Di dalam mobil limousine berwarna hitam emas itu, Arion dan Henry duduk bersebelahan namun ada jarak yang terbentang diantara mereka, Henry sengaja mengajak Arion untuk pergi ke sekolah bersamanya karena sejak malam itu Arion tidak berbicara kepadanya maupun Gisselle.
Henry menutup kaca sekat agar supir tidak mendengar pembicaraan mereka, "ibu kandung kamu mungkin bukan pewaris saham, atau lahir dari keluarga yang kaya raya, tapi yang perlu kamu tahu, ibu kandung kamu adalah seorang pekerja keras, yang mempunyai integritas, itulah kenapa ayah sangat mencintai ibu kandung kamu," jelas Henry dengan menoleh kepada Arion, lalu Henry melanjutkan, "dia orang yang hebat, dan sangat menyayangi kamu Arion, sejak kakek dan nenek meninggal, ayah mengabari mereka tapi nomor telfon ibu kamu tidak aktif dan ayah dengar ternyata mereka sudah pindah. Ayah tahu kamu pasti sangat kaget, tapi hal ini akan kamu ketahui cepat atau lambat."
Pandangan Arion mengawang, dia diam tak bersuara, selama ini dia menjuluki anak-anak dari bantuan sosial di sekolahnya sebagai Slummy-Blood tapi ternyata dirinya sendiri sama seperti mereka, apalagi Arion tahu bahwa ternyata Piolo adalah saudara tirinya.
"Kamu anak yang baik, ayah yakin itu," kata Henry kembali, "dia pasti rindu sama kamu."
-
Arion berjalan menyusuri koridor sekolah dengan lesu, semua masalah yang menimpanya dan kenyataan yang baru dia ketahui membuat kepalanya pusing. Pada saat dia membuka lokernya, Arion melihat Alejandra berjalan menuju kelas Ekonomi.
"Al!" panggil Arion tampa fikir panjang.
Alejandra menoleh, namun raut wajahnya berubah ketika melihat Arion, Alejandra hendak masuk namun tangannya ditahan oleh Arion.
"Al gue mau ngomong sama lo sebentar," pintan Arion.
"Gue mau masuk kelas Arion," Alejandra menjawab dengan nada datar.
Arion menghembuskan nafasnya, "yaudah habis kelas ini gue tunggu, please gue mau ngomong sama lo."
Alejandra diam sebentar namun akhirnya dia mengangguk, "iya."
"Okay, gue tunggu lo di tribun lapangan outdoor."
-
"Gio," panggil Julia pelan saat mereka sedang makan berdua di cafeteria.
Gio yang sedang mengerjakan pr statistiknya menoleh kepada Julia, "kenapa, jawabannya salah ya?" tanya Gio, karena Julia sedang mengajarinya.
Julia mengangguk dan tertawa sebentar, "ini jawabannya sama kaya dibuku Gio, ini soal yang sama lho, masa lupa?"
"Eh iya," Gio menggaruk kepalanya, "gue bener-bener gabisa fokus."
"Coba stretching dulu deh atau pesen kopi lagi," usul Julia.
Gio mengangguk dan melakukan stretching yang disuruh Julia, namun saat tubuhnya mengarah ke kiri, dari jendela kaca Gio melihat Alejandra sedang duduk di tribun lapangan outdoor berdua, langsung saja kegiatan Gio terhenti karena melihat mereka berdua.
Julia yang sadar melihat arah pandang Gio, saat melihat Alejandra dan Arion, Julia tersenyum kecut. Mungkin inilah saatnya Julia membicarakannya.
"Gio, lebih baik lo bilang ke Alejandra tentang perasaan lo," ucap Julia dengan lembut seperti biasa.
Gio langsung menoleh dengan kaget, "Jul kok ngomong gitu?"
Julia tersenyum menatap Gio, "gue tahu semuanya Gio, gue tahu dari awal lo ngedeketin gue karena Arion dan Alejandra, lo melakukan semua sandirwara ini karena gak mau Arion nyakitin Alejandra," tembaknya langsung, "bahkan tampa Arion kasih tahu gue, gue udah tahu yang sebenernya."
Gio terdiam menatap wajah Julia yang cantik, namun mata Julia sudah mulai berkaca-kaca, Julia menggigit bibir bawahnya, menahan agar air matanya tidak keluar, akhirnya Gio bertanya, "lo udah tahu dari awal, tapi kenapa lo masih mau lanjutin ini, Jul?"
Nafas Julia terhembus, "itu semua karena gue cinta sama lo," ucapnya dengan senyuman yang belum pudar, namun kali ini air matanya tidak bisa lagi ditahannya, "gue pikir dengan mengikuti permainan lo dan menghabiskan waktu bersama lo, gue bisa membuat lo ngelupain Alejandra dan bener-bener bersama gue, tapi sekarang gue lihat itu gak akan terjadi."
Julia menarik nafasnya panjang dan menghapus air matanya, dia melanjutkan lagi, "karena dari dulu sampai sekarang pun, Alejandra gak pernah hilang dari pikiran lo, Alejandra udah seperti udara yang lo hirup tiap hari, kalo dia jauh, lo merasa sesak, mungkin lebay kedengerannya tapi itulah faktanya Gio, gue bisa lihat itu," walau mengatakan semua itu, tidak ada terdengar nada marah dari Julia.
"Gue merhatiin cara lo memandang Alejandra setiap hari, dan itu memang membuat gue iri karena belum ada seorangpun yang memandang gue seperti itu," Julia kembali tersenyum, "pergilah Gio, kejar Alejandra, gue yakin dia butuh lo."
Gio menghapus air mata terakhir yang jatuh ke pipi Julia, "maafin gue Jul."
Julia menggeleng, "jangan minta maaf Gio, lo gak salah, karena memang seperti itu hukumnya, untuk melindungi yang satu, yang lain memang harus merasakan sakit," Julia menghapus air matanya sendiri, "gue gak marah sedikitpun sama lo."
Gio menarik saku celananya, mengeluarkan sapu tangan dan memberikannya kepada Julia, "makasih Julia, dan lo harus yakin, siapapun yang akan mendapatkan lo nanti, laki-laki itu sangat beruntung."
"Gue tahu itu," kekeh Julia menunjukkan dereran giginya yang rapi seraya menghapus air matanya dengan sapu tangan Gio. Setidaknya walau tak ada Gio, saputangan Gio akan selalu siap menghapus air mata Julia.
-
"Jadi apa yang mau lo bilang?" tanya Alejandra langsung saat dia dan Arion duduk di tribun.
Arion memandang wajah Alejandra, "gue minta maaf so—"
"Iya udah dimaafin," potong Alejandra.
"Gue cinta sama lo," kata Arion dengan sekali tarikan nafas.
Mendengar itu Alejandra terdiam, jantungnya langsung bedetak tak karuan. Arion melanjutkan, "gue akui memang awalnya itu rencana busuk gue dan temen-temen gue bahkan Luna, tapi sejak gue ajak lo ngedate, makan di kantin bareng, liat semua canda dan tawa lo, bahkan ketulusan dan kebaikan lo selama ini gue sadar kalau gue telah menyianyiakan orang yang sangat berharga, gue jatuh cinta sama lo, Alejandra, dan itu terasa banget saat Gio mukulin gue dan bilang kalau dia rela kehilangan apapun demi lo," Arion memegang tangan Alejandra, "gue ngambil CD itu karena gue cuma mau maluin Gio, gue bener-bener gak nyangka kalau lo yang ternyata maju dan menanggung ini semua, dendam gue ke Gio membuat gue menyakiti lo dan itu bener-bener membuat gue merasa sebagai orang hina, gue gak akan lagi dibutakan oleh dendam."
Arion berdiri dari tempatnya duduk dan duduk di tribun depan Alejandra, membuatnya seperti berlutut, "gue cinta lo Alejandra, dan gue siap ninggalin semua ini, Gypsy Joker, bahkan Luna, gue akan ada selalu untuk lo, gue cuma mau jadi orang biasa yang bahagia daripada orang berkuasa yang gak punya siapa-siapa," Arion memegang tangan Alejandra lagi, "lo mau terima gue Al?"
"Arion," Alejandra memposisikan dirinya sedikit menunduk untuk sejajar dengan Arion, "gue memang cinta sama lo Arion, lo cinta pertama gue, tapi setelah semua kejadian ini gue tersadar kalau gue kurang mencintai diri sendiri karena terlalu fokus untuk mengejar lo," Alejandra terkekeh pelan, "emang aneh, bertahun-tahun gue ngarepin lo bisa membalas cinta gue, tapi saat gue mendapatkannya, gue malah menolak," Alejandra menarik nafasnya, "tapi gue gak mau jadi orang yang pandai berpura-pura, Arion. Gue gak mau menjalani hubungan dengan terpaksa sama lo karena itu akan menyakiti lo maupun gue, gue gak mau bohong soal rasa. Maaf Arion, tapi gue ga bisa."
Arion mengangguk dan tersenyum, "gue ngerti Al, ini memang kesalahan gue mutlak, dan gue ngerti kalo rasa itu udah berlari dari hati lo," Arion memengang dengkul Alejandra, "tapi mulai sekarang, semuanya bakal berubah, gue bukan lagi Arion yang dulu."
"Mari hidup tampa menyimpan dendam," Alejandra mengulurkan tangannya kepada Arion.
Arion menjabatnya dan menjawab dengan cengiran, "you got it!"
Alejandra tersenyum juga menatap Arion, awan yang dikejarnya telah mengampirinya sendiri dan menjadi hujan, membasahi hatinya yang kering karena luka lalu menyembuhkannya, dan itu sudah berarti segalanya untuk dia.
TBC