Chereads / Farmakologi Cinta / Chapter 3 - 3. Ciyeehh Disenyumin

Chapter 3 - 3. Ciyeehh Disenyumin

Danu sedang duduk di kantin. Ia membereskan buku ISO ke dalam tasnya. Lumayan berat. Setiap kali ada pelajaran Ilmu Resep, ia harus lengkap membawa semua buku saktinya. Selain buku Dosis Maksimal, Formularium Nasional, juga tidak ketinggalan buku ISO yang mencakup nama-nama obat beserta perinciannya.

Tas praktek ada lagi. Isinya bermacam-macam. Ada alas timbangan, anak timbangan miligram, benda-benda untuk menyeimbangkan timbangan, seperti; kelereng, mimis, dan potongan kaleng kecil, lap, botol-botol, kertas perkamen, daaaaan masih banyak lagi.

"Nih, gua balikin," kata Pradita sembari menyerahkan jaketnya ke tangan Danu. "Udah gua cuci en setrika. Dijamin wangi."

"Halah paling Mama lu yang ngerjain," balas Danu santai.

"Lu kok gak percaya sih? Kalau Mama gua yang kerjain, nanti dia nanya-nanya kenapa begini kenapa begitu. Males gua jelasinnya."

"Iya iya deh. Tengkiu." Danu mengambil jaketnya lalu menghirup aromanya. Wanginya sama dengan baju seragam Pradita. Sangat khas. Berbeda dengan wangi pakaiannya yang jelas lebih maskulin.

Pradita kemudian duduk di sebelah Danu. Ia menyugar rambutnya yang dipotong pendek di bawah kuping. Gadis manis itu serius menatap buku cetak Ilmu Kesehatan Masyarakat sembari sebelah tangannya meneguk Buahpita jeruk. Danu memperhatikan saat setetes jus mengenai dagunya yang runcing dan berbelah.

Tangan Danu nyaris terangkat untuk mengelap dagunya yang basah, tapi ia mengurungkan niatnya ketika Pradita menyodorinya dengan Buahpita.

"Nih mau?"

Danu menelan ludah menatap sedotan yang habis dikulum bibir Pradita.

"Eh mau gak?" Pradita menatapnya heran.

"Mau mau."

Danu menerima minuman kotak itu di tangannya, lalu dengan sedikit ragu menyedot isinya. Rasa asam manis dingin membasahi tenggorokannya. Rasanya segar. Ia mengembalikan kotak Buahpita itu ke tangan Pradita yang langsung disedotnya kembali.

Sudah ratusan sedotan, ratusan gelas, dan ratusan minuman bahkan ribuan, mungkin jutaan, yang mereka nikmati berdua secara bergantian. Tapi entah mengapa baru kali ini Danu merasa canggung.

Pradita adalah seorang gadis yang sedang beranjak dewasa. Seharusnya ia jangan lagi minum dengan sedotan yang sama dengan Pradita. Jika ada seseorang yang menyukainya bagaimana?

Sebenarnya Danu juga menyukainya, tapi hanya sebagai seorang sahabat saja, tidak lebih. Danu menampar kepalanya sendiri, bagaimana bisa ia berpikir untuk menyukai Pradita? Itu sungguh tidak masuk akal.

Pradita tampak elegan dengan caranya sendiri. Kulitnya berwarna kecoklatan karena terlalu banyak berada di bawah sinar matahari. Tidak sedikitpun ia merasa perlu untuk merawat kulitnya. Danu tahu bahwa di kamar Pradita tidak ada kosmetik apapun sama sekali. Meja riasnya hanya berisi deodoran untuk keteknya dan sisir. Sudah itu saja.

Tapi memang pada dasarnya kulit wajah Pradita tidak perlu banyak dipoles sudah terlihat oke.

Pradita juga tidak seperti gadis-gadis lainnya yang sibuk diet agar tetap langsing. Tubuh tingginya terlihat cukup padat berisi, walaupun tidak termasuk kategori gemuk.

"Cuk, Arini, Cuk!" Pradita menyikutnya, membuyarkan lamunannya.

"Mana?"

Danu memperhatikan saat seorang gadis cantik manis berambut panjang sepinggang sedang berjalan bersama teman-temannya. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, tidak setinggi Pradita, tapi jelas sangat langsing. Kulitnya kuning langsat. Matanya bulat besar, dihiasi bulu mata yang lentik. Bibirnya yang mungil dipoles lipgloss berwarna pink muda. Wajahnya jelas-jelas memakai kosmetik karena terkesan begitu cantik paripurna.

Gadis itu terdiam sejenak saat Danu menatapnya. Ia tersenyum manis, lalu mengangguk kecil malu-malu. Danu balas tersenyum ramah sambil ragu-ragu mengangkat tangannya untuk melambai. Belum sempat ia melambai, Arini sudah pergi bersama teman-temannya.

"Waah disenyumin, Cuk! Ciyeeehhh!" Pradita kembali menyikut Dana beberapa kali.

"Diem lu ah. Sakit tau!" Danu mendorong sikut Pradita.

"Buruan samperin." Pradita mendorong bahu Danu hingga badannya jadi miring.

"Apaa sih lu?"

"Cepet sanaaa! Nanti dia keburu pergi!" seru Pradita tidak sabar.

"Terus gua harus ngapain?"

"Ya disapa dong. Ngobrol apa aja. Ngomongin pelajaran kek atau jajanin dia minum kek," saran Pradita.

Danu lantas berdiri dengan terpaksa. Ia berjalan menuju ke arah Arini dan teman-temannya. Ia masih sempat menoleh ke belakang. Pradita tersenyum lebar, tangannya bergerak-gerak menyuruhnya untuk cepat pergi. Matanya seolah berkata : 'Semangat, Cuk!'.

Danu memutar bola mata. Matanya menyiratkan ; 'Dasar lu! Gak usah merhatiiin gua terus ya. Malu gua! Udah gih sono ke kelas!' Danu menambahkannya sambil melotot dan mengedik.

Pradita jelas mengerti. Tapi gadis tengil itu mana mau menurut. Ia balas mencebik lalu tersenyum licik ; 'Mana mungkin gua melewatkan kesempatan ini, Cuk.'

Danu kemudian berbalik sambil menggosok wajahnya dengan tangan. Lalu merubah setingan wajahnya menjadi lebih ceria. Arini dan teman-temannya ; Lilis, Opi, dan Yuan, sedang mengobrol sambil tertawa-tawa. Entah apa yang sedang mereka tertawakan.

"Hai semuanya!" sapa Danu.

"Hai, Danu!" balas mereka bertiga, kecuali Arini.

Gadis cantik itu terperangah menatap Danu yang tiba-tiba muncul di sebelahnya. Senyum dan tawa yang sejak tadi menghiasi bibirnya, seketika menghilang. Arini menunduk menatap meja. Danu jadi merasa tidak enak. Apa jangan-jangan ia telah melakukan kesalahan.

Danu menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan jantungnya yang sejak tadi berdetak tak karuan.

"Eh... Mmm... Ka-kalian udah sarapan belum?" tanya Danu terbata-bata.

"Udah dong," jawab Yuan.

"Eh, Danu ini lemper buat kamu." Lilis menawarkan.

Dengan ragu Danu menerimanya. Danu melirik Pradita di ujung sana. Sahabatnya itu sedang menatap tajam sambil terus memperhatikan dan menilainya. Ugh! Memangnya dia guru?

Arini tampak seperti yang membelalak pada Lilis. Sebaiknya ia pergi saja dari sini. Ia hanya merusak suasana pagi Arini.