Chereads / The Seven Wolves: Trapped Under Devils Possession / Chapter 19 - Darren, The Guardian

Chapter 19 - Darren, The Guardian

Hans membuka mulutnya tak percaya mendengar kata-kata Darren. Otaknya masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

"Jika ayah akan membunuhmu jika dia tau soal ini!"

"Aku tidak perduli. Aku tetap akan menikahinya, aku akan melindungi, Angel-ku!"

"Jangan gila kamu! Aku tidak akan membiarkan Ayah membunuhmu".

"Kalau begitu dukung aku. Aku harus melindunginya, dia hamil tanpa seorang suami. Aku juga sudah mengirim pulang bajingan itu, Anna tidak akan pernah melihatnya lagi!"

"Aku lega kamu tidak membunuhnya."

"Aku hampir melakukannya." Darren mendengus kesal.

"APA! Apa kamu sudah gila?" pekik Hans tak percaya jika adiknya hampir melakukan kejahatan.

"Aku tidak perduli, Hans. Atau aku bisa meminta Papa Josh untuk melakukannya, tidka masalah denganku!" Hans menggeleng melihat kenekatan Darren.

"Lupakan saja, aku harus meyakinkan Ayah tentang ini!"

"Haa... kamu gila ya! Aku takkan mengijinkanmu!"

"Hans, Aku harus melindunginya." suara Darren mulai meninggi dan berjalan menuju pintu keluar kamar Anna. Hans pun mengikuti Darren dan menutup pintu kamar Anna sambil menahan langkah Darren.

"Dia juga Adikku. Tapi kita tidak mungkin membiarkanmu mengorbankan dirimu untuk menikah dengannya kan!"

"Aku tidak mengorbankan diri!"

"Tetap saja, kamu tidak bisa melakukan ini, pikirkan cara lain!" Darren mendengus kesal.

"Tidak ada cara lain, Hans. Menjadi istriku adalah satu-satunya perlindungan yang bisa kita berikan untuknya!"

"Lalu siapa yang akan melindungimu jika kamu sibuk melindungi orang lain!". Darren hendak menjawab Hans tapi suara di belakang Darren menghentikannya.

"Melindungi apa?" Darren dan Hans melebarkan mata dan melihat ke arah belakang Darren. Terlihat sosok laki laki tegap memakai jubah tidur dengan rambut abu abu nya yang masih tebal terlihat berkilauan di bawah lampu koridor. Dia berjalan ke arah kedua kakak beradik itu.

"Ayah! Ehhmm... tidak ada. Kami hanya..." Darren hendak menjelaskan tapi kalimatnya seolah tidak bisa selesai.

"Ehhm... maksudnya aku... punya berita bagus, Yah!" ujar Hans tiba tiba memotong omongan adiknya.

"Berita bagus apa?" tanya sang Ayah sambil menyilangkan lengannya kebelakang.

"Istriku hamil, anak kedua kami!". Darren langsung mendelik memandang Kakaknya tidak percaya. Mulutnya terbuka lalu rahangnya mengeras, sebelum dia bisa bicara Hans langsung bicara.

"Dan kami sangat menantikannya dengan bahagia," ucap Hans sambil tersenyum semringah. Senyum palsu sambil melirik pada adiknya. Darren tidak percaya Hans merusak rencananya untuk memberitahukan pada Ayah mereka tentang rencananya menikahi Anna.

"Aelamat anakku, aku bangga padamu. Tentu saja aku mengharapkan beberapa cucu lagi darimu, sebenarnya dari kalian bertiga!" jawabnya sambil melihat ke wajah Darren. Darren langsung mengerti maksud Ayahnya.

"Kamu seharusnya seperti kakakmu, aku sangat berharap kamu tidak menolak lagi putri keluarga Harlington."

"Ayah, kita sudah berbicara soal itu, aku hanya akan menikahi gadis yang aku pilih".

"Lalu dimana dia sekarang!". Hans langsung memotong sebelum adiknya membuka mulutnya lagi.

"Yah, sekarang sudah jam 2.30 pagi, bukankah Ayah sudah harus tidur?". Darren benar benar kesal pada Hans.

"Oh iya, kamu benar. Aku datang untuk melihat Anna, kalau begitu sampai jumpa esok, anak-anak!" ujar Herman Van Alexander sambil berbalik menuju ke kamarnya. Setelah Ayahnya pergi, giliran Darren yang meluapkan kekesalan pada kakaknya.

"Apa yang sudah kau lakukan, apa kamu gila?" Darren berbisik dengan nada tinggi.

"I'm saving your ass, dude" (aku sedang menyelamatkanmu) jawab Hans berhadapan dengan adiknya.

"Jadi apa yang akan kita lakukan sekarang, kenapa kamu maah bilang istrimu yang hamil?".

"Aku punya ide, ini bisa jadi jalan keluar atau akhir dari hidup kita!" Dengusan Darren jadi makin besar dan keras. Ia benar-benar kesal pada Hans.

"Sekarang apa lagi, Hans!" sahutnya.

"Kita akan mengurus bayinya bersama, ayah tidak perlu tau tentang ini, biarkan dia berpikir bahwa istriku yang hamil dan itu anakku. Sementara kamu bawa Anna pergi dari rumah ini, bilang pada ayah Anna akan melanjutkan studi melukisnya jadi kamu yang akan tinggal dengannya dan menjaganya. Ayah pasti akan setuju karena kamu yang melindunginya" ujar Hans memberi penjelasan panjang pada adiknya. Darren terdiam dan berpikir sejenak.

"Lalu setelah bayinya lahir apa yang harus kita lakukan!" tanya Darren lagi.

"kita pikirkan saja itu nanti". Darren menarik napas panjang sambil menjepit tulang pangkal hidungnya.

"Ayolah Darren kita bisa melakukan ini... demi Anna."

25 Tahun kemudian

Sudah 25 tahun berlalu sejak pertama kali kejadian di depan kamar Anna. Darren masih bisa mengingat dengan jelas seluruh kejadian malam itu. Waktu berlalu begitu lambat baginya. Rasa sakit karena penolakan cinta Anna berubah menjadi rasa tak perduli. Darren masih tetap melajang di usianya yang mapan, ia tidak pernah mencari cinta selain Anna.

Selama ini, Darren menghabiskan usianya membangun jaringan hotelnya sendiri, The Ocean. Dibawah grup perusahaan yang ia dirikan, Darren membuat Ayahnya bangga karena bisa menyamai ketenaran VanAlex di dunia bisnis terutama perhotelan.

Tampan dan kaya raya tak membuat Darren ingin memiliki kekasih apalagi berumah tangga. Kehangatan wanita bisa didapatkan kapanpun ia mau. Entah sudah berapa banyak wanita yang sudah ia tiduri tak ada satu pun yang bertahan lebih dari beberapa bulan. Tidak ada satu pun dari mereka yang bisa memberi yang Darren cari. Tak ada yang sama seperti Anna.

Sama seperti malam ini ia berdiri di depan jendela kaca besar yang memisahkannya dengan dunia luar. Sambil memegang segelas scotch Darren memandang pemandangan malam pusat kota Singapura. Ia sedang mengunjungi salah satu cabang hotelnya di Asia Tenggara. Kekasihnya kini adalah warga negara Malaysia. Gadis yang baru berusia 25 tahun itu terlihat sedang membaca majalah di tempat tidur. Untuk saat ini dialah kekasih Darren Van Alexander. Jika perlu Darren selalu menghubunginya ketika aku berada di Singapura. Gadis itu bernama Rayha.

"Apa yang sedang kamu pikirkan, Tuan?" tanya Rayha sambil tersenyum. Darren berbalik membalas senyumannya dan menggeleng pelan.

"Aku hanya merindukan keponakanku. Kira-kira apa yang sedang dilakukannya sekarang. Hhmm..." Darren kembali meminum perlahan Scotch yang ia pegang.

"Jam berapa sekarang, Babydoll?" tanya Darren llau menoleh lagi pada kekasihnya itu.

"7.30" jawab Rayha setelah melihat jam di handphone nya.

"Itu berarti sudah hampir siang di Manhattan. Aku penasaran Bryan sedang apa belakangan ini!" Darren mengeluarkan ponselnya untuk berencana menelepon Bryan. Tapi ponselnya malah lebih dulu berdering. Darren mengernyitkan kening sebelum mengangkatnya.

"Hai, Kak... kamu sudah merindukanku secepat itu. Bukannya kita baru saja..." Darren belum sempat menyelesaikan kalimatnya dia kemudian terdiam. Ekspresinya langsung berubah, tangannya meletakkan gelas scotch nya di meja. Dengan ekspresi terkejut ia menutup mulutnya.

"Bagaimana bisa terjadi seperti ini Hans, bagaimana Rita bisa meninggal. Apa yang sebenarnya terjadi?".