"Aku tertanya. Apa makna hubungan kita?
dibilang sahabat tapi tingkahnya
seperti lebih dari sahabat."
♡|
"Sore nanti lo datangkan?" tanya Jasmine.
"Pasti datang, sayang. Nggak akan gue lupakan hari terpenting buat sahabat gue." ujar Aidan sambil mengacak-acak rambut gadis itu. Jasmine tersenyum biasa.
'Kenapa ni cowok? Tumben bilang sayang. Apa kepalanya kebentur ya kemarin?' ujar Jasmine dihatinya.
"Kepala lo kebentur ya kemarin?" tanya Jasmine.
"Nggak.. Gue serius." ujar Aidan.
"Sekarang waktu Pak Salim. Lo nggak mau ganti baju?" soal Jasmine.
"Ya sudah.. Gue pergi dulu ya. Jangan lupa semangatin gue waktu gue lagi main basket nanti." ujar Aidan.
'Dasar Aidan bego. Lo nggak minta juga, akan gue semangatin kok.' ujar Jasmine di dalam hatinya. Jasmine mendekati Indah yang merupakan cewek nerd disekolah itu.
"Hai indah.. Lo kenapa sendirian nggak ke lapangan basket?" tanya Jasmine.
"Temen gue putusin persahabatan kami. Jadi gue sendiri aja." kata Indah.
"Ya ampun, benar-benar itu anak.. Nggak papa, lo sama gue aja ya?" tanya Jasmine.
"Beneran? Tapi gue nggak mau. Soalnya, gue bakalan dibully sama cewek lain. Mereka akan ngatain gue yang gue mau sengaja deket sama lo biar gue dihormati." kata Indah.
"Nggak papa. Nggak usah dengerin apa yang diomongin oleh mereka ya? Lo nggak usah takut. Gue nggak bakalan biarin mereka ngatain lo. Ayo kita ke lapangan basket." kata Jasmine. Indah tersenyum tulus.
"Makasih, Jasmine. Lo baik banget sama gue." kata Indah.
"Nggak usah terima kasih sama gue.. Lo juga banyak nolong gue untuk nyiapin pr fisik." kata Jasmine. Indah tersenyum dan mengangguk. Jasmine dan Indah jalan berduaan ke lapangan basket untuk melihat olimpiade basketball.
SMA Anjung bakalan taruhan sama SMA Melati untuk final ini. Sesudah sampai di lapangan basket, Jasmine dan Indah duduk disisi Maria, Aurora dan Rani. Mereka lagi fokus semangatin pacar mereka.
"Rani.. Kakak gue mana?" soal Aurora.
"Iya sih. Mana ya?" soal Rani mencari-cari pacarnya iaitu Agus yang merupakan kakak kembar tidak seirasnya Aurora.
"Itu dia." kata Rani sambil nunjukkin Agus yang lagi berbual sama Aidan, Nathan dan Liam. Jasmine menyunggingkan senyuman apabila diem-diem meliat Aidan yang tersenyum itu.
Mata Jasmine dan mata Aidan bersatu. Aidan melambaikan tangannya kearah Jasmine dengan senyuman cerianya. Jasmine tersenyum manis.
"Ya ampun, ganteng banget Aidan.."
"Dia senyum ke kak Jasmine. Sweet banget.."
"Jiwa ku meronta-ronta."
"Pengen punya sahabat kayak Kak Aidan."
Aidan berlari kearah tempat duduk penonton. Jasmine mengambil botol air yang dibelinya tadi dan kain lalu turun mendekati Aidan.
"Ini air buat lo dan kain." ujar Jasmine. Aidan menyambut huluran Jasmine dan tersenyum.
"Makasih ya.." kata Aidan mengusap rambut Jasmine lembut. Aidan mengucup kening Jasmine lembut.
"Lo datang udah cukup untuk semangatin gue, Jas.." kata Aidan. Jasmine tersenyum.
"Buruan.. Lo keburu telat nanti." kata Jasmine.
"Iya.. Kita jumpa lagi ya." kata Aidan. Jasmine mengangguk dan duduk ditempatnya.
"ohhhh, Jasmine.. Ada apa-apa ya lo sama Aidan?" soal Maria.
"ihh nggak, ngaco lo Mar." kata Jasmine.
"Terus kenapa Aidan nyium lo terus sih?" soal Aurora.
"Kan Aidan sering kek gitu ke gue. Masa kalian nggak tau?" soal Jasmine.
"Iya iya.." kata Aurora. Rani memandang Jasmine.
"Emang gue beneran sahabatnya Aidan, Ran? Kenapa dia ngelayani gue kayak pacarnya. Gue nggak ngerti.." kata Jasmine. Rani mengusap kepala Jasmine.
"Gue juga nggak ngerti sama dia, Jas.. Kenapa Jas? Lo makin jatuh sama dia?" soal Rani. Jasmine mengangguk dan memeluk tubuh Rani.
"Gue semakin sayang sama dia, Rani. Gue harus gimana sekarang? Tadi pagi, hampir aja gue ketahuan sama dia." kata Jasmine.
"Lo terusin aja plan lo itu, Jas. Gue yakin, lama-lama dia bakalan suka sama lo. Lo juga harus peka Jas.. Lo harus liat sama ada dia ada kasi kode sama lo atau kagak." kata Rani.
"Iya, akan gue peka sama semua itu." kata Jasmine. Rani memandang Aidan yang turut memandang kearahnya. Rani mengangguk.
'Lo nggak peka sama kode yang Aidan udah ngasih ke lo, Jas.' bisik hati Rani.
PRIT!!
Whistle dibunyikan menandakan permainan mereka sudah dimulakan. Jasmine melihat Aidan dengan fokus yang bermain basket dengan penuh karisma itu. Ramai sekali penyokong buat Aidan.
Aidan memasukkan bola basket ke dalam jaring dengan mudah. Seisi lapangan basket berisik sama teriakkan fanclubnya Aidan. Aidan tersenyum kearah Jasmine. Aidan sempat mengenyitkan matanya buat Jasmine.
Setelah hampir paruh waktu, team basketball Aidan berjaya memenangi olimpiade basketball. Jasmine berlari kearah Aidan dan Aidan mengangkat tubuh Jasmine.
Kaki Jasmine dilipat dibelakang pinggang Aidan. Tangan Jasmine melingkari leher Aidan. Aidan tersenyum.
"Lo memang terbaik, Aidan." kata Jasmine.
"Ini semua karna berkat lo, Jas.." kata Aidan mengusap pipi Jasmine. Jasmine memeluk Aidan.
'Gue mencintaimu, Aidan..' isi hati Jasmine. Aidan tersenyum.
"Aidan!! Congrats ya." Lanny muncul.
"Makasih Lanny." kata Aidan lalu menurunkan tubuh Jasmine. Jasmine melipatkan tangannya dan memandang Lanny dengan pandangan datar.
"Kenapa muka lo datar gitu, Jas?" soal Lanny. Jasmine mendekati Lanny dan berbisik ditelinga Lanny.
"Gue nggak suka lo terus-terusan mau deket sama Aidan. Lo bukan siapa-siapanya Aidan. Minggir lo." bisik Jasmine pelan sebelum meninggalkan Aidan bersama Lanny. Aidan tersenyum kearah Lanny. Lanny mendekati Aidan dan memeluk Aidan.
"Gue kangen banget sama lo, Dan." kata Lanny kuat. Aidan membalas pelukan Lanny.
"Gue juga." kata Aidan. Kelihatan Jasmine melihat Aidan dan Lanny berpelukan membuatkan Jasmine cemburu.
"tahan, Jas.. Mereka nggak pacaran." kata Jasmine pelan. Jasmine tersenyum biasa dan terus berjalan. Lanny melepaskan pelukan Aidan.
"Sore ini lo hadirkan?" soal Aidan.
"Pasti." kata Lanny. Aidan tersenyum. Jasmine mendekati Rani dengan perasaan kesal.
"Lo kenapa, Jas?" soal Rani.
"Lanny.. Dia peluk doi gue." kata Jasmine.
"Beneran? Terus Aidan?" soal Rani.
"Aidan juga balas pelukannya." kata Jasmine. Rani memicit pelipis dahinya.
"Lo harus bertegas sama Aidan.. Lo harus flirt sama dia.. Walau apapun, Jas.. Lo harus rebut Aidan sebelum Lanny mengambilnya." kata Rani. Jasmine mengangguk nekad. Dia nekad untuk mengambil hati Aidan walau apapun halangannya.
"Dengan cara itu, lo lagi buatkan dia bertambah cinta sama lo." kata Rani pelan.
"Lo ngomong apa, Rani?" soal Jasmine.
"Nggak ada.. Gue cuman bilang, semangat ya untuk sore nanti." kata Rani.
"ohh iya, hampir lupa gue tentang itu. Gue ke ruangan musik ya. Kalo Aidan cari gue bilang ke dia, gue lagi diruangan musik." kata Jasmine.
"Iya.." kata Rani. Jasmine tersenyum dan pergi ke ruangan musik. Jasmine mengelap piano itu dengan kain bersih. Dia duduk dibangku kecil itu. Jari-jari panjang Jasmine menari-nari diatas kunci piano itu.
Jasmine tersenyum sambil memejamkan matanya menikmati musik itu. Dia merasakan dia bermain piano di depan bokapnya. Lama kelamaan, air mata menetes dipipinya. Dia terus memainkan piano itu dengan bersungguh-sungguh.
"Aku kangen sama papa dan mama." ucap Jasmine tulus dari hatinya. Lagu yang dimainkan oleh Jasmine ialah lagu yang disukai oleh mendiang papa dan mamanya. Lagu ini Jasmine selalu memainkannya ketika menyambut anniversary perkahwinan mama dan papanya ketika dahulu.
"Lo bisa lo bisa tampil dengan sempurna?" soal satu suara. Jasmine menolehkan wajahnya kearah suara itu. Kelihatan Lola memeluk tubuhnya dengan smirk.
"Lo nggak usah ikut campur." kata Jasmine.
"Lo memang cantik, baik dan jago bermain piano tapi lo yakin, lo bisa menang dengan ketakutan lo diatas stage?" soal Lola.
"Urusin hal lo sendiri, Lola. Gue nggak mau bikin masalah sama lo." kata Jasmine.
"Gue cuman bilang doang. Gue berani taruhan sama lo loh yang lo bakalan lari ke back stage karna nggak sanggup. Lo akan menyerah begitu sahaja. Nyokap lo udah nggak ada. Sudah nggak ada yang pemberi semangat buat lo. Lo mau bilang Aidan bakalan nyemangatin lo? Nggak.. Lo hanya bisa bermain piano di ruangan musik ini tapi tidak diatas stage." kata-kata jahil yang keluar dari mulut Lola membuatkan Jasmine emosi.
"Gue bilang sekali lagi, nggak usah ikut campur. Lo bukan siapa-siapa." kata Jasmine terus keluar dari ruangan musik. Lola tersenyum puas.
Jasmine duduk dibangku yang berhadapan lapangan basket. Dia menutup wajahnya dan terus menangis. Ya, apa yang dikatakan oleh Lola itu benar. Jasmine takut apabila diatas stage. Dia mempunyai fobia. Dia cuman bisa tampil apabila nyokapnya ada tapi tidak sekarang.
"gue harus gimana.. Gue nggak mau sia-siain impian gue untuk menjadi pemain piano. Itu impian gue yang gue impikan selama ini." kata Jasmine pelan.
Tiba-tiba, ada satu tangan menghulurkan tisu buatnya. Jasmine mendongakkan wajahnya memandang kepada pemberi itu.
"Reno?" soal Jasmine.
"Lo kenapa nangis, Jas? Kelihatan jelek bila lo nangis." kata Reno. Reno adalah sepupunya Jasmine.
"Gue sedihhh.." kata Jasmine semakin kuat tangisannya.
"Jangan nangis kencang banget sih, bego.. Nanti yang lain inget gue yang bikin lo nangis." kata Reno. Jasmine mengelap air matanya dengan tisu.
"Jahat banget lo, Ren.." kata Jasmine sambil memukul perlahan bahu Reno.
"Lo nggak usah nangis-nangis. Kayak anak kecil aja, lo.. Lo nangis lagi, gue jambak lo." kata Reno sambil mengacak-acak rambut Jasmine, Jas hanya menampilkan deretan gigi rapinya.
Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata elang yang sedari tadi memperhatikan interaksi dua itu.
Aidan.
Ya, sedari tadi dia memperhatikan interaksi kedua ora tersebut, lebih tepatnya interaksi Jasmine dan Reno.
Tak terkecuali adegan saat Jasmine memukul lengan Reno, dan Reno mengacak-acak rambut Jasmine. Semua itu tak luput dari perhatian Aidan.
"Brengsek. Lagi-lagi muncul, si Reno." kata Aidan. Lagi emosi Aidan dibuatnya apabila Jasmine dan Reno berpelukan.
"Pelukan lagi." kata Aidan dingin.
"Rasain lo.. Cemburukan? Gue udah bilang, nyatakan aja perasaan lo ke dia.." kata satu suara. Aidan memandang suara yang dikenalinya itu.
"Rani?" kata Aidan. Rani tersenyum.
"Lo mau sakitin hati lo sendiri untuk meliat dia sama cowok selain lo?" soal Rani. Aidan diam.
"Gue lagi butuh waktu yang tepat, Ran." kata Aidan.
"Nanti keburu telat, Aidan.." kata Rani. Aidan hanya diam.
"Terserah lo aja, Aidan.." kata Rani.
"Kedua-duanya keras kepala." kata Rani sekali lagi sebelum pergi.