Bryan kini dihadapkan dengan alasan untuk ia bisa pulang kembali. Sejenak Bryan menarik napas tapi tak bisa menolak permintaa sang Ayah.
"Ah tentu dad, akan aku urus HG untuk Daddy."
"Thank you Bry, terima kasih kamu masih mengingat janji kamu sama Daddy. Kamu boleh ambil waktu yang tepat untuk kembali tapi jangan terlalu lama, I miss you so much my Prince."
" Iya Da. Nanti Bryan kasih kabar lagi, Daddy harus banyak istirahat."
"Tentu, huh sekarang Daddy bisa beristirahat dengan tenang. Daddy tau anak Daddy akan pulang secepatnya."
"Ya Dad, kalo gitu nanti Bryan telpon lagi. Bye Dad, I love you."
"I love you too my Son." Hans menutup telponnya sambil tersenyum. Bryan lalu duduk di sofa dan menungkupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. Sepertinya kali ini dia memang harus pulang. Tak lama kemudian, Bryan menelpon Greyson Hunt, asisten pribadinya.
"Greyson siapkan beberapa kandidat untuk CEO baru. Aku harus pulang," ujar Bryan sambil memilin rambutnya mempermainkan diantara jemari.
"Anda serius, Pak? Apa aku harus menyiapkan untuk B-Hit juga?"
"Ya seperti yang telah kita diskusikan, lakukan untuk kedua perusahaan. Berikan laporan padaku senin."
"Baik, Pak!" Bryan pun menutup telepon. Tak lama ia kemudian menghubungi nomor Arya.
R-KIVE COMPANY
Arya sedang berada di depan meja gambar arsitek menyelesaikan cetak biru desain hotel dan resort untuk proyek di Dubai. Tinggal 20 persen lagi dan semua selesai. Ia sudah melepaskan jas menggulung lengan kemeja agar lebih nyaman. Arya juga sudah menggambar lebih dari 5 jam dan hampir selesai. Bunyi getar ponsel yang di silent kemudian memecahkan konsentrasinya. Arya baru menjawab setelah deringan yang kesekian.
"Ada apa Bry, gue sedang kerja." Arya meletakkan ponsel dan menghidupkan speakernya. Sambil mengobrol ia masih bisa menggambar.
"Daddy menagih janjinya, gue akan pulang ke Indonesia, lo ikut kan?" kata kata Bryan membuat Arya berhenti. Ia meletakkan peralatan tulis dan membuka kacamata.
"Kenapa tiba tiba? Bukannya beberapa hari lalu lo bilang lo gak mau pulang."
"Iya, tapi gua udah pernah janji sama Daddy bakal ngurus perusahaannya, dia sedang sakit dia bahkan gak mau masuk kantor sejak tante Rita sakit dan meninggal."
"Sakit? tante Rita sakit apa?"
"Iya, dia meninggal setelah kena kanker darah"
"ohh, maaf Bro, gue ikut berduka."
"Hmm, tapi lo ikut gue kan"
"Hhmm, kayaknya entah kebetulan atau gak, tapi tadi pagi bokap gue juga telepon suruh gue pulang, ada rapat penggantian CEO baru bulan depan, dan dia minta gue jadi kandidat." balas Arya.
"Kalo gitu kita punya waktu 2 minggu untuk menyelesaikan sisa pekerjaan dan mengganti CEO, apa lo butuh bantuan?"
"Gak Bry, lo urus aja VanAlex dan B-Hit dan gue akan secepatnya menyelesaikan design di Dubai. Oh ya, jangan lupa kasih tau Joona. Gue denger Jayden mau pulang kampung juga, hehehe!"
"Ntar gue kasih tau dia. Gak perlu kasih tau Jayden, kita urus masalah di Jakarta aja dulu nanti baru hubungi dia."
"Terserah lo aja, Bry!" telepon Bryan pun kemudian ditutup. Arya menghela napas panjang sambil melihat ke seluruh ruangan kantor yang sudah ditempatinya selama 3 tahun terakhir. Sekarang ia harus pulang bersama Bryan. Sementara pekerjaan makin banyak saja. Arya pun melajutkan menggambar sebelum mengakhiri hari.
Sepuluh hari kemudian, Arya sudah merampungkan seluruh pekerjaannya. Ia bahkan sudah mengangkat CEO baru untuk RKive. Posisi Arya sekarang hanya pemilik modal dan penasehat perusahaan. Sudah dua hari yang lalu ia tidak lagi menempati ruangan kebesarannya. Tapi ia masih bekerja dari rumah menyelesaikan sisa proyek Rkive dan B-Hit.
Bosan dengan kertas, Arya berniat keluar sebentar mencari udara segar sekaligus ngopi. Kertas kertas sudah membuatnya hampir gila, ia kelelahan dan bosan. Manhattan mulai dingin karena musim dingin sudah tiba. Sebulan lagi natal dan cuaca akan makin dingin.
Arya keluar usai membalut tubuhnya dengan mantel dan syal. Meski belum puncak musim dingin tapi udara mulai menyiksa kadang suka berangin dan hujan. Ia memilih berjalan kaki saja ke gerai Starbuck terdekat The Heist. Jika naik mobil agak sedikit sulit mencari parkiran di tengah Manhattan. Gerai Starbuck tidak terlalu jauh hanya berjarak 10 menit jika berjalan kaki dari The Heist.
Sewaktu masuk Arya mulai mengantri. Tidak begitu banyak pengunjung, ia berharap antriannya cepat. Selesai mendapat pesanan Short Caramel Macchiato dan subway Arya berencana hendak mencari tempat duduk ketika matanya menangkap bayangan Emily di ujung cafe. Dia sedang duduk bersama seseorang. Arya tersenyum, Emily tidak melihat Arya jadi ia memutuskan untuk menghampirinya. Dia terlihat bersama seorang laki laki. Dan Arya masih bersikap tak curiga.
"Hi Mily!" ujar Arya sambil tersenyum. Mily adalah nama kecil yang diberikan Arya pada Emily.
"Oh, hai Arya!" jawab Emily tersenyum sangat manis. Wow kenapa dia jadi makin cantik. Emily berdiri dan menyentuh lengan Arya.
"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Emily pada Arya. Masih tersenyum Arya mengangkat pesanannya. Dia pun tersenyum malu sambil membulatkan bibirnya. Laki laki yang duduk di depan Emily kemudian berdehem. Arya reflek memalingkan wajah melihatnya. Siapa dia?
Wajah Emily mulai berubah menjadi ekspresi yang tidak bisa diartikan. Entah mengapa tiba tiba jantung Arya berdegup lebih kencang. Seolah ada hal buruk akan terjadi.
"Ehhm, A-arya, perkenalkan, ngg ini Harry. Tunanganku."-what. Arya sontak tertegun sejenak tidak percaya. Laki laki itu sudah menjulurkan tangannya lebih dulu. Mau tidak mau Arya harus menyambutnya. Ia meletakkan pesanan di meja dan menyalaminya. Wajah Arya jadi agak sedikit tegang, dia tersenyum tapi Arya tidak membalas. Pandangan Arya langsung menoleh pada Emily Apa yang terjadi, kenapa Emily tiba tiba punya tunangan. Tunggu bukannya dia bilang dia tidak punya pacar?
"Jadi kamu ini temannya Emily atau hanya kenalan saja? karena aku tidak pernah melihatmu sebelumnya?" tanya Harry pada Arya dengan suara tidak bersahabat. Arya menoleh pada Harry melihat arahnya sambil tersenyum.
"Kami dulu berteman, hanya teman!" Arya menegaskan sambil melirik pada Emily. Harry seperti nya tidak perduli dan Arya pun tidak mau ambil pusing.
"Jadi... sampai jumpa. Senang bertemu kalian," balas Arya lagi dengan nada dingin. Ia mengangkat gelas Macchiato lalu tersenyum dan langsung pergi. Arya membatalkan rencana menghabiskan Macchiato-nya di dalam cafe. Setelah keluar Arya malah mendengar suara Emily yang mengejarnya keluar.
"Wait, Arya, Apa kamu marah?" Arya berbalik dan melihat Emily memegang lengannya dan dia tidak memakai mantel. Hanya baju T shirt lengan panjang dark green dengan celana jeans hitam.
"Apa-apaan ini Mily! Kamu berbohong padaku!"
"A-aku benar benar minta maaf!"
"Sejak kapan kamu punya tunangan!"
"D-dua tahun." Arya mendengus begitu kesal. Ia ditipu Emily selama ini, benarkah?
"Damn Emily, jadi kamu berbohong selama ini padaku, lantas kenapa kamu malah tidur denganku?" Arya benar-benar emosi. Emily seperti kehilangan kata kata.
"Sesuatu terjadi, aku kehilangan dia hari itu dan itu sebabnya kenapa aku bersama mu." Emily menjawab dengan ekspresi seperti mau menangis.
"Jadi kamu hanya memanfaatkanku, aku mengerti sekarang!" ujar Arya mengangguk. Tapi Emily menggeleng. Arya bisa melihat jika dia mulai kedinginan. Ingin sekali rasanya Arya membuka mantel untuk menghangatkannya tapi tidak gadis itu sudah menipunya. Arya baru sadar jika ia telah tidur dengan tunangan orang lain.
"A-arya please, Aku tidak bermaksud untuk..."
"Berhentilah, kita sudah selingkuh dan kamu berbohong padaku, aku tau itu hanya sex biasa, tak apa aku bisa mengerti!."
"Masuklah ke dalam, kamu kedinginan nanti bisa sakit!" Arya lalu berbalik dan hendak meninggalkannya.
"T-tapi Arya, kita masih berteman kan?" Arya berhenti setelah dua langkah dan berbalik.
"Entahlah, aku tidak berteman dengan gadis pembohong!" sembur Arya langsung pergi. Entah ada apa dengannya, ia malah merasa sakit usai bicara seperti itu.
'Ayolah Arya, dia cuma teman kencan semalam yang sangat manis, cantik menyenangkan. Oh stop it Arya, dia sudah menipumu,' umpat Arya dalam hatinya.
Sepanjang jalan pulang Arya bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Ia terus meyakinkan diri jika Emily hanya seperti teman kencannya yang lain, satu selesai besok datang baru. Lalu kenapa dia mesti marah?
'Tidak ada yang salah denganku kan, atau ada. Ahh aku bingung ada apa diriku. Sudahlah toh tiga hari lagi aku akan pulang ke Jakarta. Aku akan bisa melupakan Emily, oh come on dia gak penting,' ujar Arya lagi dalam hatinya.
Ia terus mendengus kesal sambil menyeruput macchiato yang tidak lagi membuatnya berselera. Arya terus meyakinkan dirinya sendiri, itu hanya kencan semalam, cuma seks biasa, iya kan?.