Andara menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Perempuan itu kini sedang berada di taman untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Andara menaiki sebuah ayunan yang sudah jarang digunakan.
Andara masih merasa bimbang dengan keputusan yang akan ia ambil. Andara merasa sangat gundah dan gelisah. Andara takut jika keputusannya salah dan malah menyebabkan masalah baru.
Algar selalu ada untuknya. Algar adalah malaikat pelindungnya setelah sang bunda. Algar sudah terlalu berkorban banyak untuk Andara, apakah ini saat yang tepat untuk melepaskan Algar dan membiarkan lelaki itu bebas dari luka serta beban?
Andara menghembuskan napasnya berat. Ia ingin Algar tetap di sampingnya, asalkan Algar tidak terluka. Tapi Elvan adalah Elvan, lelaki itu tidak akan tinggal diam dengan ancamannya. Ia akan benar-benar melakukannya. Andara tidak mengerti lagi apa yang ada di dalam pikiran lelaki itu.
Matahari sudah mulai silau, Andara memutuskan untuk kembali ke rumah Algar walau dengan perasaan yang berkecamuk.
Meninggalkan atau mempertahankan? Hanya salah satu dari kedua pilihan itulah yang bisa Andara ambil. Pilihan yang Andara pilih akan menentukan jalan hidup Andara kedepannya.
♡♡♡
Andara mendaratkan bokongnya di pinggir kasur. Lidya yang melihat Andara tidak semangat langsung menghampiri perempuan itu. Lidya berharap bisa menghibur Andara jika memang perempuan itu sedang dalam perasaan yang tidak baik.
"Kak Andara kenapa?" tanya Lidya. Andara menoleh dan menggeleng kecil, pertanda jika ia tidak kenapa-kenapa. Tapi Lidya tidak percaya, karena wajah Andara yang terlihat sangat sedih. Lidya yakin jika Andara sedang tidak baik-baik saja.
"Kakak tau, gak? Bang Algar itu sering cerita tentang kakak ke aku, lho." Andara menaikkan satu alisnya. Sepertinya Lidya berhasil membuat Andara tertarik dengan pembicaraan mereka.
"Oh, ya? Emangnya dia cerita apa?"
"Dia cerita banyak banget. Katanya kak Andara suka sama novel, makanya waktu itu dia ngajak aku buat beli novel, soalnya dia gak tahu apa-apa tentang novel. Aku kira itu bukan buat kak Andara, taunya dia bilang buat kak Andara. Tau gitu aku pilihin yang lebih bagus," jelasnya membuat Andara terkekeh.
"Tapi itu novelnya bagus kok, serius. Aku suka banget. Jadi itu kamu yang pilihin, ya?" Lidya mengangguk antusias. Lidya tersenyum kecil ketika mendengar tawa Andara, setidaknya ia berhasil menghibur Andara walaupun hanya sebentar.
"Terus dia cerita apa lagi ke kamu?" Lidya berpikir sejenak. Algar memang banyak menceritakan tentang Andara padanya, oleh karena itu Lidya bisa menyimpulkan jika keduanya memiliki hubungan yang spesial, seperti pacaran.
"Dia pernah bilang kalau kak Andara itu unik banget." Andara menaikkan satu alisnya.
"Unik?" Lidya mengangguk.
"Dia gak bilang apa-apa lagi, sih. Aku juga gak tahu maksudnya unik itu apa. Bagi aku kak Andara emang beda benget, rasanya tenang banget kalau deket kak Andara." Andara tersenyum.
"Oh, ya?" Lidya mengangguk antusias kemudian memeluk Andara.
Andara mengusap punggung bocah kecil itu. Andara juga sudah merasa nyaman dengan Algar dan keluarganya, mereka sangat baik pada Andara. Bahkan Dita memperbolehkannya untuk menetap beberapa hari di rumahnya. Keluarga Algar sudah seperti keluarganya sendiri, apakah Andara salah jika ia menganggapnya seperti itu?
Andara sangat menyayangi keluarga Algar. Andara tidak akan membiarkan Elvan merusak kebahagiaan keluarga ini. Andara akan melindungi senyuman Lidya, Andara akan melindungi tawa Dita dan Andara akan melindungi Algar. Ini adalah balasan yang tepat untuk Algar karena lelaki itu sudah terlalu berkorban cukup banyak untuk dirinya, sekarang saatnya Andara yang berkorban untuk Algar dan keluarganya.
Sepertinya Andara tahu keputusan apa yang akan ia ambil.
♡♡♡
Andara menatap makan malamnya dengan sangat tidak bernafsu. Andara sama sekali tidak berniat untuk menghabiskan makanan itu. Dita yang melihat Andara seperti memiliki banyak pikiran langsung menegur perempuan itu.
"Andara? Kamu kenapa?" tanyanya. Andara tersadar dari lamunannya kemudian menggeleng tegas.
"Gak apa-apa kok, tante." Dita tersenyum kecil pada Andara.
"Kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita ke tante, kok." Andara mengangguk kecil.
"Makasih, tante. Tapi aku emang gak apa-apa, kok." Dita mengangguk kemudian melanjutkan makan malamnya. Dita juga tidak akan memaksa Andara untuk menceritakan semua masalahnya pada dirinya. Jika memang Andara tidak mau, Dita memaklumi itu, mungkin itu masalah pribadinya.
Setelah makan malam berakhir, Andara langsung berlari menuju kamar Lidya dan mengemas seluruh barang-barang miliknya. Andara sudah mengambil keputusan jika ia akan kembali ke rumahnya hari ini, walaupun senja sudah terbenam dan jalanan gelap, Andara akan tetap pergi.
Algar yang terganggu dengan suara berisik di kamar sebelahnya, yaitu kamar Lidya, langsung menghampiri kamar tersebut dan menaikkan kedua alisnya ketika mendapati Andara yang tengah berkemas.
"Lo mau ke mana?" Andara terkejut dan membalikkan badannya.
"Gue mau balik." Algar menaikkan satu alisnya.
"Sekarang? Gak besok aja?" Andara menggeleng tegas.
"Sekarang aja. Lo gak perlu nganter gue, gue bisa sendiri, kok."
"Yakin?" Andara mengangguk kemudian kembali memasukkan barang-barangnya ke koper yang lumayan besar. Padahal Andara tidak membawa barang-barang yang banyak, tapi tetap saja kopernya penuh.
"Gue bilang mama dulu." Algar melangkahkan kakinya menuju dapur, mamanya itu masih sibuk mencuci piring.
Setelah selesai dengan persiapannya, Andara menatap pantulan dirinya di cermin dan merapikan ikatan rambutnya yang berantakan.
"Lo pasti ambil keputusan yang bener, Andara. Lo harus yakin sama keputusan lo sendiri, oke?" tanyanya pada diri sendiri.
Setelah selesai membenarkan penampilannya dan memantapkan hatinya, Andara langsung bergegas berpamitan dengan Dita.
"Andara, kamu mau balik sekarang?" Dita langsung menghampiri Andara yang baru saja sampai. Andara mengangguk kecil.
"Kamu yakin? Gak besok aja?"
"Sekarang aja, tante."
"Biarin Algar nganterin kamu ya, nak?" Andara menggeleng kecil kemudian tersenyum.
"Gak usah, tante. Aku sendiri aja gak apa-apa." Dita memeluk Andara dan mengusap punggung perempuan itu.
"Kalau kamu ada masalah langsung cerita ke tante ya, sayang." Andara membalas pelukan Dita.
"Makasih, tante. Aku jadi ngerepotin tante dan Algar terus." Dita langsung menggeleng.
"Kamu gak ngerepotin kok, sayang. Tante malah seneng banget kalau kamu ada di sini, jadi ada temen ngobrolnya." Andara terkekeh dan tersenyum lebar setelah melepaskan pelukannya.
Setelah melirik Algar sebentar, akhirnya Andara melangkah meninggalkan rumah keluarga Algar.
Andara akan membiasakan dirinya dengan hidup mandi, tanpa adanya bunda. Andara juga sudah menguatkan mentalnya jika Elvan datang menghampirinya.
Andara harus menghadapi kenyataannya. Andara harus bisa melewati semua masalah tanpa ada campur tangan orang lain. Hidup ini hidup Andara dan Andara yakin jika ia bisa mengatasinya sendiri.
Semuanya tidak sampai sini saja, bahkan ini belum apa-apa. Ini masih permulaan dari langkah Andara. Jika kalian mengira ini adalah keputusan Andara, kalian salah. Ini bukanlah keputusan Andara yang sebenarnya.