Chapter 84 - Rindu Yang Terikat

Usai Bryan pulang dari kantor tanpa pamit pada Nisa dan itu sudah terjadi selama beberapa hari, Nisa sesungguhnya sudah kehilangan semangatnya. Ia pulang ke rumahnya yang sepi dan melakukan aktifitas seperti biasa. Memasak untuk makan malam dan membersihkan sedikit rumahnya yang tak berserakan sama sekali.

Sementara Alisha adalah pihak yang mengurus seluruh keperluan pernikahan Bryan dan Nisa. ia bahkan memberikan laporan rutin pada Nisa dan Bryan dengan mengirimkan foto dekorasi dan sejauh mana persiapan pernikahan mereka.

Pernikahan itu tidak akan dibuat sangat besar tapi hampir seluruh keluarga Alexander akan datang. Dan pesta pernikahan akan dibuat di rumah Hans Alexander tempat dimana dulu Hans dan Rita menikah. Hanya kini pestanya lebih besar dan megah.

Undangan sudah tersebar dan hanya mengundang keluarga Alexander saja. Bryan bahkan tak mengundang teman-temannya di New York seperti Arjoona dan James. Jayden yang bahkan awalnya berada di Jakarta kini telah kembali ke New York tanpa memberi kabar apapun pada Bryan.

Dua hari sebelumnya, Nisa juga sudah melakukan finalisasi akhir baju pengantinnya. Sekarang ia tinggal berjalan ke altar dan menyelesaikan pemberkatan pernikahan bersama Bryan Alexander, itupun jika ia tak berubah pikiran. Sesungguhnya Nisa sudah siap jika memang hal itu terjadi di tengah perikatan pemberkatan berlangsung. Jika Bryan memutuskan tak jadi menikah di detik-detik akhir, maka Nisa tak akan menolak.

Usai menikah Nisa juga harus tinggal bersama Bryan. sambil duduk di sofa ruang tamu, Nisa memikirkan segala hal yang menjadi rencananya pasca menikah nanti. Ada hal yang ingin ia jalankan untuk Bryan Alexander.

Sementara di penthousenya, Bryan juga tengah duduk sendiri menonton film yang sesungguhnya tak ia tonton. Pikirannya melayang hanya memikirkan Nisa dan cinta di hatinya yang semakin membuatnya tak bisa melepaskan gadis itu.

Bryan memang tinggal menjalani pernikahan lusa. Tak ada lagi rasa gugup yang melandanya seperti satu minggu lalu saat Nisa belum memberikan surat perjanjian itu. Kini hanya ada rasa takut, takut kehilangan Nisa. Arya datang tak lama kemudian. Belakangan mereka sering bersama karena Emily tak kunjung menghangat meski mereka masih kerap bercinta.

"Lo udah siap untuk lusa?" tanya Arya bersandar santai di sofa di depan TV bersama Bryan.

"Gak tau... gue malah takut sekarang." Arya menoleh dan tak bertanya tapi ia menunggu.

"Gue takut kehilangan Nisa. Huh... perasaan gue gak enak," ujar Bryan melanjutkan. Arya hanya mengangguk mengerti.

"Gue tau Bry. Gue ngerti." Bryan menyandarkan tekuknya di sandaran sofa.

"Arya, gue cinta banget sama Nisa. Gue gak bisa hidup tanpa dia." Arya tersenyum dan mengangguk.

"Gue inget waktu Arjoona juga pernah bilang hal seperti itu sama gue. Sejak gue liat perjuangannya dia, gue juga jadi takut."

"Takut kenapa?"

"Takut kita akan berakhir seperti dia. Emily udah buat gue ngerasin rasa takut kehilangan belakangan ini. Dan rasanya sesak banget. Gue gak tau harus bilang apa!" Bryan mengangguk.

"Gue pengen minta tolong Joona tapi malu." Arya tersenyum.

"Mending dia gak usah tau. Apalagi Jayden. Dia bisa sebulan ngeledekin gue!" Bryan tergelak dan mengangguk.

"Trus lo mau gimana?"

"Ya gak gimana-gimana. Gue harap Nisa akan tetap mau nikah sama gue."

"Sekalipun lo gak tidur sama dia?" Bryan mengangguk.

"Buat gue itu udah gak penting lagi, selama dia senang. Gue bisa kok nahannya. Yang penting gue bisa liat dia tiap hari, uh, gue kangen banget sama dia!"

"Sabar, bro... dua hari lagi."

"Uh lama banget sih!" keluh Bryan memilih tiduran di sofa sambil memeluk salah satu bantal sofa.

Bryan tidak datang lagi ke kantor menjelang satu hari pernikahannya. Ia malah pergi Singapura menghadiri sebuah konferensi. Sedangkan Nisa sudah tidak diijinkan lagi pergi ke kantor dua hari menjelang pernikahan oleh Alisha.

Karena panik Alisha turut memarahi Bryan yang masih berada di Singapura 6 jam sebelum acara pernikahannya dimulai. Sedangkan Nisa sudah akan dipakaikan pakaian pengantin. Mendengar Alisha yang uring uringan setelah menghubungi Bryan yang bahkan masih di luar negeri Nisa mencoba tersenyum

"Mungkin dia gak jadi ingin menikah, Kak," ujar Nisa dari pantulan cermin dan sedang di dandani. Alisha langsung melotot pada Nisa.

"I will kill him with my own hands if he does that!" (aku akan membunuhnya dengan kedua tanganku jika ia melakukannya) umpat Alisha sambil berkacak pinggang. Nisa hanya tersenyum dan menunduk. Ia sebenarnya merasa sedikit sedih meski ia sudah siap dengan apapun yang terjadi.

Mengapa Bryan belum datang dan seolah berniat hendak kabur. Padahal dialah yang bersikeras mau menikah tepat di hari ulang tahunnya. Nisa bahkan sudah menyiapkan sebuah kado untuk Bryan. Ia berencana memberinya seusai acara pernikahan. Pernikahan mereka tepat dilakukan pada ulang tahun Bryan yang ke 27 tahun.

Dua jam sebelum acara pemberkatan, Bryan belum juga tiba. Baik Hans maupun Darren mulai cemas karena ponsel Bryan tidak lagi bisa dihubungi. Alisha sudah sangat cemas meskipun diingatkan oleh Ayahnya berkali kali agar jangan stress. Selain bertugas mengurusi pernikahan adiknya, Alisha juga merupakan pengiring Nisa berpasangan dengan Arya sebagai pendamping Bryan.

Dalam pesta itu hanya Arya yang tiba-tiba berlari keluar rumah Bryan dengan setelan jas rapi pendamping pria. Ia berlari keluar dari mobil ke tempat parkir langsung menuju mobil yang dibawa Juan sambil membawa jas pengantin Bryan. Hanya ia yang dihubungi Bryan untuk menjemputnya dari bandara. Mobil itu langsung mengebut menuju bandara menjemput sang calon pengantin.

Tiba di parkiran pesawat milik VanAlex, Arya langsung keluar dan masuk ke dalam pesawat yang baru saja sampai.. Di dalam pesawat, Bryan sudah membuka kemeja dan langsung mengambil pakaian yang dibawa Arya.

"Kita harus cepat!" Bryan mengangguk dan langsung mengganti celananya. Arya sampai harus membantu Bryan berganti pakaian agar ia lebih cepat rapi. Tanpa banyak bicara, Arya mengikat dasi Bryan sementara Bryan merapikan sedikit rambutnya yang sudah ditata rapi oleh seorang stylish sebelum ia berangkat.

Selesai Bryan memakai tuxedo pengantinnya, Bryan memberikan cincin pernikahan pada Arya dan ia mengantongi cincin itu sambil mengangguk. Arya merapikan lagi tuxedo Bryan dengan baik sebelum keluar dari pesawat dan berjalan cepat masuk ke mobil.

Bryan baru tiba 10 menit sebelum acara dimulai. Ia masuk area pernikahan dengan penuh percaya diri dan sifat dominannya. Hans dan Darren memandang lega Bryan yang baru tiba dan sudah siap dengan pakaiannya. Alisha yang datang langsung memeluk adiknya sambil memarahinya. Dan Bryan hanya tersenyum saja karena ia telah membuat kakaknya stress.

Setelah menarik napas dan siap, musik pengiring pun dimainkan oleh seorang pianist. Arya menoleh ke belakang dan Bryan tersenyum mengangguk. Acara pemberkatan dimulai, Bryan lantas berjalan mengikuti Arya yang berjalan lebih dulu di depannya menuju altar.

Arya dan Bryan terlihat menyedot seluruh perhatian tamu yang hadir. Mereka memang benar-benar tampan. Bryan berjalan seperti seorang raja yang hendak duduk di singgasananya.

Hans terharu melihat putra kesayangannya akan segera melepas masa lajangnya menikah di rumah ia dibesarkan. Sedangkan bagi Darren, ia merasa Anna berada di dekatnya bersama melihat putranya menikah dengan gadis yang ia cintai. Darren tidak sempat melakukannya untuk Anna dulu, kini Bryan menyelesaikannya dengan menikahi Deanisa. Anak laki-laki nya kini telah dewasa dan akan menikah.

Setelah Bryan berdiri di dekat altar dan berdiri di samping Arya. Ia berbalik ke belakang, menunggu pengantinnya datang. Sedangkan Hans lalu berjalan berputar ke arah belakang untuk menjemput Nisa. Setelah Bryan, Nisa sudah dibawa keluar kamar.

Sambil tersenyum, Hans mengambil tangan Nisa untuk di antar ke altar. Nisa memilih ayah tirinya sebagai pendamping yang akan menyerahkannya kepada Bryan. Nisa membalas senyuman Hans dengan melingkarkan tangannya pada lengan Hans. Keduanya masih saling tersenyum sebelum akhirnya berjalan mengikuti Alisha.

"Kamu sudah siap, Sayang?" tanya Hans dengan lembut. Nisa cuma mengangguk saja.

12 tahun lalu Bryan berdiri di tempat yang sama melihat Nisa berjalan mengiringi mendian Ibunya yang menikah dengan ayahnya, Hans. Hari ini ia menanti pengantinnya yang dulu menjadi pengiring. Satu menit berlalu kemudian tirai di buka, Alisha lebih dulu berjalan di depan tak lama diikuti Nisa dan Hans. Nisa terlihat memakai pakaian pengantin putih dengan wajah yang di tutupi.

Perasaan yang sama 12 tahun lalu terulang lagi. Bahkan lebih parah dari 12 tahun yang lalu. Rasanya napas Bryan berhenti saat memandang Nisa berjalan menuju altar pernikahan. Bryan rasanya ingin menangis bahagia. Wajah Nisa seperti seorang malaikat, begitu cantik dan mempesona terlihat dari balik kerudung transparan yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya.

Sampai di hadapan Bryan, Hans kemudian mengambil tangan Bryan untuk memberikan tangan Nisa yang kemudian digenggam Bryan dengan lembut.

"Jaga dia, Daddy serahkan Nisa sama kamu Bryan," bisik Hans dan Bryan mengangguk sambil tersenyum.