Chereads / Farmakologi Cinta / Chapter 4 - 4. Arini Si Imut Menggemaskan

Chapter 4 - 4. Arini Si Imut Menggemaskan

"Makasih ya, Lis." Danu kemudian hendak beranjak dari sana. Opi dan Lilis memanggilnya.

"Danu Danu! Jangan pergi dulu dong. Duduk sini." Opi menepuk kursi kayu di sebelahnya. "Kamu ke sini mau ketemu sama Arini kan?"

Danu hanya bisa tersenyum setengah hati, tidak enak pada Arini. Gadis itu diam saja. Pipinya tampak merah padam.

"Ya gitu deh," jawabnya malu-malu.

"Ya udah, sini duduk," desak Opi.

"Eh gak apa-apa nih aku duduk bareng kalian?"

"Gak apa-apa dong!" sahut Opi penuh semangat.

Akhirnya Danu duduk diapit Opi dan Arini. Rasanya canggung sekali. Arini memalingkan wajahnya. Ia tampak gelisah. Duduknya tidak nyaman. Danu membuka bungkus plastik, lalu menguraikan daun pembalut lempernya. Ia menggigit ujungnya sedikit. Rasanya enak.

"Eh kayaknya gua harus ke kelas dulu deh," kata Yuan tiba-tiba sambil berdiri. Arini lantas mendongak.

"Gua ikut ya," kata Lilis yang juga ikut berdiri.

Arini juga berdiri. Opi menahannya. "Eh lu mah di sini aja sama Danu ya."

"Kenapa?" cicit Arini, suaranya kurang jelas.

"Udah di sini aja dulu, ya. Masuknya masih lima belas menit lagi. Tenang aja," kata Opi menyemangati.

Lalu ketiga cewek-cewek itu beranjak dari kantin menuju ke kelas. Tersisa Danu dan Arini, dan si mata elang yang masih mengawasi dari kejauhan. Beberapa anak farmasi sedang sarapan di meja yang lain. Ada yang sedang bersiap-siap mengenakan labjas. Laboratorium Resep tidak jauh letaknya dari kantin.

"Hai, Rin," sapa Danu canggung.

"Hai, Danu," jawabnya dengan suara kecil. "Tadi kan kamu udah nyapa."

"Oh iya ya. Hehehe..." Danu terkekeh. Arini hanya tersenyum simpul.

"Rin, kamu udah belajar IKM belum?" tanya Danu, bingung mau berkata apa.

"Udah," jawabnya singkat.

"Oh iya nanti pulang praktek kita ke perpus yuk!" ajak Danu. Gadis itu mengangguk perlahan. Pipinya semakin merah.

Danu melirik si mata elang. Oh ternyata dia sudah tidak ada. Rasanya agak gugup jika merasa diawasi terus menerus dari jauh.

"Rin..."

"Nu..."

Mereka saling memanggil di saat bersamaan.

"Kamu duluan deh," kata Danu.

Arini menggangguk canggung sambil menyeringai. "Emmm... Nu... Aduh aku lupa mau ngomong apa."

Danu ingin tertawa tapi ia tahan, takut membuat Arini tersinggung. Jadi ia hanya tersenyum. "Ada apa, Rin?"

"Gak tahu. Kamu aja deh."

Eh? Arini yang aneh, tapi sangat imut dan menggemaskan. Gadis itu membenahi rambutnya yang panjang, mengumpulkannya menjadi satu, lalu dipindahkan ke bahu kirinya, sehingga Danu bisa melihat sebelah lehernya yang jenjang.

"Kamu cantik banget, Rin," ucap Danu.

Rasanya wow sekali bisa memuji Arini secara langsung. Sebenarnya Danu adalah orang yang pendiam, tapi bukan berarti ia tidak bisa memuji gadis kesukaannya. Ia sudah menyukai Arini sejak tahun lalu saat mereka masih kelas sepuluh. Waktu itu mereka tidak sekelas, jadi Danu agak sulit untuk mendekatinya. Tapi sekarang di kelas sebelas, mereka jadi sekelas.

Arini menoleh, lalu menatapnya penuh horor. Ia terperangah, mulutnya terbuka sedikit.

"Oh... Makasih..." Arini tercekat.

"Kamu canggung banget sih kalau deket aku?" tanya Danu.

Danu memperhatikan tangan Arini yang agak gemetaran. Ingin rasanya menggenggam tangan itu, tapi ia tidak berani.

"Kelihatan banget ya?" Arini menutupi sebelah wajahnya dengan tangan.

"Eh jangan ditutup dong." Danu meraih tangan Arini yang terasa sangat dingin seperti yang habis memegang es batu. Sontak membuat Arini terperanjat. "Maaf maaf. Aku ngagetin kamu ya?"

"I-iya."

"Santai aja, Rin. Kalau bareng sama aku gak usah canggung gitu. Aku gak ngigit kok," Danu menambahkan sedikit bercandaan agar suasananya tidak terlalu tegang. Tapi Arini tidak termakan candaan itu.

"Kamu mau makan sesuatu gak? Aku beliin deh."

"Eh ga usah, ga usah." Arini menggerak-gerakkan tangannya. "Aku udah sarapan kok."

"Oh ya udah. Kalau gitu, kita ke kelas aja yuk," ajak Danu.

Danu berdiri, diikuti Arini. Danu tidak berani menggandeng tangannya. Duh sudah bisa jalan bersama saja rasanya sudah bahagia sekali.

"Nu," panggil Arini.

"Ya, Rin?" Danu menoleh, agak kaget mendengar Arini menyebut namanya.

"Emm... bo-boleh gak... em... aku nanya sesuatu?" tanya Arini terbata-bata.

"Boleh. Kamu mau tanya apa, Rin?"

Arini menengok ke kiri dan ke kanan, takut ada yang mendengar. "Em... sebenernya... emmhh... Aduh aku gak enak nanyanya." Arini menggeleng-geleng sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Eh, sebenernya kamu mau nanya apaan sih? Aku jadi penasaran."

Jantung Danu deg-degan luar biasa. Apa jangan-jangan Arini mau menyatakan perasaannya sama Danu. Aduh terbalik. Harusnya Danu duluan yang menyatakan.

"Tapi janji jangan bilang siapa-siapa ya," ucap Arini sambil menatapnya memohon.

"Iya," kata Danu lembut.

"Danu, sebenernya... kamu sama... Dita, emmhh... kamu sama Dita pacaran apa gak sih?" Arini menggigit bibir bawahnya dengan wajah penuh kemelut.

Danu hanya bisa merespon pertanyaan itu dengan diam terperangah. Semua pikirannya meletus bagai balon terkena jarum.

"Kenapa kamu tanyanya kayak gitu?"

Arini menyeringai, tampak merasa bersalah. "Maafin aku ya, Nu. Aku gak bermaksud kepo. Maaf ya. Maaf. Jangan tersinggung." Arini menempelkan kedua tangannya seperti memohon-mohon.

Danu menurunkan tangan Arini, lalu meremasnya pelan.

"Aku sama Pradita hanya bersahabat." Aneh rasanya menyebut nama lahir sahabat tengilnya. "Kami udah berteman sejak SD. Jadi ya wajar kalau aku deket banget sama dia."

"Oh gitu ya." Arini mengangguk sambil tersenyum lega.

"Memangnya kenapa kamu tiba-tiba nanya?"

Arini tampak salah tingkah. Ia memainkan rambutnya dengan kedua tangannya.

"Emm... Habisnya kalian keliatan kayak yang lagi pacaran." Danu melongo sambil menaikkan alisnya. "Eh maaf maaf. Jangan marah. Aku bukan maksud merhatiin kamu."

Kali ini Danu sungguh ingin tertawa. Bahunya bergetar. Ia menutup mulutnya dengan punggung tangannya.

"Dari tadi kamu minta maaf terus. Lucu banget sih."

Wajah Arini kembali memerah. Manis sekali.

"Kalaupun kamu emang mau merhatiin aku juga gak apa-apa kok."