Chereads / Fake Friends for Future / Chapter 21 - Terlambat

Chapter 21 - Terlambat

"Kenapa diam saja?" tanya Rea menggoda.

"Hmm … selamat ulang tahun, sayang," ucap Rega, melangkahkan kakinya semakin mendekat pada Rea.

Rega menarik dagu Rea dengan sangat lembut. Ia mendaratkan bibirnya pada bibir Rea, memberikan kecupan untuk kekasihnya.

Rea tersentak dan merasa malu. Ia segera mendekap Rega, tidak ingin kalau Ferdinan dan Grey menggodanya.

"So sweet ...," cicit Grey, sembari merangkul lengan tangan Ferdinan. "Andai saja ada Aldy bersama kita."

Deg!

'Aldy tidak datang?' batin Rea cukup terkejut mendengarnya.

"Aldy tidak bisa dihubungi, mungkin sedang banyak tugas kuliah. Dia juga berbeda sendiri jurusannya dengan kita," ujar Ferdinan.

"Tadi siang aku melihat Aldy di kantin," timpal Rea, terlihat ada sedikit kecewa pada Aldy.

"Aldy sedang senang-senangnya berpacaran dan berganti pasangan. Jadi kita biarkan saja dia seperti itu," sahut Rega, kemudian kembali mendekap Rea.

Rea tersenyum, ternyata Aldy bukan hanya berubah karena wanita, tapi ia juga tidak tahu kalau Rea berulang tahun hari ini.

"Aldy belum lama mengenalku. Mungkin ia tidak tahu kalau aku berulang tahun dihari ini," ujar Rea, tidak ingin memperpanjang pembahasan.

***

Acara makan malam untuk merayakan ulang tahun Rea berjalan dengan sempurna, Rea juga terlihat begitu bahagia. Dengan adanya hari ini, ia bisa tahu dan melihat sendiri, siapa-siapa saja orang yang sangat peduli kepadanya. Selain Mama dan Papa nya, masih ada Ferdinan dan Grey sebagai sahabatnya dan juga Rega –kekasihnya-. Meski masih belum lengkap karena tidak adanya Aldy, namun Rea berusaha untuk tetap terlihat bahagia, tidak ingin membuat orang-orang yang telah peduli padanya menjadi kecewa, hanya karena Rea kecewa dengan tidak adanya kehadiran Aldy di tengah mereka.

"Rea, makan yang banyak," ucap sang Mama sembari menambahkan ayam goreng di piring Rea.

"Mama … nanti Rea obesitas kalau kebanyakan makan," gerutu Rea, namun pada akhirnya ia memakan juga ayam tersebut.

"Tidak ada namanya orang yang makan satu potong ayam bisa obesitas," balas sang Mama, terkekeh dengan keluhan anaknya.

"Nanti kalau Rea obesitas, Rega tidak mau lagi dengan Rea," keluh Rea, mengerucutkan bibirnya.

Rega terkekeh dan memberikan satu potong ayam lagi kepada Rea.

"Cobalah untuk obesitas, aku tidak akan pernah berubah," ujar Rega.

Hanya karena sepotong ayam goreng yang dikhawatirkan Rea menjadi obesitas, mereka jadi memiliki bahan pembicaraan selama di meja makan.

Sementara itu di sisi lain, tidak seperti yang dibayangkan oleh Rea, Rega, Ferdinan dan juga Grey, Aldy bukanlah sedang ada banyak tugas atau sedang asyik berpacaran, tetapi kini ia sedang berada di kamarnya, tidur.

Tok tok tok

Pintu kamarnya diketuk dan membuat Aldy terpaksa harus bangun dan membukakan pintu kamarnya. Meski sebenarnya ia kesal karena diganggu, namun ia tidak mungkin membiarkan Ibunya terabaikan seperti itu.

Cklek

Aldy membuka pintu kamarnya dengan mata yang masih begitu lengket dan ingin tidur kembali.

"Aldy … ini sudah jam berapa?" tanya sang Ibu, kedengarannya kesal dengan sang anak.

"Tidak tahu," jawab Aldy menggerutu, ia berbalik badan dan ingin kembali tidur.

"Tapi kamu meminta Ibu untuk membangunkanmu. Bukankah hari ini adalah hari ulang tahun Rea?"

Deg!

Mata Aldy tiba-tiba saja membelalak, tidak lagi terasa ngantuk dan ingin kembali tidur. Aldy kembali berbalik badan untuk menghadap kepada ibunya.

"Jam berapa sekarang, Bu?" tanya Aldy, begitu panik.

"Jam sepuluh malam, Aldy … bagaimana dengan kadonya? Sudah selesai?"

Aldy mengangguk, namun nyawanya seperti belum bersatu dengan raga seutuhnya.

"Cuci muka, cepat! Supaya kantuknya hilang. Mau jam berapa lagi kamu pergi, Al …."

Aldy mengangguk lagi, ia segera menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka dan bersiap untuk pergi. Sementara ibunya, membantu Aldy merapikan seluruh bahan dan peralatan yang berantakan di kamar Aldy, untuk membuat kejutan dan juga kado untuk ulang tahun Rea.

"Kalau suka, kenapa tidak mengatakannya?" gumam sang Ibu, tidak mengerti pada sikap anaknya yang terlalu gengsi dan suka memendam apapun itu sendirian.

***

Cklek

Rea menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju ke tempat tidur, untuk beristirahat. Hari ini sangat lelah baginya, karena selain menahan kecewa seharian, usai mendapat kejutan yang luar biasa dari orang-orang tercintanya, ia juga harus membantu sang mama merapikan dapur dan juga alat masak dan makan malam mereka.

Kini waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun Rea belum merasakan kantuk sama sekali. Ia mengambil ponselnya dan melihat-lihat isi beranda pada media sosial miliknya. Merasa bosan, ia mengalihkan pada akun chat yang biasa ia gunakan untuk berkomunikasi.

Rea men-klik nama Aldy, yang sudah sejak sore tidak online lagi. Ia menjatuhkan ponsel tersebut tepat di atas dada nya. Tidak tahu apa yang sedang diperbuat oleh sahabanya itu. Pada intinya, Rea kecewa karena Aldy tidak datang dan juga tidak tahu kalau hari ini adalah hari ulang tahun Rea.

Drrrrt!

Ponselnya bergetar dan membuat Rea kaget. Rea mengambilnya kembali dan melihat nama Aldy terpampang jelas pada layar ponselnya. Aldy memanggilnya.

Rea terkesiap dan segera duduk. Ia memegangi dada nya, untuk menenangkan hati dan juga dirinya yang tiba-tiba saja menjadi gugup.

"H—halo?" sapa Rea, kemudian menggigit bibir bagian bawahnya.

"Rea, sudah tidur?" tanya Aldy dalam panggilannya.

"B—belum. Ada apa, Al?"

"Boleh keluar sebentar? Di balkon saja," pinta Aldy.

Rea mengangguk, namun terlihat ragu.

"T—tunggu sebentar."

Rea beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan menuju pintu yang mengarah pada balkon kamarnya. Ia membuka pintu tersebut dengan sangat pelan, agar Mama dan Papa nya tidak tahu kalau anak tunggal mereka masih terjaga sudah malam seperti ini.

Ia melihat tepat di hadapannya, beberapa lampion mini yang berterbangan.

"Aku di bawah," ucap Aldy dan membuat Rea melangkah maju dan menoleh ke bawah untuk memastikannya.

Terlihat Aldy yang tengah berdiri di belakang sebuah mobil dan melambaikan tangan untuk Rea.

Tes!

Butiran bening menetes di pipi Rea.

Ia merasa terharu dengan apa yang dilakukan oleh Aldy. Karena tidak ingin Aldy melihat dirinya yang masih cengeng, Rea segera menghapus air mata yang membasahi pipinya.

"Rea?" panggil Aldy, masih berada dalam panggilannya.

"Iya?"

"Maaf, ya," ucap Aldy.

"Maaf untuk apa?"

"Karena sudah terlambat untuk mengucapkan, selamat ulang tahun, Rea … Aku menyayangimu …."

Jleb!

Rea kembali meneteskan air matanya, kemudian menengadah dan melihat banyaknya lampion yang terbang semakin tinggi, hingga terlihat menggapai bintang yang ada di langit malam itu.

"A—aku juga—"

"Ferdinan juga menyayangimu, Grey, apalagi Rega. Rega pasti sangat menyayangimu, melebihi rasa sayangku, Ferdinan dan juga Grey."

Rea diam, merubah raut wajahnya.

Ia menelan salivanya berulang kali, kecewa dengan lanjutan perkataan dari Rea.

'Aku pikir kamu benar menyayangiku, Al ….'