Chereads / Be a Princess / Chapter 47 - Tamu tak diundang

Chapter 47 - Tamu tak diundang

"Tolong ambilkan kuda yang sebenarnya untuk sang Putri."

"Khun?"

Hore. Dia pasti melihat peningkatanku setelah menonton aku menunggang poni kecil selama berhari-hari. Aku bersemangat menunggu kuda yang akan aku tunggangi.

"Tuan Khun, itu berbahaya."

"Saya akan menjaga Yang mulia."

Aku tidak memperhatikan apa yang dia katakan, karena saat itu seekor kuda coklat memasuki arena menunggang kuda. Itu bukan jenis kuda yang tinggi dan ramping seperti milik Pangeran kedua. Juga tidak seperti kuda yang biasa ditunggangi para ksatria Calverion. Tapi setidaknya ini benar-benar kuda.

"Ini kuda betina. Meskipun masih muda tetapi kuda ini cukup tenang. Naiklah Putri."

Dengan penuh semangat aku menaiki kuda itu. Segera aku merasa menjadi tokoh dalam drama-drama kolosal yang dengan gagah menunggang kuda. Ya ampun, tiba-tiba aku merindukan ponselku. Mengambil beberapa selfie diatas kuda seperti ini pasti hebat.

"Pegang tali kekangnya lebih erat Putri. Dan coba hentakkan kaki anda."

Aku mengikuti instruksinya. Begitu kuda itu bergerak kepercayaan diriku mulai luntur.

Meskipun caranya tetap sama. Tubuh kuda lebih lebar sehingga aku harus merentangkan kakiku lebih lebar jika dibandingkan dengan menunggangi poni. Kuda juga lebih tinggi sehingga rasa ngeri mulai merayap di punggungku. Bagaimana jika aku jatuh?

Kalau di film, jatuh dari kuda bisa berakibat fatal. Aku bisa lumpuh bahkan mati begitu saja.

"Percayalah pada kuda anda Putri."

Aku tidak menyadari jika Khun yang juga sudah menunggangi kuda sudah berada disampingku. Ia meraih tali kekang kudaku sehingga aku hanya bisa berpegangan pada pelana kuda.

"Tenanglah Putri. Kuda anda dapat merasakan kegelisahan anda."

"Tuan Khun, bukankah anda harus naik bersama-sama Putri?"

"Yang mulia tidak memerlukannya."

Agatha terdiam begitu mendengar kata-kata Khun? Atau karena dia melihat senyum Khun? Irie ini benar-benar pria yang mampu memikat wanita hanya dengan tersenyum.

"Baik, ayo jalan."

Pada dasarnya ini sama saja dengan membantu anak-anak. Sementara Khun menuntun kudaku, aku hanya bisa memegang pelana kuda.

"Berikan tali kekangnya padaku."

"Baik."

Dengan patuh Khun mengembalikan tali kekangnya padaku tapi tetap menjaga kudanya untuk berjalan disisiku.

"Apakah aman jika aku menghentakkan kakiku?"

"Tentu Yang mulia. Jangan khawatir, saya akan menjaga anda."

Dengan kata-kata itu aku mulai berani memacu kudaku.

Aku tahu kuda Khun jauh lebih cepat dari kuda coklatku. Aku bahkan melihat bekas luka memanjang pada sisi kanan kudanya jadi aku bisa pastikan jika itu adalah kuda yang sama yang dia gunakan dimedan perang. Tapi melihat kuda itu bergerak tenang seperti penjaga disampingku menunjukkan betapa dia dan Khun saling percaya.

"Putri, katakan saja jika anda ingin bertanya."

"Kudamu... apa yang terjadi padanya?"

"Ini? Ini adalah tanda kepahlawanannya."

"Apa yang terjadi padanya?"

"Dia memblokir pedang yang harusnya untuk saya."

Khun mengusap sisi kudanya dengan lembut.

"Itu bagus Putri. Kuda anda menjadi lebih santai saat anda santai. Cobalah untuk memacunya sedikit lebih cepat."

Aku mengikuti instruksi Khun dan secara perlahan kudaku mulai meningkatkan kecepatannya. Sambil terus memacu kudaku dengan pelan, Khun mengikutiku dengan berbagai instruksi untuk memperbaiki posturku, cara memegang kendali, bahkan membuat aku bisa bergerak seirama dengan kudaku.

Saat kami kembali, langit sudah mulai memerah. Agatha tidak ada lagi ditempat awal kami meninggalkannya. Aku juga melewatkan waktu minum tehku yang juga berarti aku melewatkan snack soreku. Tapi aku rasa ini layak.

"Ini menyenangkan. Terima kasih Khun."

"Anda bisa memberi nama kuda ini Putri."

"Bukankah semua kuda tidak boleh dinamai? Jika aku memberinya nama, aku akan menginginkannya untukku sendiri."

"Tidak masalah. Kuda ini sudah menemukan pemiliknya. Anda bisa memberinya nama dan kuda ini hanya akan menjadi milik anda."

"Benarkah? Bolehkah aku? Darimana asalnya?"

"Seorang kenalanku menawarkan kuda ini karena tidak sanggup membesarkannya. Jadi saya mengambilnya."

"Apakah kau memberikannya padaku? Wow, terima kasih Khun."

Kupikir semua orang sama saja. Diberikan hadiah tentu saja menyenangkan. Jadi aku melompat dan bertepuk tangan. Jadi seperti ini rasanya menjadi seorang Nona muda kaya yang mendapat hadiah yang anti mainstream. Saat itu dengan naif aku tidak menyadari hal yang aneh dari caranya mendapatkan kuda itu.

Mengusap surai kudaku dan saling bertatapan dengan bola matanya yang besar mencoba menemukan nama yang sesuai.

"Cocoa."

"Hmmm?"

"Aku akan memberinya nama Cocoa."

"Maka kuda anda akan bernama Cocoa."

"Jadi, siapa nama kudamu?"

"Shade!"

"Shade? Aku ingin mendengar alasan namanya nanti. Dan Khun, apa kau ingat kalau kau masih berhutang penjelasan padaku?"

"Anda bebas bertanya apapun padaku Putri."

Tidak ada Agatha atau pelayan lain. Kami berada dilokasi yang cukup sunyi untuk membahas hal-hal yang tidak boleh diketahui orang lain. Jadi aku bertekad untuk menanyakan pendapatnya kali ini.

"Putri, anda memiliki tamu."

Ketenangan rusak begitu saja saat Agatha berlari mendekat.

"Bukankah itu hal yang biasa? Siapa itu?"

"Itu... itu adalah kerabat Duke dari Ibunya."

Keluarga dari mantan selir ayahku?

Apakah mereka termasuk tokoh yang diceritakan dalam novel?

Karena sebelumnya aku tidak tertarik membaca kisah tragis seperti itu, aku tidak mengingat banyak hal yang tertulis. Memangnya siapa yang bisa menyangka jika dirinya akan terseret masuk ke dalam cerita novel.

"Keluarga mantan selir? Apakah dia mengatakan apa yang dia inginkan?"

"Mereka mengatakan ingin bertemu dengan anda Putri."

"Mereka?"

Tanpa sadar aku sudah mengerutkan keningku.

Sangat tidak biasa jika keluarga seorang mantan selir yang dieksekusi akan mengunjungi keluarga tuannya. Ini bahkan bukan waktu yang tepat bagi tamu tanpa undangan untuk datang berkunjung. Tapi aku tahu, meski aku tidak menyukai identitas mereka, kurasa aku juga tidak bisa mengabaikan mereka begitu saja.

"Antarkan mereka ke ruang tamu. Aku akan menemui mereka nanti."

Aku kelaparan dan ini hampir waktunya makan malam tapi aku sama sekali tidak ingin mengajak orang yang tidak kukenal untuk duduk makan bersamaku. Jadi yang bisa aku tawarkan adalah jamuan teh yang tertunda.

Begitu aku memasuki ruang tamu, sepasang wanita segera berdiri menyambutku. Itu seorang wanita paruh baya dan seorang gadis muda yang mungkin seusia Agatha.

"Salam pada Lady Calverion"

"Salam pada Lady Calverion"

Dengan cepat aku memindai keduanya. Gaun mereka tidak sederhana tapi juga bukan jenis mewah yang biasa diminta Agatha untuk aku kenakan. Pakaian dan sikap mereka jelas menunjukkan jika mereka adalah bangsawan yang telah menerima pendidikan aristokrat sejak dini.

Satu-satunya kesalahan mereka adalah cara mereka menyebut gelarku. Tidak pantas menyebut seorang wanita bangsawan dengan gelar resmi seperti aku hanya dengan sebutan Lady saat mereka menyapanya untuk pertama kali.

"Milady, ini adalah Lady Aristine Belvitti dan putrinya Lady Belle. Nyonya, bukankah saya sudah memberitahu anda untuk memanggil sang putri dengan gelar kehormatannya!"

Keduanya tampak terkejut dengan teguran Agatha.

"Ah, maafkan kami Putri. kami pasti linglung sehingga melupakan peringatan pelayan anda."

Mereka tidak sopan, tapi aku tidak punya bukti jika mereka sengaja. Lagipula itu hanya menghabiskan tenaga jika aku mengusutnya.

Aku melambai untuk mengisyaratkan bahwa aku tidak peduli. Aku mengambil tempat duduk didepan mereka.

"Apakah kalian tidak berasal dari sini?"

"Ya Putri. Kami berasal dari wilayah Selatan. kami baru saja tiba di Ibukota."

"Itu jarak yang jauh. Aku belum menerima surat kunjungan kalian, jadi maaf jika aku tidak menyambut kalian dengan pantas."

"Itu akan menjadi salah kami Putri."

Gadis muda yang menjawabku tertunduk malu.

"Begitu kami mendengar kakakku menerima gelarnya, kami melupakan formalitas dan bergegas ke Ibukota untuk menemuinya. Tapi ternyata kami terlambat."

"Kakak?"

"Ah, Duke Calverion yang baru, itu adalah kakakku."