"Lagi dekat dengan seseorang?" tanya Ferdinan.
"Kenapa memangnya?"
"Asyik main handphone. Sedang dekat dengan siapa?"
"Tidak ada Fer … ini Aldy," jawab Rea menunjukkan ponselnya pada Ferdinan.
"Ouh … aku pikir Rega."
"Hm? Rega? Mengapa kamu berpikir demikian?"
"Hans bilang, kalau Rega sedang berusaha untuk bisa dekat denganmu. Dan Hans juga bilang, kalau dia bersedia membantu. Hans benar-benar amnesia teruntuk kamu, Rea," papar Ferdinan.
Rea diam, sejujurnya ia kesal. Orang yang begitu dicintainya, justru ingin membantunya agar dekat dengan pria lain.
"Katakan pada Hans. Tidak perlu membantu, aku akan merespon Rega dan belajar untuk berhenti mencintainya,"
***
Hans melihat pesan yang dikirimkan oleh Aldy. Aldy menanyakan keberadaan Hans, karena sore ini mereka akan latihan band.
Hans memilih untuk tidak membalasnya dulu, karena ia berniat ingin menelpon Aldy, agar lebih jelas dari sekedar pesan chat.
Tidak lama, hanya berselang beberapa menit saja, kelas usai dan seluruh mahasiswa berhamburan keluar dari kelas, menikmati kebebasan tanpa pikiran yang terkuras oleh mata kuliah yang diberikan oleh dosen.
"Halo … Aldy, kamu dimana? Aku sudah keluar kelas. Aku akan pergi ke studio sepuluh menit lagi, ya!"
Suara Hans terdengar cukup jelas. Membuat orang di sekitarnya menoleh dan tertuju padanya. Termasuk Rea, Ferdinan dan juga Rega yang kini sedang berada di depan kelasnya.
"Sepertinya, kita tidak perlu menunggu Aldy. Sore ini ia akan latihan band," ujar Rea terlihat kecewa.
Rega tersenyum, menebak. Rea terlihat kecewa karena Aldy tidak ikut bersama mereka atau karena melihat Hans yang berlalu di hadapannya.
"Rea," panggil Rega.
Rea tersenyum dan menarik lengan tangan Rega untuk segera pergi.
***
Rea hanya melamun, mengaduk sup kambing yang dibelinya di tempat sate Madura langganan mereka. Entah mengapa, Rea terus memikirkan Aldy yang satu band dengan Hans. Ada kekhawatiran tersendiri, jika Aldy menjadi teman dekat Hans.
Rega sedari tadi memperhatikan Rea, yang hanya diam dan terus melamun. Sementara Ferdinan meminta Rega untuk membiarkan dan jangan menegurnya. Ferdinan tahu kalau ada suatu hal yang sedang dipikirkan oleh Rea, meski ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh sabahatnya itu. Tetapi ia tidak ingin mengganggu Rea dan membiarkan Rea tetap seperti itu saja.
"Memikirkan Hans?" tanya Rega berbisik pada Ferdinan.
"Aku juga tidak tahu. Tapi biarkan saja … kita habiskan saja makan kita. Nanti kalau makannya tidak habis, kita bisa menyerbunya," ujar Ferdinan terkekeh.
Rega menyeringai, ternyata permintaan Ferdinan untuk membiarkan Rea tetap melamun, yakni karena ia ingin menghabiskan sup kambing milik Rea.
Ponsel Rea bergetar, itu adalah panggilan masuk dari mama nya.
"Sepertinya mamaku sudah pulang," ucap Rea tanpa menerima panggilan dari sang mama.
"Kamu ingin pulang sekarang?" tanya Ferdinan.
"Aku hanya memberitahu kalian. Santai saja, habiskan dulu makan kita," jawab Rea. "Oh iya … bantu aku menghabiskan sup kambing ini. Sepertinya aku tidak sanggup menghabiskannya sendirian," lanjut Rea.
"Aku bilang juga apa," sahut Ferdinan kepada Rega, seraya terkekeh.
Rea hanya menggelengkan kepalanya, tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Ferdinan.
***
"Terima kasih, Rega …," ucap Rea, ketika Rega mengantarnya pulang.
"Sama-sama. Hmm, Rea! Tunggu," ucap Rega menahan Rea yang hendak keluar dari mobilnya.
"Hm? Kenapa, Rega?" tanya Rea.
"Apa akhir pekan ini kamu ada waktu?"
"Waktu … untuk apa, ya?"
"Aku ingin mengajakmu pergi, jalan-jalan," tutur Rega.
"Apa ini … ajakan kencan?" tanya Rea sedikit memiringkan kepalanya ke kiri.
Rega tersenyum dan kemudian mengangguk.
"Kamu, mau?" tanya Rega, sebenarnya ragu kalau Rea akan menolaknya.
"Iya … jemput aku jam empat sore, ya …."
Rea membuka pintu mobil Rega dan segera keluar dari sana.
Rega diam, melipat kedua bibirnya. Ia melambaikan tangan kepada Rea yang menunggu mobilnya berlalu.
Rega masih menahan dan memilih untuk memutar balik mobilnya, untuk keluar dari komplek tempat tinggal Rea.
"Yes!!!" serunya begitu senang, karena ajakan kencannya diterima dengan mudah begitu saja oleh Rea.
Sementara itu, Rea masih berdiri di depan rumahnya. Menunggu mobil Rega benar-benar berlalu jauh dari pandangan matanya.
'Hans bilang, kalau Rega sedang berusaha untuk bisa dekat denganmu. Dan Hans juga bilang, kalau dia bersedia membantu. Hans benar-benar amnesia teruntuk kamu, Rea.'
Ucapan Ferdinan masih terngiang dan membuatnya yakin pada keputusannya untuk pergi kencan dengan Rega.
"Aldy hanyalah sahabatku … mungkin Rega … yang akan mampu menggantikan posisi Hans di hatiku," gumamnya tersenyum, kemudian memilih untuk berlalu dan masuk ke dalam rumahnya.
***
Aldy terlihat tidak begitu bersemangat, ia memilih banyak diam dan menurut saja pda aransemen yang sudah ditentukan.
Hati Aldy, memang tidak sepenuhnya berada di band ini. Ia merasa tidak enak dengn Rea, karena harus satu band dengan orang yang sedang ingin dilupakan oleh Rea, yaitu Hans, mantan kekasihnya.
"Al, fokus," pinta Hans, yang menyadari kalau Aldy terlihat kurang fokus, sehingga ada rasa berbeda pada pembawaan musiknya.
Aldy tersenyum, mengangguk, kembali memainkan lagu dari awal dan berusaha untuk fokus dengan permainannya.
Selesai latihan, mereka berkumpul di depan sebuah ruko yang bersebelahan dengan studio tempat mereka latihan.
"Al," panggil Hans mendekat pada Aldy.
"Hm? Iya Hans?" tanya Aldy, melihat Hans kini sudah duduk bersebelahan dengannya.
"Ada yang sedang kamu pikirkan?" tanya Hans.
"Hm? T—tidak. Aku hanya memikirkan tugas saja," jawab Aldy berusaha mengelak.
"Apa kamu merasa tidak enak dengan Rea?" tanya Hans.
"Hm? Apa yang kamu bicarakan, Hans. Santai saja," balas Aldy terkekeh.
"Aku tidak memaksa kamu harus tetap berada di band ini. Jika kamu merasa tidak enak pada Rea, kamu boleh berhenti, Al. Persahabatan kalian jauh lebih penting dari band ini," ujar Hans.
"Aku sudah pernah mambahas ini sebelumnya dengan Rea. Dan Rea yang meminta sendiri, agar aku tetap berada di band ini," ujar Aldy, memberikan senyuman kepada Hans.
Hans menepuk bahu Aldy dan kemudian berlalu, bergabung bersama personel band yang lainnya.
Ting!
Ponsel Aldy berbunyi. Ia segera mengambil dari dalam saku celana jeans nya. Sebuah pesan dari orang yang belum pernah ia simpan kontaknya dan ia juga tidak mengenal siapa orang yang menghubunginya dengan foto profil seorang wanita cantik dengan rambut ombre berwarna hijau.
Aldy : Iya?
Balas Aldy, ketika namanya dipanggil dalam chat itu.
Ting!
Wanita itu segera membalasnya.
Namanya adalah Soraya. Ia mengaku mahasiswa yang berada di kampus yang sama dengan Aldy. Namun karena Aldy adalah mahasiswa baru, ia belum begitu banyak mengenal mahasiswa, dosen maupun civitas kampus yang lainnya.
Soraya : Hanya ingin berkenalan denganmu. Aku medapat kontakmu dari temanku, yang kenal denganmu.