"Karena aku hanya ingin ada kamu di dalam hidupku, Rega," ucap Rea.
Rega tersenyum, lega dan juga merasa senang dengan apa yang dikatakan oleh Rea. Ia membelai rambut Rea dengan begitu lembut dan tangannya berhenti pada dagu Rea. Rega menunduk mendekatkan wajahnya pada Rea.
"Rea! Berikan Rega minuman dan juga camilan!" seru Mama Rea dari dapur.
Rea dan Rega berpaling, terkejut dengan suara Mama Rea.
"A—aku ambilkan minuman dan camilan sebentar, ya," ucap Rea salah tingkah, ia segera berlalu dan menuju ke dapurnya untuk mengambilkan minuman dan juga camilan untuk sang kekasih.
Sementara itu, di depan rumah Rea ada Aldy yang tengah memarkirkan motornya. Sudah tidak heran jika Aldy kerap datang berkunjung ke rumah Rea secara tiba-tiba seperti itu.
Aldy heran, melihat ada mobil yang sudah tidak asing baginya, terparkir di depan rumah Rea.
'Sepertinya aku mengenal mobil ini,' gumam Aldy, sembari tetap melangkahkan kakinya menuju ke pintu rumah Rea.
Tangan Aldy menghentikan pergerakannya ketika hendak mengetuk pintu. Ia melihat Rea dan Rega tengah berciuman. Sebuah pemandangan yang sangat tidak enak untuk dipandang. Aldy mengepal tangannya begitu erat, memilih untuk berbalik badan dan berlalu. Ia mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan Rea sore itu.
***
Areana Mandalika, nama kontak yang disimpan oleh Aldy diponselnya, Ia tersenyum, namun rautnya terlihat sangat kecewa. Perempuan yang begitu dekat dengannya, secara nyata ia lihat sendiri sedang berciuman dengan lelaki lain. Tidak pantas untuk Aldy kecewa akan hal itu, tapi entah mengapa, Aldy benar-benar kecewa dengan apa yang ia lihat sore tadi. Ciuman itu membuat Aldy ingin memberikan benteng yang kuat dan tinggi untuk menghalangi Rea masuk ke dalam hidupnya, termasuk menjadi teman dekatnya.
"Halo Tika … bisa kita berkencan malam ini?"
***
"Hm?! Pesta ulang tahun?" tanya Rea, ketika Aldy memberikan sebuah kartu undangan kepada Rea dan juga Ferdinan.
"Tika ingin merayakannya bersama teman-teman. Ia juga memintaku untuk mengundang kalian, teman terbaikku," jawab Aldy.
"Ferdinan, jangan sampai lupa untuk menjemputku, ya …," ucap Rea, merayunya.
"Aku akan pergi bersama Grey. Kamu bisa pergi dengan Rega, bukan?" tolak Ferdinan karena suatu alasan.
"Hmm … aku lebih senang pergi dengan teman, dibandingkan denga kekasih. Aku tidak merasa bebas," keluh Rea.
"Syukuri saja apa yang kamu miliki. Rega sudah cukup baik untukmu. Apalagi jika ia sudah mencicipi apa yang diinginkan setiap pria. Seharusnya kamu tidak boleh melepaskannya," tutur Aldy.
"Heh?"
Aldy berlalu, meninggalkan sejuta pertanyaan yang membuat Rea tidak paham.
"Fer, apa yang dimaksud oleh Aldy?" tanya Rea, masih saja penasaran.
"Ah, kamu … kalau tidak paham, diam saja. Ini adalah urusan lelaki," jawab Ferdinan, kemudian ikut berlalu meninggalkan Rea.
Tidak ingin pergi tanpa pasangan, akhirnya Rea mencari keberadaan Rega untuk mengajaknya pergi ke pesta ulang tahun Tika, yang diduga akan menjadi kekasih Aldy dalam waktu dekat ini.
Flash back
"Halo Tika … bisa kita berkencan malam ini?" tanya Aldy, saat menghubungi Tika, gadis incarannya.
"Iya, aku bisa pergi malam ini. Beritahu saja jam berapa kamu akan mejemputku," jawab Tika dalam panggilannya.
"Aku akan bersiap sekarang juga. Kamu siap-siap, ya …."
***
Flash back off
"Rea, kenapa kamu datang sendiri?" taya Ferdinan yang baru saja tiba bersama Grey.
"Rega latihan band. Jadi dia tidak bisa menemaniku ke pesta ulang tahun Tika. Papa akan mengantar jemput aku, jadi kalian tidak perlu risau," jawab Rea, terlihat tidak senang.
Rea memilih menjauh dari Ferdinan dan Grey. Ia mencari minuman untuknya agar tidak terlihat suntuk selama pesta. Aldy yang biasanya menjadi pendamping Rea, kini tampil bagai pemeran utama. Ia berdiri di sebelah Tika yang tampil bagai ratu malam ini.
'Aldy selalu berhasil membuatku cemburu,' batinnya menggerutu.
Rea berbalik badan dan tidak sengaja menabrak orang yang berada di belakangnya. Minuman dari gelas yang dipegangnya tumpah dan mengenai gaun orang tersebut.
Plaaak!!!
Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Rea.
Perempuan yang gaunnya dikotori dengan minuman milik Rea, tidak terima dan tidak segan mencaci Rea di depan umum.
"M—ma—af …," ucap Rea berusaha membersihkannya dengan tisu.
"Percuma! Perempuan sialan!"
Melihat Rea yang dibuat malu, membuat Aldy geram dan tidak tahan. Tangannya dikepal sangat kuat dan ia melangkahkan kakinya menghampiri tempat itu. Aldy memegang kedua bahu Rea dari belakang dan membuatnya berdiri tegap. Tidak ingin melihat Rea terlalu merasa dikucilkan.
"Al—"
"Bukankah itu hanya noda?" tanya Aldy pada perempuan itu.
"Hanya noda? Kamu pikir kata 'hanya noda' bisa membuat noda ini hilang sekarang juga? Iya?!"
"Tidak seharusnya mempermalukan temanku di depan banyak orang hanya karena noda itu," tutur Aldy lagi.
"Teman kamu saja yang punya mata tapi tidak dipakai!"
Semakin dilawan, perempuan itu semakin menjadi. Tipe orang yang tidak mau kalah seperti itu, hanya memiliki satu kunci untuk melawannya, yakni diam.
Rea merasakan Aldy mencengkram bahunya sangat erat, seperti sedang menahan kesal.
"Al, sudah," pinta Rea.
Aldy menoleh pada Rea, melihat mata Rea yang berkaca-kaca. Rautnya terlihat seperti tengah menahan beban malu karena hal tersebut.
"Kita pulang saja, ya," ucap Aldy.
"T—tapi Al …."
Aldy mengusap air mata Rea yang sudah berjatuhan di pipi.
"Aku tidak ingin sahabatku dibuat malu hanya karena masalah sepele. Mereka adalah teman-teman Tika. Seharusnya mereka tidak membuat masalah di acara temannya sendiri," tutur Aldy, kemudian menggenggam tangan Rea pergi dari tempat acara tersebut.
Tika yang melihatnya memilih untuk tidak mengejar Aldy. Ia tahu, semua ini adalah kesalahan teman-temannya.
Aldy mengantar Rea pulang dengan sepeda motornya. Ia meminta Rea memeluknya erat, karena Aldy akan mengemudi dengan kecepatan tinggi. Ia ingin kembali ke pesta ulang tahun Tika usai mengantar Rea pulang.
Motor Aldy menepi di depan rumah Rea dan Rea segera turun dari motor Aldy. Begitupun Aldy yang ikut turun dan menemai Rea sejenak.
"Al …," panggil Rea.
"Iya Rea? Kamu baik-baik saja?" tanya Aldy.
"I—iya …," jawab Rea tersenyum. "Al …," panggil Rea lagi.
"Ada apa Rea …?"
"Kamu merasa tidak, kalau akhir-akhir ini kita jarang seperti ini. Eu … maksudnya … hampir tidak memiliki waktu untuk bersama. Kamu sibuk dengan perempuan-perempuan incaranmu. Dan aku—"
"Sibuk dengan kekasihmu. Iya?" timpal Aldy menyanggahnya.
"Al …."
"Kamu sangat mencintai Rega, ya?" tanya Aldy, seperti sangat penasaran.
"Kenapa tiba-tiba kamu menanyakan hal itu? Bukankah sudah wajar setiap orang berpacaran itu saling mencintai?"
"Awalnya … aku kira kamu hanya berpura-pura saja mencintai Rega. Tapi melihat kamu berciuman dengan Rega … aku yakin, kamu memang benar mencintainya."