak diketahui siapa dia, yang pasti itu adalah seorang perempuan yang terlihat mahir dalam berenang. Ia membantu Aldy yang sudah hampir tenggelam ke dasar kolam, membawa Aldy ke tepi, kemudian dibantu oleh beberapa orang di atas kolam untuk mengeluarkan Aldy dari kolam.
"Aldy sadarlah!"
"Beri CPR!" ucap gadis itu, sembari memompa dada Aldy, membantu mengeluarkan air yang sudah ditelan oleh Aldy, yang kini tak sadarkan diri.
Uhuukk!!!
Aldy menyemburkan air dari mulutnya dan beralih ke sisi kanan, menahan dadanya. Ia batuk dan terus memuntahkan air kolam yang cukup banyak teretelan olehnya.
"Bantu tepuk punggungnya," ucap gadis itu lagi.
"Terima kasih, Dik. Kalau boleh tahu, siapa namanya?" tanya guru Aldy, begitu bersyukur karena muridnya sudah ditolong.
"Areana, Pak."
Areana Mandalika. Ya, dia adalah Rea, yang ternyata sudah sejak lama dicari oleh Aldy, sebagai malaikat penolongnya.
Aldy menoleh dan melihat dengan samar perempuan yang terlihat begitu cantik, perempuan yang telah menyelamatkan nyawanya.
"Sekolah dimana?" tanya murid lain yang terlihat ingin berkenalan dengan Rea.
"Aku hanya pengunjung yang sedang berlibur saja. Aku berasal dari luar kota," jawab Rea, kemudian memilih untuk pamit dan berlalu.
"Areana! Boleh tahu nama media sosialnya?" tanya murid yang lainnya lagi, dengan cekatan mengambil ponsel.
"A—Rea—Na Mandalika," jawab Rea mengejanya.
"Terima kasih!"
Rea menjawabnya dengan senyuman. Ia kemudian berlalu, terlihat seperti menghampiri beberapa temannya, yang terlihat semuanya adalah pria.
"Sepertinya Rea anak band atau perempuan yang tomboy. Semua temannya laki-laki," tutur teman Aldy, yang sejak tadi lebih tertuju pada Rea, bukan Aldy yang baru saja mendapat celaka.
Sejak kejadian itu, teman-teman Aldy selalu meributkan Rea dan selalu membicarakannya saat di kelas. Sayangnya, Aldy lebih banyak diam dan beberapa dari temannya mengatakan kalau Aldy adalah orang yang terlalu cuek dan tidak tahu berterima kasih.
Namun tidak sama dengan kenyataannya, dimana Aldy selalu mengikuti dan mencari tahu keseharian Rea melalu status harian pada media sosialnya. Setelah mengetahui Rea berasal dari kota dimana Aldy berasal, Aldy dengan keyakinannya meminta kepada ibunya untuk dipulangkan dan pindah ke kampus yang berada di kotanya saja.
"Aldy tidak ingin jauh dari orang tua, bu," ujar Aldy memberikan alasan kepada sang ibu.
"Bukankah kamu sendiri yang mengatakan, kalau seorang anak laki-laki harus belajar merantau agar bisa hidup mandiri. Mengapa sekarang kamu minta pindah sekolah dengan pulang ke kota asal?" Ibu Aldy menangkap ada yang tidak beres dengan anak sulungnya tersebut.
"Aldy tidak ingin jauh dari ibu."
Setelah mendapatkan izin dan mengurus segala berkas dan keperluannya untuk pulang ke kota asal dan pindah sekolah, Aldy akhirnya angkat kaki dari kota tempatnya sekolah terbaik yang sejak dulu idamkan dan rela jauh dari orang tua.
Namun sayang, keputusan Aldy untuk pindah sekolah ke sekolah yang sama oleh Rea ternyata tidak membuahkan hasil. Sudah hampir satu minggu ia berada di sekolah itu, namun tidak sekalipun ia bertemu dengan Rea.
"Areana Mandalika maksudnya?" tanya teman sebangkunya, ketika Aldy menanyakan tentang Rea.
"I—iya," jawab Aldy.
"Rea sudah pindah sekolah."