(Voc Indah)
CINTA dapat hadir kapan pun tanpa kita tahu, bahkan tanpa alasan Cinta bisa tumbuh semakin dalam mengikat hati.
Bagaimana dengan BENCI? bagiku kedua hal itu hampir sama, Benci juga dapat hadir dan menggerogoti hati kita tanpa kita sadari bedanya ada alasan yang membuat Benci itu tumbuh.
Karena aku sempat berfikir jika Cinta dari suamiku akan bertahan lama hanya untukku, namun apa mau dikata sakit dihatinya mungkin lebih besar.
Duka menyelimuti keluarga, isak tangis kesedihan tak henti beralun setiap hari, bahkan kabar gembira yang ku bawa tak sampai hati mengobati duka mereka.
Aku melahirkan Putri setelah lima hari kepergian Angga, tak ada satu pun keluarga yang bertanya tentang bagaimana bisa aku melahirkan diluar bulan yang seharusnya dari yang mereka tahu.
Semua orang berusaha tersenyum dan berusaha bahagia menyambut kehadiran Putri meski aku tahu Duka masih menyelimuti hati mereka.
Dimas yang biasanya bersikap hangat padaku berubah menjadi dingin, bahkan hanya sekedarnya ia menatap Putri, saat itu aku tak tahu jika semuanya sudah berakhir sampai pada akhirnya Dimas datang memberikan amplop putih bertuliskan nama Rumah sakit.
Aku terkejut melihat lembar kertas yang baru ku tarik dari amplop tertulis hasil test DNA atas nama Angga dan Putri, tanganku gemetar dan jantungku berdebar tak karuan.
Dimas mulai memutar pesan suara dari ponselnya, terdengar suara laki-laki dan perempuan yang tidak asing lagi ditelingaku, suara pertengkaran Laura dan Angga didetik-detik akhir kecelakaan maut itu terjadi.
Kecelakaan itu karena kesalahanku?! tanpa aku tanya pun tentunya aku adalah penyebabnya bukan?
Nasi sudah menjadi bubur, dan aku pun tak bisa merubah hal yang sudah terjadi bahkan aku tak berhak untuk membela diriku sendiri saat ini.
Mata Dimas nyalang menatapku meskipun ia tak bicara aku tahu bagaimana perasaannya saat ini, sebesar apa benci yang mulai tumbuh dihatinya padaku, karena baginya aku bukan hanya menghianatinya tapi juga memanfaatkannya selama ini.
Dimas tak menceraikan aku meskipun ia tahu semuanya, namun ia menghukum ku, ia menyiksaku dengan caranya, ia tega berbuat kasar padaku jika aku melakukan kesalahan sedikit saja bahkan ia menghadirkan banyak wanita dihidupnya seolah itu hal wajar dalam hidupnya ia terang-terangan saat menjawab telepon dari wanita lain dihadapanku.
Isi chat yang berbeda dari nomer perempuan lain memenuhi selularnya. Jujur hatiku sakit padahal aku baru membuka hati untuknya, namun ia sudah begitu membenciku, aku semakin terpuruk, tak ada yang bisa aku harapkan lagi, mungkin kini aku hanya pasrah menunggu untuk dibuang lagi.
Hatiku hampir putus asa sebelum aku bertemu dengan Leo, semua wanita dikantor memuji akan kebaikannya dan kesetiaannya pada sang istri.
Bukan hanya baik, wajah tampannya bisa membuat berdebar setiap wanita yang memandangnya.
"gue sih rela banget kalau bisa jadi yang kedua buat pak Leo, apa lagi istrinya belom bisa ngasih keturunan pasti dia bakal lebih sayang kan ke istri keduanya" celotehan para karyawan perempuan setiap ditoilet kantor saat sedang membicarakan Leo.
Entah apa yang merasuk kedalam hatiku, rasa putus asa ku memaksa untuk mencari perlindungan, aku butuh lelaki yang bisa menjagaku, bahkan aku berfikir mungkinkah menjadi yang kedua lebih baik.
Itu hanya fikiran dan nafsu gila yang berusaha aku musnahkan, namun apa daya aku hanya ingin mencoba, aku hanya ingin tahu apa aku masih bisa punya harapan untuk mencari perlindungan.
Tak adil bukan? padahal posisiku yang pertama tapi aku selalu dibuang begitu saja, aku iri dengan istrinya, aku ingin memiliki Leo, aku ingin di Cintai lagi meski pun aku tahu akan ada kebencian dari tindakanku ini, bagaimanapun juga, harusnya perempuan itu bersyukur bukan jika aku bisa membuat suaminya bahagia.
(Flash back off)
***
(Author)
"Lit.. Lita bangun!" suara Angel panik sambil tangannya sibuk mengguncang tubuh Lita yang masih rebah dihadapannya, ia panik ketika melihat sahabatnya tidur seolah sedang mimpi buruk.
Keringat membasahi tubuh Lita padahal kamar Angel sangat dingin karena AC.
Lita menarik nafas kasar setelah matanya terbuka dan lepas dari mimpi buruk yang baru saja hadir dalam tidurnya.
Kini nafas Lita terengah seperti orang habis lari keliling lapangan.
"Lit.. kamu gapapa?" tanya Angel merasa sedikit lega melihat Lita yang akhirnya bangun juga dari tidur, namun raut wajahnya kembali khawatir karena ia yakin pasti Lita baru saja bermimpi buruk.
"enggak apa-apa kak" jawab Lita masih berusaha mengatur nafasnya dan mengusap peluh yang banjir dikeningnya.
"kamu mimpi buruk Lit?" tanya Angel lagi masih penasaran.
"hem... bahkan mimpi ku ini melengkapi buruknya kenyataan yang sedang ku alami" jawab Lita dengan wajah murung.
Angel menatap iba pada Lita, meskipun Lita belum menceritakan apa yang dialaminya, hati Angel ikut sakit ingat ucapan Alex sebelumnya.
"Lita... boleh aku memelukmu sekarang?!" pinta Angel sambil merentangkan tangannya bersiap menyambut balasan peluk Lita.
Tanpa menjawab Lita memeluk Angel.
"apa kau sudah merasa lebih baik sekarang?" tanya Angel.
"terima kasih ka, terima kasih kamu ada disampingku sekarang" balas Lita matanya mulai berkaca-kaca, namun ia bertekad mulai saat ini, ia tak akan menangis lagi.
Angel melirik jam weker digital diatas nakasnya "Lit.. sudah jam enam, sepertinya kita harus bersiap dulu untuk sarapan, atau mungkin kau ingin ambil cuti dadakan satu hari untuk menenangkan hatimu" ucap Angel sambil perlahan melepas pelukannya.
"huh? e-enggak perlu kak, hari ini aku mau masuk kerja, kurasa lebih baik aku menyibukkan diri di tempat kerja dari pada harus sendirian dirumah" Lita menolak tegas, ingat pagi kemarin ia sendirian ketika ditinggal Leo, ia merasa hampa dan kesepian dirumah.
"oke kalau itu mau kamu, kalau gitu sekarang kamu mandi duluan, karena sarapan disini wajib tepat waktu" Angel merasa lega dengan jawaban Lita.
Lita bergegas setelah mendengar ucapan Angel, ia sadar betul sedang berada dimana saat ini, rumah bosnya, bos paling tinggi posisinya dikantor, tidak mungkin ia meninggalkan kesan tidak baik bukan jika sedang bertamu.
***
"Morning Pah... morning juga Mom!" sapa Angel dengan wajah riang menyambut kehadiran papah kebanggaannya yang sedang berjalan menuju kursi tempat kuasanya didampingi istri cantik yang menggandeng lengannya.
"morning my Angel!" sambut Jefry dan Maria kompak sambil tersenyum ceria menatap Angel yang sudah duduk manis di kursi biasa tempatnya.
"sepertinya hari ini kita kedatangan tamu sayang!" ucap Jefry pada Maria sambil menjatuhkan bokongnya di kursi setelah senyumnya tersungging untuk Lita yang tepat duduk dikursi samping Angle.
"selamat pagi pak Jefry, pagi bu Maria" sapa Lita sedikit kikuk karena berhadapan langsung dengan atasan yang bahkan jarang sekali ia lihat.
"kamu masih kaku aja Lita, panggil saya Om kalau bukan sedang dikantor" canda Jefry menggoda Lita.
"huh!? i-iya om" Lita makin kikuk mendengar ucapan Jefry yang terlihat santai.
"enggak usah sok muda deh, minta dipanggil om... pantesan juga dipanggil pak" timbrung Alex suaranya mendominasi ruang makan secara tiba-tiba, sambil berjalan santai mendekat kearah meja makan, kemudian menarik kursi yang ada disamping Lita, dan menjatuhkan bokongnya disana, duduk manis tepat disamping Lita.
Tentu saja si tuan dan nyonya rumah terkejut mendapati sosok yang pernah pergi meninggalkan rumah, kini secara tiba-tiba hadir dengan santai dan cueknya ikut duduk bersama mereka.
Mata Jefry dan Maria sukses membola, menatap bingung kearah Angel seolah bertanya. 'bagaimana bisa Alex pulang? sejak kapan?' dan banyak lagi pertanyaan yang tak bisa terucapkan.
Angel yang merasa ditatap kedua orang tuanya, hanya bisa menaikkan alis dan menaikkan sedikit pundaknya sebagai jawaban dari pertanyaan yang sama sekali belum dilontarkan kedua orang yang masih kaget duduk tak bergeming dari kursi masing-masing.
"makan yang banyak Lit... anggap aja rumah sendiri, enggak usah malu-malu" celoteh Alex mengabaikan tiga orang yang sedari tadi memperhatikannya.
Alex sadar benar kalau kehadirannya tentu saja akan membuat dua orang yang dia anggap sebagai musuhnya itu ketar-ketir, bingung bahkan mungkin juga senang jika ia kembali kerumah.
"i-iya Lita, makan yang banyak, supaya kerjanya semangat kalau perut kamu kenyang" timbrung Maria bicara kikuk kepada Lita.
"i-iya tante" balas Lita.
"bukan tante dong manggilnya Lit, umurnya enggak beda jauh sama kamu loh! panggil aja kakak Maria" sarkas Alex sambil mengukir senyum seolah penuh kemenangan.
Si empunya nama hanya bisa membalas dengan senyum yang dipaksa lebih lebar menanggapi ucapan anak sambungnya.