Chereads / AKU TERGODA (21+) / Chapter 43 - (Flash Back) Aku Ingin Bahagia

Chapter 43 - (Flash Back) Aku Ingin Bahagia

(Voc Indah)

Aku tidak salah apapun bukan? aku juga ingin bahagia, aku hanya tidak ingin jika anak ini harus hidup terombang-ambing sepertiku dan Ibu.

Dimas, kini aku hanya akan bergantung padamu, berjanjilah untuk melindungi ku dan anakku, dengan keegoisan yang ku punya, aku sungguh minta maaf tak memberitahumu jika anak yang ada dirahimku adalah anak kakak mu sendiri.

Entah apa yang Dimas katakan pada seluruh keluarganya, setelah tiga minggu berlalu Dimas meminangku, meskipun tak dihadiri kedua orang tuanya dan keluarganya Dimas tetap menikahiku.

Dimas membeli rumah besar disebuah perkomplekan, ibu pun sudah tidak melanjutkan pekerjaannya, karena Dimas melarang beliau alasannya ia tak ingin melihat ibu kelelahan menjahit sampai begadang.

Usia kehamilanku sudah memasuki tiga belas minggu namun perutku belum terlihat membuncit, sambil takut aku mengatakan padanya jika saat ini aku sedang hamil, tentu saja aku berbohong tentang usia kehamilanku.

Dimas terlihat sangat bahagia mendengar kabar gembira dariku, namun sekali lagi hatiku terasa sakit, aku tahu aku sangat kejam padanya, namun tak ada pilihan lain.

Tiga bulan sudah kami berumah tangga, dan tiba-tiba orang tua Dimas datang kerumah kami, mereka yang awalnya menentang pernikahan ini sekarang hadir dengan senyum hangat menyambutku.

Bukan tanpa alasan mereka berubah fikiran untuk menerimaku sebagai menantu, ternyata Dimas memberi kabar pada orang tuanya kalau sekarang aku sudah hamil, itu alasan mereka menerimaku, karena anak yang sedang ku kandung saat ini.

Karena janin ini akan menjadi cucu pertama untuk keluarga mereka, entahlah apa yang terjadi diantara Angga dan istrinya, aku hanya mendengar jika istrinya Angga masih belum ada tanda kehamilan.

Ayahnya Dimas memintaku untuk berhenti diperusahaan tempatku bekerja saat ini, namun aku menolak dengan alasan karena aku masih ingin berkarier, sampai akhirnya beliau memintaku bekerja diperusahaannya untuk membantu pekerjaan Angga.

Bagaimana mungkin, aku harus bekerja bersama orang yang bahkan masih aku cintai saat ini, aku bersikeras menolak, namun Dimas memohon padaku, alasannya karena aku sedang hamil, dan jika terjadi apa-apa dengan kehamilanku ada Angga yang akan membantuku selagi ia bekerja keluar kota.

Sejujurnya, aku semakin takut jika kebohonganku terbongkar, karena waktu melahirkanpun akan semakin dekat, akan aneh bukan jika aku melahirkan lebih cepat dari bulan yang aku sebutkan pada Dimas.

Pada akhirnya aku bekerja diperusahaan mertuaku sebagai asisten Angga, hari demi hari berlalu, hatiku selalu bertanya-tanya kenapa Angga begitu penuh perhatian padaku, apakah dia masih mencintaiku?, meskipun tak pernah sekalipun ia mengucapkan kata maaf padaku atau menjelaskan tentang pernikahannya yang dilakukan karena perjodohan.

Aku tahu setelah menikah dengan Dimas, karena Dimas menceritakan semuanya tentang Angga dan kakak iparnya.

Setiap hari Angga mengantarku pulang dan menjemput istrinya yang biasa main kerumah untuk mencari inspirasi model baju bersama ibuku, karena istrinya Angga membuka butik, ia juga kadang mengajak ibu untuk mengunjungi butiknya.

sampai akhirnya hal yang paling aku takuti terjadi, hari dimana kejadian naas itu merenggut Angga dan Istrinya.

Karena kebohonganku, semua orang hanya tau jika kehamilanku baru memasuki bulan ke tujuh, padahal hanya tinggal itungan minggu atau hari aku akan segera melahirkan.

Dan akibat kelelahan akhirnya aku mengalami kontraksi, Angga membawaku kerumah sakit terdekat saking paniknya melihatku kesakitan.

Dirumah sakit dokter mengatakan jika aku harus lebih hati-hati dengan kandungan yang akan memasuki usia persalinan, dan secara langsung dokter bicara pada Angga yang ia anggap sebagai suamiku.

***

(Voc Author)

Indah bungkam setelah masuk kedalam mobil, duduk tepat disamping Angga yang sedari tadi menatapnya penuh tanda tanya, berharap penjelasan yang harus Indah katakan padanya tanpa ia minta.

"bukankah kau harus menjelaskan sesuatu Ndah" Angga akhirnya tak sanggup menahan segala perkataan yang sudah menumpuk dikepalanya untuk diutarakan pada Indah.

"tidak ada yang perlu dijelaskan" jawab Indah dingin.

"kau berbohong pada seluruh keluargaku" sambung Angga.

Indah bungkam, bahkan ia tak ingin mengatakan hal yang sebenarnya. Ia berjanji jika ia akan melupakan Angga dan mencoba mencintai Dimas yang telah menyelamatkan hidupnya.

Alis Angga bertaut, frustasi menatap Indah yang tak membuka suaranya lagi.

Angga memarkir mobilnya dan segera turun, biasanya ia akan tetap berada didalam mobil menunggu sampai istrinya yang turun untuk masuk kedalam mobil.

Tapi hari ini Angga tahu jika istrinya dan Ibu Melati sedang berada di butik, sambil mengikuti langkah Indah akhirnya Angga ikut masuk kedalam rumah.

"Ndah kamu harus jelaskan apa yang sebenarnya terjadi" ucap Angga meraih tangan Indah dan menghentikan langkah Indah yang ingin masuk kekamar.

"tidak ada yang harus dijelaskan, lebih baik sekarang kamu pulang, karena tugasmu menjagaku sudah selesai" jawab Indah dingin.

"kau fikir akan bertahan berapa lama lagi kau menutupi semuanya? sebenarnya anak siapa yang ada didalam rahimmu?" Angga menyudutkan Indah.

"kau masih bertanya anak siapa didalam rahimku? harusnya kau lebih sadar itu mas, tanpa aku jelaskan" jawab indah kini suaranya sedikit tinggi, ia merasa kesal dengan ucapan Angga.

"apa maksudmu?" Angga mulai berfikir saat terakhir kali ia bercinta dengan Indah.

"sudahlah, aku tak mau bicara apapun padamu, sekarang lebih baik kau pergi" ucap Indah mendorong Angga untuk keluar.

"apa maksudmu itu anakku?" tanya Angga dengan wajah bingung.

Indah Diam tak bermaksud untuk menjelaskan, bahkan ia berharap jika Angga segera pulang dan meninggalkannya saat ini.

"kenapa kamu enggak bilang kalau kau sedang mengandung anakku Ndah? kenapa kamu malah menikah dengan Dimas?" Angga semakin frustasi dengan segalanpertanyaannya sendiri sambil berfikir apa yang telah berlalu.

"kamu yang meninggalkan aku lebih dulu, bahkan kau menikah begitu saja tanpa mengucapkan perpisahan padaku, kau fikir aku baik-baik saja saat itu mas? aku hampir putus asa dan adikmu menjadi penyelamatku, dia mencintaiku dan menikahiku, kau tahu selama ini juga aku ketakutan saat aku berbohong padanya, dia tak tahu jika anak yang aku kandung adalah anak kakaknya" los sudah lidah Indah tak kuasa mengucapkan apa yang mengganjal dihatinya.

"apa maksud ucapan kamu barusan?" suara Laura menggema ketika ia baru melangkah masuk dan mendengar keributan didalam.

Indah dan Angga refleks menoleh kearah asal suara, dan terkejut menatap Laura yang berjalan mendekat kearah mereka.

"omong kosong apa yang barusan aku dengar?" tanya Laura dengan tatapan kesal.

"kita pergi dari sini" ucap Angga lengsung mengait tangan Laura dan menariknya untuk ikut pergi.

"tunggu mas, aku ingin dengar sekali lagi apa maksud ucapan Indah, kalian harus jelaskan padaku mas" ronta Laura berharap bisa kembali kearah Indah, namun kakinya dan tenaganya tidak terlalu kuat menahan tarikan suaminya.

Angga mendorong masuk Laura dengan paksa kedalam mobil, dan segera pergi mengendarai mobilnya.

"kau harus jelaskan mas, kenapa bisa anak didalam rahim Indah adalah anakmu?" tanya Laura dengan suara yang penuh amarah.

"harusnya kau sadar bagaimana kita bisa menikah" jawab Angga dingin.

"kau tidak pernah sekalipun mencintaiku mas?" tanya Laura suaranya gemetar mendengar jawaban Angga, air matanya los mengalir dipipi, hatinya sakit hanya mendengar satu kalimat dari mulut suaminya.

"kita dijodohkan, dan aku tidak punya pilihan, jadi tak ada yang harus disalahkan diantara kita, apalagi Indah, bahkan ia menjadi korban keegoisan ku" sambung Angga.

"kenapa harus aku sendirian yang tahu kenyataan pahit ini, Dimas juga harus tahu bukan?" ucap Laura mencoba tegar, perlahan menghapus air matanya dan mengeluarkan ponsel dan mulai mengetik.

"apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Angga masih fokus menyetir sambil melirik kearah istrinya.

"Dimas harus tahu anak siapa yang sedang dikandung istrinya" jawab Laura enteng tangannya masih sibuk mengetik.

"berikan ponselmu, jangan bertindak konyol kamu Laura!" teriak Angga berusaha merebut ponsel yang sedang dipegang Laura sambil tangan yang satunya tetap berada di stang kemudi.

"enggak! Dimas harus tau kalau anak dirahimnya adalah anak kamu mas!" teriak Laura berusaha mempertahankan ponselnya dalam genggamannya.

Karena terlalu fokus Angga ingin mendapatkan ponsel Laura akhirnya ia tak memperhatikan jalan yang sedang ia lewati.

"mas awas didepan!" pekik Laura saat melihat truk mobil yang sudah hampir dekat dengan mobil yang ia tumpangi.

Refleks Angga membating setirnya menghindari truk dan langsung menabrak pagar beton pembatas jalan tanpa mengurangi kecepatan.

***

"Terimakasih atas kerja samanya pak, semoga semuanya berjalan lancar" ucap Dimas penuh semangat sambil menjabat tangan klien bisnisnya.

"tentu tentu pak Dimas, saya juga terimakasih karena sangat puas bekerja sama dengan anda" balas lelaki paruh baya yang tangannya sedang dijabat Dimas.

Mereka semua pergi setelah ucapan perpisahan, Dimas dan rekan kerjanya juga mulai berjalan meninggalkan tempat pertemuan.

Dering ponsel Dimas berbunyi nyaring di dalam saku dan getarnya mulai terasa "nyokap telepon? tumben" celetuk Dimas ketika melihat layar ponselnya.

"halo ada apa mah?" ucap Dimas menyapa sang ibu diseberang sana, namun suara isak tangis yang terdengar sambil menjelaskan apa yang terjadi.

"iya mah, Dimas langsung pulang sekarang" jawabnya panik setelah mendengar ucapan sang ibu.

"kenapa Dim?" tanya temannya yang melihat raut wajah sang sahabat berubah panik drastis.

"sorry bro, gue cabut duluan, gue harus balik ke Jakarta sekarang juga" balas Dimas segera pamit, sambil menepuk punggung rekannya dan akhirnya berlari pergi tanpa melihat isi ponselnya lagi.