Chereads / padmarini / Chapter 18 - Zafa

Chapter 18 - Zafa

"Maafin saya gak ngasih kabar ke kalian." Zafa kini diintrogasi oleh Yara dan yang lain. Sehabis mengantar Raja ia dituntut untuk kembali ke rumah Nala dan yang lain, menjelaskan semuanya.

"Terus, Nenek mana?"

"Nenek lagi pergi urusih masalah, saya juga gak tau apa."

"Abang selama ini di mana? main tinggal kita aja dan gak ngasih kabar!" Yara memanyunkan bibirnya.

"Saya selalu ada di sisi kalian, selalu pantau kalian." Zafa tersenyum tulus tetapi hatinya begitu tetenyuh. Sudah lama ia tak bertemu dengan 4 gadis yang selalu membuatnya kuat.

"Tapi kenapa gak pernah nyamperin kita." Bak mulut bebek, Yara terus memanyunkan bibirnya.

"Kamu jelek banget kalau lagi gitu." Zafa terkekeh. Mereka berempat yang baru kali ini lagi melihat tawa Zafa merasa hati mereka menghangat. Memang tak pernah dekat dengan laki-laki selain Zafa.

"Kita rindu senyum Abang," kata Nala yang membuat Zafa menghentikan tawanya

Zafa tersenyum melihat mereka berempat. "Saya yakin kalau mereka pasti bisa menggantikan saya di hati kalian. Kalian akan merasakan semuanya berkat mereka." Batin Zafa sedikit tersenyum masam.

"Saya gak bisa lama. Saya harus pergi, tetapi ingat! saya selalu memantau kalian." Akhir Zafa lalu pamit pada mereka.

"Abang kenapa musti pergi?" tanya Yara sedikit menunduk.

Zafa mengusap kepalanya sayang. "Nanti kita bakal ketemu lagi," ucap Zafa.

Zafa kembali menatap mereka lalu diambilnya tangan mereka berempat, ia satukan dan digenggamnya erat. "Apapun yang terjadi, kalian harus terus berasama. Liat sekeliling kalian! banyak yang peduli. Kalian telah dewasa, berhenti untuk terus hidup dalam kesedihan! Nenek akan segera menemui kalian!". Mereka mengangguk walau masih agak sedikit bingung.

"Saya pamit!" ucap Zafa yang diangguki mereka bertiga. Yara hanya menatap Zafa tak rela bahwa lelaki itu pergi begitu saja.

Zafa menatap Yara yang hanya melihatnya. Namun matanya mengisyaratkan semua.

Zafa memegang kepala Yara. "Jangan sedih!" katanya lalu tersenyum tulus. Yara mengangguk lalu ia menubruk Zafa dan memeluknya Erat. Nala dan yang lain mengerti itu semua. Mereka tau jika Yara sangat menyayangi Zafa, Zafa selalu mengajaknya bermain sewaktu kecil. Bukan berarti mereka tak menyayangi Zafa, hanya saja sepertinya Yara suka pada Zafa.

Zafa melepas pelukan Yara lalu ia mengacak rambut Yara, bukannya marah Yara hanya terkekeh gemas.

"Dada." Zafa melambaikan tangannya sebagai bentuk pamit akhir.

"Hati-hati, Bang!" ucap mereka serempak.

Setelah kepergian Zafa, mereka kembali terdiam dan memory pertemuan mereka dengan Zafa kembali berputar.

"Nenek, lihat itu!" Yara kecil terus menarik-narik baju seorang wanita paruh baya yang ada di sampingnya sambil menunjuk seorang anak laki-laki yang tengah memeluk lutut disertai kepala yang disembunyikan. Sepertinya anak itu sedang menangis.

"Wah iya, Nek! ada cowok." Runi kecil tampak semangat melihat anak itu. Ia sampai loncat-loncat.

"Iya, ada anak di sana. Kalian tunggu di sini! jangan ke mana-mana! Nenek gak lama," kata wanita paruh baya itu. Ia segera menyeberang jalan dan menghampiri sosok anak laki-laki yang sedari tadi mereka tunjuk.

Nala tampak tak terlalu peduli dengan itu semua. Namun karena Yara terus loncat-loncat sembari memegang tangannya, Nala diam-diam tersenyum melihat Yara yang sangat gembira.

"Kau siapa?" ujar anak laki-laki itu ketakutan saat seorang wanita mendekatinya.

"Tenanglah, Nak. Aku orang baik," ujar wanita itu.

"Hua!!! hiks, hiks." Anak itu kembali menangis kencang yang membuat sang wanita paruh baya mengernyit bingung.

"Kau kenapa?"

"hiks, Orang tuaku pergi di bawah mobil putih. hiks, dan aku tidak ikut," jelas anak itu. Wanita itu menyusuri pandangannya pada jalan raya. Ada beberapa goresan di sana, sepertinya telah terjadi kecelakaan.

Yara dan yang lain bingung saat mereka melihat anak laki-laki itu menangis.

"Nala, dia kenapa?" Yara mengeratkan genggamannya pada tangan kecil Nala.

"Dia tidak papa, Yara. Biarkan Nenek yang mengatasinya." Yara kecil mengangguk lucu membuat Nala kembali menampilkan senyum tipisnya.

"Apa kau mau ikut denganku? di sana ada banyak anak sepertimu, mereka sangat cantik dan baik." Perkataan wanita itu membuat anak laki-laki spontan meredakan tangisnya. Ia menyeka air matanya.

"Benarkah mereka baik?" tanya anak itu sumringah.

"Ya, kau akan menjadi temannya." Wanita itu tersenyum sangat tulus.

"Mereka ke sini! mereka ke sini!!!" teriak Runi sembari terus meloncat kegirangan.

"Runi, nanti kau bisa jatuh!" Runi menghentikan aktivitasnya, mendengarkan peringatan Nila.

"Nala kita punya teman baru." Yara melihat Nala penuh sayang. Tampaknya Yara kecil sangat bahagia akan datangnya seorang teman laki-laki.

"Dia akan menjadi teman kalian," kata wanita itu dengan seorang anak laki-laki yang masih bersembunyi di belakangnya.

"Ayok perkenalan!"

Yara yang awalnya yang paling bahagia kini terlihat gugub, ia menggenggam erat tangan Nala. Nala yang telah mengetahui tingkah laku Yara pun bertindak. Ia juga yang paling tua.

"Namaku, Nala." Nala melepaskan genggaman Yara dari tangannya lalu memperkenalkan diri pada anak laki-laki itu.

Anak laki-laki yang tadinya bersembunyi di balik tunuh wanita kini bergeser sedikit demi sedikit. Ia menerima jabatan Nala. "Namaku, Zafa." Nala manggut-manggut sementara wanita paruh baya itu tersenyum melihat kelakuan lucu mereka.

"Ayok, Nila. Sekarang giliranmu."

"Baik, Nek." Nila mendekati anak itu lalu memberikan tangan kecilnya. "Anila," ujar Nila seraya tersenyum.

"Zafa." Zafa juga melempar senyum pada Nila.

"Hallo, Nama saya Arunika, panggil saja Runi," ujar Runi memberikan tangannya dengan gembira bak matahari terbit.

Zafa kembali tersenyum dan melihat sosok Yara yang hanya diam saja. "Kamu?" Zafa memberanikan diri untuk bertanya.

"Ayara," ujar Yara menampilkan senyum kikuknya.

"Kalian ini sungguh pandai dan menggemaskan." Wanita paruh baya itu menyubit pipi mereka satu persatu yang mengakibatkan mereka semua terkekeh.

"Oh yah, umur kamu berapa?" tanya wanita paruhh baya pada Zafa.

"Kata Bunda sih 7 tahun." Nenek itu menampilkan senyumnya.

"Dia lebih tua dari kalian. Panggil dia dengan sebutan Abang!" suruh Nenek itu. Mereka berempat mengangguk.

"Kita punya Abang!!!" seru Runi semangat kembali loncat-loncat.

"Jadi aku punya adik?"

"Ya." jawab wanita itu mengusap puncuk kepala Zafa sayang. Zafa tersenyum sumringah.

"Huft, itu sudah lama sekali." Nila menghembuskan nafas kasar.

"Yah, sekitar 9 tahun yang lalu," ujar Runi.

"Dulu Yara malu-malu tapi mau!" Nala mencolek hitung Yara.

"Gak! itu mah masih polos," elak Yara menggembungkan pipinya.

"Jadi sekarang lo gak polos? gitu?" Nila menaik turunkan alisnya menggoda.

"Eh, apaan sih kalian." Yara merona malu.

"Pipinya merah coy!" timpal Runi ikut menggoda Yara.

"Runi juga dulu gitu, gak tau malu! mana sok dekat sama Bang Zafa lagi," ujar Yara membolak balikan topik yang tadinya menggoda dia.

"Cie Runi. Ia gue ingat pas dia langsung ngasih tau nama setelah gue! hahaha." Mereka tertawa bersama akibat candaan garing seperti ini.

Nala pergi tanpa pamit ke mereka begitu saja, tetapi mereka tak bingung lagi. Nala sangat sering seperti ini.

"Duduk, yuk! lelah gue berdiri mulu."

"Nih!" Nala memberikan kantong kresek berwarnah hitam dan meletakkannya di atas meja.

Yara memeriksanya dan membulatkan mata setelah melihat apa isinya.

"Es krim!!!" Yara dengan semangat 45 melahap habis es krim itu.

"Lo kayak gak pernah makan es krim aja." Mereka terkekeh akibat sikap Yara yang agak kekanakan.