Algar melangkahkan kakinya menuju kantin dengan muka yang sangat masam. Lelaki itu tidak membalas sapaan siswa lain, karena saat ini hatinya sedang terasa nyeri. Algar hanya berjalan lurus dengan wajah datarnya, banyak siswa dan siswi yang mulai membicarakan Algar karena sikap lelaki itu yang sedikit aneh.
Algar tidak pernah berpikir jika Andara akan memutuskan hubungan mereka secepat ini. Hubungan tidak jelas? Algar mengacak rambutnya kasar. Harusnya tadi ia bilang saja jika ia sudah jatuh cinta pada Andara. Tapi Algar masih belum berani mengungkapkan semuanya kepada Andara.
Rio dan Revan saling bertatapan ketika melihat Algar yang baru saja mendaratkan bokongnya. Wajah lelaki itu tidak seperti biasanya yang sangat ceria, kali ini wajah lelaki itu seperti ikan mati.
"Kenapa lo, gar?" Algar hanya melirik Rio dan tidak memberikan jawaban sama sekali.
Algar menjatuhkan kepalanya di atas meja. Lelaki itu seperti tidak lagi memliki semangat untuk hidup.
"Gar? Mau mati lo, ya?" Algar menghembuskan napasnya kasar.
"Gue putus, yo." Rio terdiam mencerna kata-kata Algar barusan.
"Hah? Gimana, gimana?" Algar menegakkan kepalanya kembali dan menatap kedua temannya itu.
"Andara mutusin gue," jawabnya lagi. Rio hampir saja memuntahkan seluruh makanan yang sedang ia kunyah saat ini, untung saja Revan dengan cepat memberikan sebotol minuman pada Rio.
"Lo serius, gar?" tanya Rio lagi setelah tenang.
"Emang muka gue keliatan bercanda?" Rio menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Enggak, sih, soalnya muka lo keliatan kayak orang yang mau mati." Algar mendesah berat.
"Emang kalian ada masalah apa?" sambar Revan. Algar terdiam kemudian menaik turunkan kedua bahunya. Rio dan Revan saling bertatapan.
"Emang dia bilang apa ke lo?" tanya Revan lagi.
"Dia bilang hubungan kita gak jelas, gak didasari rasa cinta. Kata dia, kita pacaran cuma karena gue mau ngejagain dia dari Tasya, dan sekarang Tasya udah pindah. Jadi dia mutusin hubungan kita gitu aja."
"Tapi lo tahu kan, cinta itu tumbuh. seiring dengan berjalannya waktu dan saat ini pun gue udah jatuh cinta sama dia," lanjut Algar membuat Rio dan Revan menahan tawanya, jarang-jarang Algar jujur tentang perasaanya pada mereka.
"Kenapa lo gak bilang aja sama dia kalau lo udah jatuh cinta?" Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Apakah ia harus jujur dengan teman-teman laknatnya ini? Algar sangat tidak terbiasa.
"Gue masih gak berani. Dia juga gak ngasih waktu gue untuk ngomong. Dia pergi gitu aja." Revan tertawa terbahak-bahak.
"Kayak bocah aja lo gak berani." Algar menatap Revan sinis.
"Lo tahu, lah, rasanya gimana. Gue juga baru pertama ngerasa gak berani gini ngungkapin sesuatu," jawabnya. Sebelumnya Algar sama sekali tidak pernah menyukai perempuan, tidak ada yang bisa mengambil hatinya, kecuali Andara.
"Dasar nolep!" tandas Rio membuat Algar mendesah berat.
"Terus gue harus gimana dong, yo, van?" Algar kembali menjatuhkan kepalanya di atas meja. Rio menaikkan satu alisnya.
"Kalau menurut gue sih, Andara juga udah jatuh cinta kok sama lo," ucap Rio membuat Algar mengernyitkan dahinya.
"Kenapa lo bisa bilang gitu?" Rio berpikir sejenak.
"Ya, dari sikap dan sifatnya aja udah ketahuan, sih. Dia itu gak cuek ke lo doang. Dia juga kalau ngobrol sama lo tatapannya beda. Jadi menurut gue, ada kemungkinan dia udah suka sama lo." Algar terdiam. Yang dikatakan Rio tidaklah salah. Mereka sudah menghabiskan waktu lumayan lama dan tidak ada masalah serius di antara keduanya, jadi apa alasan sebenarnya Andara memutuskan hubungan mereka? Algar mungkin akan mencari tahunya.
♡♡♡
Algar menundukkan wajahnya selama jam pelajaran Biologi. Algar tidak tertarik untuk belajar sekarang, yang ada di pikirannya sekarang adalah pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tidak akan terjawab.
Mengapa Andara memutuskan hubungan mereka secara sepihak? Mengapa itu diungkapkan secara mendadak?
Algar tertegun ketika menyadari sesuatu. Algar ingat, setelah Andara pulang dari makam bundanya, perempuan itu terlihat sangat murung dan setelah makan malam, perempuan itu memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Bukankah ia sedang menyembunyikan sesuatu?
Ya, itu dia. Algar sangat yakin jika Andara menyembunyikan sesuatu darinya. Sesuatu yang sangat serius.
Algar akan berbicara pada Andara. Algar akan berjuang sekali lagi untuk mendapatkan hati Andara. Tidak, Algar sudah mendapatkannya, lelaki itu hanya perlu berjuang sekali lagi dan mencari tahu tentang rahasia yang Andara sembunyikan darinya.
"ALGAR!!" pekik bu Ferda. Algar tertegun kemudian mendongakkan wajahnya. Guru wanita itu kini sudah berada di hadapannya dan seluruh temannya kini sedang menatap dirinya.
Algar yang bingung menaikkan satu alisnya.
"Ada apa ya, bu?" Wanita itu berkacak pinggang. Sepertinya ia sangat emosi.
"Ada apa, ada apa, kamu saya panggil-panggilin kenapa gak jawab?! Malah bengong! Mikirin apa kamu?!" omelnya. Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Gak mikirin apa-apa kok, bu. Maaf bu, gak akan saya ulangi," sesalnya. Guru wanita itu menggeleng-geleng kecil dengan kelakuan Algar. Algar melirik Rio dan Revan yang kini sedang menertawai dirinya dengan bebas.
Sial, sepertinya Algar terlalu memikirkannya. Algar melirik ke arah Andara yang masih sibuk dengan bukunya, sepertinya Andara benar-benar tidak memikirkan dirinya lagi.
Bel pulang berbunyi, jam pelajaran bu Ferda pun selesai. Algar menatap Andara yang baru saja melangkah keluar kelas. Algar menghampiri Rio dan Revan kemudian memberitahukan mereka jika Algar akan menyusul. Rio dan Revan hanya mengangguk menyetujui.
Algar langsung berlari menyusul Andara yang baru saja sampai di koridor. Padahal bel pulang baru saja berbunyi, tapi koridor langsung sepi. Algar menarik napasnya kemudian membuangnya perlahan, Algar berusaha menenangkan dirinya.
Algar mencekal pergelangan tangan Andara membuat perempuan itu langsung menoleh. Ketika Andara akan menarik paksa tangannya, Algar menggenggamnya lebih kuat.
"Ra, dengerin gue!" Andara mendongakkan wajahnya. Tatapan keduanya bertemu.
"Gak ada yang perlu gue denger lagi. Kita udah gak ada urusan." Algar terdiam kemudian mulai membuka mulutnya.
"Ra ... jujur gue suka sama lo. Gue mohon ra, kasih gue kesempatan satu kali lagi. Gue masih gak ngerti kenapa lo mitusin hubungan kita gitu aja. Sebenernya kenapa, ra?" Andara terdiam. Perempuan itu langsung menarik paksa tangannya dengan sekuat tenaga dan berhasil lepas dari genggaman Algar.
"Maaf," lirihnya kemudian melanjutkan langkahnya. Perempuan itu meninggalkan Algar sendirian.
Ini benar-benar aneh. Algar memukul dinding di sampingnya, lelaki itu barusaha melampiaskan seluruh emosinya.
Kenapa rasanya sesakit ini? Apa karena ini yang pertama untuk Algar?
Algar tidak ingin menyerah. Algar akan berusaha mengembalikan semuanya, meskipun harus berjuang sekali lagi, dua kali lagi, atau bahkan berkali-kali, Algar akan terus memperjuangkan Andara.
Semuanya akan terasa berat. Tapi berat bukan berarti tidak mungkin.