Akhirnya aku menyetujui untuk melakukan ekspedisi ke ujung dunia ini, setelah pernyataanku di depan publik beberapa hari yang lalu. Hal ini terjadi karena aku tersulut emosi ke tidak percayaan publik terhadap bukti-bukti yang kuungkap di depan pertemuan ilmuwan sedunia mengenai dunia pararel.
Apa mau dikata aku pun mulai melakukan persiapkan hal ini sebaik-baiknya. Clara sempat melarang aku pergi dan mengabaikan tentang pendapat orang-orang terhadapku, tapi aku merasakan ini seperti apa yang terjadi kepada ayahku dulu, dia ingin buktikan bahwa pendapatnya benar tapi apa daya dia tidak punya sumber daya untuk membuktikan semuanya benar dan aku adalah putranya yang akan melakukan itu untuk ayahku sendiri.
Aku sudah mengecek semuanya dan kulihat hasilnya bagus, Mario sebenarnya ingin ikut tapi ku tolak, bukan hanya karena dia masih muda tapi bila terjadi apa-apa denganku berharap dia yang akan mencariku nanti. Tapi aku tidak berharap ingin terjadi hal itu, tapi kemungkinan perjalanan ini cukup berbahaya dengan segala situasi dan kondisinya dan termasuk pintu dunia pararel selalu berubah-ubah setiap waktunya. Aku memutuskan menulis surat wasiat buat Mario dan juga istriku.
Hari keberangkatanku hampir tiba, aku memutuskan pulang ke Indonesia untuk bertemu ibuku untuk pamitan dan mohon doa restunya.
"Bu ... " aku terdiam. Aku tahu dia sangat bersedih, karena aku akan pergi jauh.
"Andre, ibu mengerti ! selama ini kamu melakukan hal ini untuk mewujudkan dan membersihkan nama ayahmu yang sudah tercoreng ! ibu tidak keberatan dengan hal itu, ibu justru bangga dengan hasil yang kamu tunjukan kepada ibu selama ini ! walau dalam hati ibu khawatir dan takut terjadi apa-apa terhadapmu !" jelasnya mengungkap perasaannya selama ini. Aku menyentuh tangannya yang sudah keriput itu dan kucium tangannya dengan lembut.
"Ibu restui kamu pergi Andre !" Ibu tersenyum dan mengusap rambutku. Aku mengangguk.
"Terima kasih Bu ! Aku janji akan pulang dengan selamat !" janjiku kepada ibuku. Ibu hanya mengangguk tak terasa air matanya menetes, ku sentuh dan kuusap air mata itu dan ku peluk tubuhnya, entah kenapa aku pun turut menangis.
-------------------
Ibu mengeluarkan sebuah kotak, aku tertegun dan menatapnya karena kurasa semua barang peninggalan ayah sudah aku dapatkan serta kumiliki.
"Andre, maaf kotak ini terpaksa ibu simpan ! karena sangat berharga ! ibu sebenarnya pengen memberikan ini kepadamu karena kamu akan menyimpannya dengan aman ! tapi setelah beberapa kali kejadian pencurian beberapa waktu lalu, ibu memutuskan tidak jadi !" Ibu menatapku.
"Aku mengerti bu !" aku mengangguk. "Tapi ini apa bu ?" tanyaku heran.
"Ini benda berharga yang ditemukan ayahmu untuk membuktikan semua ucapannya benar ! bukalah ibu juga belum tahu benda apa itu !" pinta ibu. aku membuka juga kotak kayu itu aku dan ibu tertegun,
"Telur besi ?" aku menatap ibu dan dia tidak tahu apa itu. Aku memperhatikan telur terbuat dari besi atau apapun itu karena ringan tidak berat, berwarna abu-abu sama bentuknya dengan telur ayam atau bebek yang sedikit lebih besar.
Aku memeriksa kotak mungkin ada petunjuk yang ada, untuk tahu benda apa ini tapi tidak ada satu pun. Aku memperhatikan telur besi ini dengan seksama, ada garis di tengah telur. hmm bisa dibukakah ? apa isinya ya ?
"Airin apa kamu tahu benda apa ini ? akhirnya aku bertanya kepada Airin.
"Tunggu sebentar saya periksa tuan !" Airin memindai benda berbentuk telur ini.
"Tuan benda ini sejenis logam yang sangat langka dan kuat disimpan sampai kapanpun ! aku rasa ini .... sebuah peta tuan ! hanya itu yang dapat saya lihat !" jawab Arin robot AI dalam bentuk hologram.
"Peta ? hmm apa ini harta karun dari kota atau tempat mitos dunia ? ibu boleh aku bawa ? akan aku teliti lebih lanjut apa ini !" ujarku kepada ibu, dia hanya mengangguk. "Terima kasih Airin kamu boleh pergi !" dan Airin menghilang.
"Andre ? kapan kamu berangkat ?" tanya ibu, aku menatapnya.
"Dua minggu lagi bu !" jawabku.
"Oh, ya sudah !" Ibu terdiam, aku pamitan padanya untuk membawa telur itu ke kamar kerjaku yang dulu dirumah ini.
Kamar kerjaku tak berubah sedikitpun mungkin ibu yang membersihkan dan merawatnya setiap hari, aku menghela nafas. Kalau saja ... tidak ! aku akan berusaha memenuhi janjiku kepada ayahku !
Waktu terus berlalu, aku masih berkutat dengan telur itu dan hasilnya nol. Aku merasakan kepalaku pusing.
"Tok ... tok ... !" pintu di ketuk oleh seseorang.
"Andre, makanlah dulu ! putraku nanti kamu sakit !" teriak ibu dari luar pintu. Kebetulan perutku memang sedang lapar.
"Iya, bu ! aku akan ke bawah !" balasku.
"Ya sudah, ibu tunggu di bawah !" jawabnya, aku mengambil telur itu dan menuju ruang makan. Tercium bau masakan kesukaanku.
"Wah, ayam goreng dan sayur asem !" masakan ibu tak ada duanya di dunia sangat enak sekali. Tanpa ragu lagi aku pun makan dengan lahap.
"Pelan-pelan Andre !" ibuku hanya menggeleng kepala melihat tingkahku yang seperti orang kelaparan ketika makan.
"Dre, kamu masih hapal kunci kombinasi lemari besi ayahmu kan ?" tanya ibu tiba-tiba. Aku terdiam dan menatap ibuku.
"Iya bu memang ... kenapa ?" tanyaku yang kemudian melirik ke arah telur. Aku mengambilnya dan menatap telur itu.
"Ibu lupa ... kamu lagi ngapain Dre ?" tanya ibu melihat aku memutar telur beberapa kali dan tanpa diduga.
"Ceklek !" suara telur terbuka, aku dan ibu tertegun ketika cangkang atas terbuka dan seburat cahaya keluar dari dalam telur, dan kami berdua tak berkedip menatap apa yang terjadi.
"Andre ? apa itu ?" tanya ibu.
"Peta harta karun bu, ini semua berkat ibu !" ujarku senang luar biasa.
"Apanya berkat ibu, Andre ?" tanya ibu heran dan tak mengerti.
"Kombinasi nomor brangkas !" jawabku.
"Airin coba periksa apa itu ? aku tidak mengerti bahasanya ?" tanyaku kepada Ai ku Airin dan dia menjelaskan semuanya.
Setelah itu aku memeluk ibuku karena dia telur rahasia itu bisa terbuka dan tentu saja dia sangat senang.
"Bu, tolong ibu simpan kembali ! dan berikan kepada siapa saja, Clara atau Mario nanti !" ujarku kepada ibu.
"Kamu seperti tak akan kembali saja Andre !" ibu menatapku.
"Bu ini buat berjaga-jaga ! aku tahu perjalanan ini penuh resiko dan bahaya !" aku memegang tangannya. "Bila terjadi sesuatu kepadaku berikan ini biar ada yang mencariku !" aku memohon kepada ibuku, dan dia mengangguk dengan berat hati.
--------------
Beberapa hari kemudian aku kembali untuk memulai ekspedisi ke ujung dunia, walau berat ibu melepaskanku pergi, aku berjanji kepadanya untuk kembali dengan selamat. Kapal selam yang akan membawaku berkapasitas 5 orang termasuk profesor Suherman pun juga ikut, aku sudah melarangnya tapi dia tetap ingin ikut biar ada saksi atas semuanya bila berhasil nanti.
Keberangkatan ku diliput oleh media massa yang ingin tahu semuanya tentang hal ini, awalnya aku keberatan tapi mertuaku meminta membiarkan saja agar semua orang tahu tentang hal ini, walau di media sosial banyak komentar miring tentang hal ini.
Akhirnya keberangkatanku tiba, aku menolak diwawancarai karena percuma saja. Semua menonton baik dipelabuhan atau disiaran langsung di televsi, yang menurut kata orang peristiwanya seperti akan pergi ke bulan naik peawat ke ruang angkasa. semuanya ada dua kemungkinan bisa berhasil atau gagal, bila berhasil akan ada pujian setinggi langir sedang kalau gagal akan di hujat habis-habisan.
Bersambung ...