Waktu pun berjalan dengan cepat layaknya dalam cerita pendek hingga tak terasa sudah menjelang perpisahan sekolah saja.
Namun, hari-hari mereka sebelum ini, mereka lalui dengan canda-tawa, tangis juga konflik yang sering kali hadir sebagai ujian cinta.
Namun, mereka tetap menjalin kasih tanpa pisah. Sebab mereka saling percaya didunia nan jauh dalam pandangan mata mereka, mereka kekal dalam pernikahan dan cinta menghadirkan kebahagian yang sulit diucapkan dengan kata-kata.
*****
Hari ini adalah waktu perpisahan tiba, kemarin mereka diperintahkan guru-guru untuk berkumpul disekolah jam 7:00. Karena perpisahan ini akan dilaksanakan disalah satu pantai yang berada di Pesawaran.
Perpisahan itu dilaksanakan 2 hari dipantai tersebut, maka Dewa, Indri dan para murid lain mempersiapkan diri dengan sungguh supaya mereka tidak sakit seperti membawa obat-obatan.
Kemudian saat disekolah Dewa pun menunggu Indri didepan pintu gerbang sekolah karena Dewa tiba terlebih dahulu dari pada Indri yang kesiangan disebabkan Indri bermain game hingga larut malam.
Ketika Indri tiba dengan diantar oleh ayahnya yang berhenti tepat didepan Dewa, ayahnya Indri pun berkata kepada Dewa dengan Indri sambil turun dari motor yang dikendarai ayahnya.
"Wa, jaga Indri ya!" Perintah ayahnya Dewa
"Siap om" Jawab Dewa
"Awas ya kalau Indri sampai kenapa-napa pokoknya yang pertama oom cari Dewa" Gurau ayahnya Indri
"Iya om"
"Yaudah, oom pulang ya?"
"Siap om"
Ayahnya Indri pun berjalan pulang kemudian Indri berkata kepada Dewa.
"Dengar tuh apa kata ayah saya" Ucap Indri
"Iya, iya sayang" Jawab Dewa
Indri pun memberikan senyum kepada Dewa
"Ayuk kumpul dengan yang lain" Ajak Dewa
"Ayuk" Jawab Indri sambil meraih tangan Dewa kemudian memegang tangan Dewa
Saat mereka berkumpul tak lama kemudian bus yang mereka sewa pun datang kemudian salah satu guru memerintahkan para murid untuk masuk ke dalam bus.
"Ayooo, anak-anak masuk ke dalam bus, soalnya udah kesiangan nih" Kata guru itu
Dengan tertib mereka pun masuk ke dalam bus yang sudah dikhususkan untuk masing-masing kelas. Namun, Dewa secara diam-diam menyelinap masuk ke dalam bus yang dikhususkan hanya untuk kelas Indri.
Karena Dewa khawatir dengan kondisi Indri dijalan nanti. Maka dia pun berunding dengan Jepri, Doni dan teman-teman sekelas Indri yang lain agar tidak ada yang memberitahunya bahwa dia menyusup hanya untuk menjaga juga menemani Indri.
Namun, saat diperjalanan Dewa ketahuan oleh guru yang mendampingi kelas Indri.
"Itu Dewa kok, bisa ada disini?" Tanya guru itu
" Iya bu, soalnya saya khawatir dengan kondisi Indri bu" Jawab Dewa
"Hadeh, kamu itu, budak cinta banget ya"
"Manusia itu bukan hanya diperbudak oleh cinta saja, melainkan juga diperbudak oleh seluruh nafsu dan takdir yang belum pernah kita ketahui, yang telah kita tanda tangani pada kertas bermateria jauh sebelum kita dilahirkan kedunia ini. Kemudian kita dituntut untuk mengikuti alur cerita hidup kita sendiri walau itu tak pernah kita inginkan, bu"
"Sok, bijak kamu"
"Kebijakan itu bukan untuk dipamerkan melainkan untuk memberi pelajaran pada orang yang belum kenal sesuatu. Yang berjalan pada ceritanya yang masih samar. Dan bila nanti hidup saya pun harus berteman dengan kemiskinan maka tidak ada yang berhak menanyakan kebijakan itu. Sebab kebijakan itu hadirnya melalui perasaan dan penalaran yang cukup atau tidak cukup menjadi cerita hidup."
"Iya deh iya, Wa. Sak karepmu dewe"
Setelah perbincangan itu, Indri dan Dewa diam-diam bercumbu mesra sambil menikmati pemandangan diperjalanan. Sesampainya di pantai itu mereka pun menuju gedung perpisahan yang telah dipesan oleh sekolah sebagai tempat perpisahan itu dilaksanakan.
Dan perpisahan itu dilaksanakan sampai datang waktu shalat ashar. Kemudian Dewa mengajak Indri, Doni dan Jepri shalat ashar bersamanya di mushalla pantai tersebut dengan Dewa sebagai imamnya. Karena mushalla itu terlalu kecil untuk melaksankan shalat berjama'ah dengan jumlah yang banyak, maka mereka shalat dengan cara bergantian.
Setelah shalat Dewa mengajak Indri bersantai dibibir pantai sambil menikmati pemandangan. Disaat Indri sedang asyik memandang langit juga ombak yang berkejaran Dewa pun spontan menghadirkan puisinya.
" (Senja di pantai)
Kita berdua disini saja duduk
Memandang langit juga umur yang entah kapan akan habis
Kita jahit impian dengan sungguh
Kita gambar sinar mentari dalam diri kita.
Kita nikmati usia juga saat bersama.
Dunia ini fana..
Dan kebijakan itu hanya semata
Kita pun tak pernah tahu jalan cerita..
Cukup duduk saja disini..
Aku dalam sukmamu.
Terduduk diam..
Dalam pangkuanmu aku adalah bayi mungil dalam bedongan
Merindukan air asi dari ujung tetek mungil seorang ibu.
Kamu dalam mataku adalah kembang melati mekar yang menunjukkan keindahan kuntumnya.
Dan kita telah menikah didalam alam yang sangat jauh dalam pandangan bola mata
Kita berdua..
Bahagia dalam kesederhaan atau kemiskinan.
Tak ada keluh kesah..
Sebab cinta kita seperti takdir yang selalu menghadrikan tiba-tiba pada kisah." Ucap Dewa
" Hemmm, Iya sayang,
(Mimpi)
Dan aku pun memimpikan bahwa kita adalah sepasang burung gereja yang terdampar pada suatu pulau.
Kita surutkan nafsu untuk selingkuh.
Hingga buih lautan pun kini bermanja pada kaki kita.
Menjelma segala yang tiada.
Kau dalam intiku.
Adalah seorang raja penguasa hati.
Kau boleh ambil semua dalam diriku kala kita menikah nanti.
Sebab aku telah lupa kebahagian dunia diluar sana.
Hanya kamu dalam diriku mengalir lembut bagai melodi.
Kita jalin kisah sekilas namun penuh dengan tafsir." Jawab Indri
"Hemm, yaudah yuk udah mau maghrib nih, kita ke hotel yuk, kita mandi, shalat maghrib lalu ngaji"
"Hayuk, siapa takut"
Dan mereka pun menuju hotel yang telah ditentukan yang berada didekat pantai tersebebut. Saat selesai shalat maghrib mereka mengaji bersama dengan Dewa yang mengajari Indri juga teman-temannya.
Kemudian setelah shalat isya dan sesudah makan malam Indri dan Dewa pun duduk berdua dibalkon kamar hotel. Mereka memandang bintang juga rembulan namun beberapa saat kemudian bintang itu pun menghilang. Indri pun berkata.
"Kasian ya sayang bulan itu kesepian dan sendiri kedinginan menahan derasnya tiupan angin malam ini" Ucap Indri
"Tapi sayang, bulan itu selalu tegar dengan segala siksaan yang ada pada dunia ini, dia rela sendirian tidak tidur hanya untuk memberikan sedikit cahaya pada hati manusia yang diselimuti dengan kelamnya nafsu. Hingga mereka membunuh saudaranya sendiri secara perlahan dengan mengambil hak-hak mereka." Jawab Dewa
"Hemmm. Dasar kamu ini bijak banget" (Sambil mencubit hidungnya Dewa)
"Aduh, sakit Indri"
"Biarin" (Lalu Indri menjulurkan lidahnya).
"Dihh, kamu ini ya sayang, menggemaskan banget ya."
"Iya dong, kan say, anak ayah sama ibu, hehe"
"Hemm, iya deh iya sayang, kamu mah pokoknya everything dah."
Dewa pun memeluk tubuh Indri dengan mesra. Tak terasa waktu pun telah larut malam lalu dia kembali ke kamarnya untuk tidur. Keesokan harinya dipagi yang cerah mereka berdua pun berjalan-jalan mengitari pantai kemudian berfoto mesra untuk dijadikan kenang-kenangan.
Setelah itu mereka membeli oleh-oleh berupa baju khas pantai tersebut. Kemudian kala pukul 13:15 para guru memerintahkan semua muridnya berkumpul karena tiba saatnya untuk pulang. Disaat perjalanan pulang Indri mabuk perjalanan hingga dia muntah dan muntahannya itu jatuh tepat dijaket Dewa.
Namun, Dewa tidak marah melainkan dia melepaskan jaketnya kemudian memberikan jaketnya tersebut kepada Indri agar digunakan sebagai kantung muntah olehnya. Dewa pun berkata.
"Keluarkan seluruh kelelahanmu, sayang.
Aku disini siap menahan segala yang seluruh
Sebab kamu adalah rembulan yang tak pernah lekang oleh waktu.
Tak pernah terhempas oleh semilir kejamnya angin
Kamu menjelma yang tiada
Bagiku..
Berdua, bercumbu mesra bersamamu itu..
Adalah suatu kebijaksanaan Tuhan..
Yang tak pernah ingin aku ragukan,
Tak ingin aku tolak..
Walau hanya sekejap..
Hingga bintang kejora itu pun bertampik sepanjang kulminasi..
Dalam diriku darah itu mengalir sebagai dirimu
Jatuh tepat pada muaraku."
Setelah selesai dengan mabuknya Indri pun tidur dipundak Dewa. Kemudian Dewa membelai manja rambut Indri yang ditutupi oleh jilbabnya hingga tiba disekolah