Chereads / Scar: From The Moon / Chapter 5 - || CHAPTER 04 - SECOND DAY ||

Chapter 5 - || CHAPTER 04 - SECOND DAY ||

_Salahkan takdir yang membiarkan diriku menoreh cerita dalam hidup mu_

*************

Cahaya pagi menelusup masuk ke dalam kamar gadis itu. Matanya mengerjap pelan tatkala cahaya itu mengusik dia dalam tidurnya. Dirinya mulai tergugah dalam tidur karena cahaya tadi. Hari itu awal yang baik untuk hari keduanya pergi ke sekolahnya yang baru.

Matanya mulai terbuka dengan kesadaran tubuh yang mulai meningkat. Mata itu masih beradaptasi dengan keadaan pagi itu. Hingga akhirnya sebuah suara yang membangunkannya secara keseluruhan.

"Ara! Bangun! Sudah siang," suara itu bergema di dalam kamarnya.

"Ngh," gadis itu mengerang karena kondisi tubuh yang agak kaku.

Tok tok tok~

"Araaaaa!!! Bangunnn!!! Sekolahhhh," teriak mama nya lagi.

"Iya ma! Sabar ini Ara bangun!" teriaknya tak kalah keras.

"Bangun! Lanjut mandi!" perintah mamanya.

"Iya ma," lanjutnya final untuk mengakhiri tidurnya.

Gadis itu mulai terbangun dan menata kasurnya, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Tak butuh lama bagi dirinya untuk membersihkan diri. Kini dirinya tengah bersiap diri memakai baju seragam putih abu-abu yang kini telah melekat pada tubuhnya.

Gadis itu memoleskan sedikit lip tint berwarna neon pink pada bibirnya supaya terlihat cerah dan sedikit bedak tabur pada wajahnya. Sesudah siap dengan semuanya,dengan langkah yang semangat ia keluar dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga menuju ruang makan.

"Pagi ma,pa," sapanya hangat.

"Pagi sayang," balas mamanya yang tengah menghidangkan semangkuk bubur ayam buatannya.

"Makan sayang," sekarang giliran papanya yang mulai berbicara.

"Iya pa,Eca man--

"Aing di mari! " seru Eca adik Ara yang tengah menuruni tangga.

"Eh eh,anak perempuan kok teriak-teriak," seru mama menatap jengah putri bungsunya itu.

"Maaf ma,maaf," ucap Eca kepada sang mama dengan tatapan memelas sembari kedua tangan yang sudah memeluk mesra perempuan paruh baya itu.

Mama Seren mengangguk pelan dan kemudian berucap,"Sekarang duduk,makan,nanti terlambat,"

"Siap Mama!" ucap kedua gadis itu bersamaan.

Mereka berempat mulai memakan sarapannya dan terlihat fokus untuk menghabiskan makanan mereka. Keluarga itu memang sudah terbiasa akan keadaan hening tatkala makan.

Ara terlihat sudah menghabiskan makanannya dan mulai menegak susu coklat kesukaannya. Ara kemudian berdiri dan mulai merapikan kembali seragamnya.

"Ma,Pa,Ara pergi dulu,Ara mau berangkat naik ojol aja," ucapnya sembari mencium kedua punggung tangan orang tuanya itu.

"Kok tumben kak?" tanya papa El yang penasaran dengan alasan putrinya tidak mengendarai mobil kesayangannya.

"Iya pa,pingin aja naik motor,"

"Tumben banget kamu gitu," sahut Seren Mama Ara.

"Hehehehe,ya udah ya,Ara berangkat sekolah dulu," pamitnya tak lupa bersalaman dengan adiknya Eca.

"Jangan nakal di sekolah!" tak lupa Ara memberikan wejangan kepada sang adik.

"Iya bawel kakak mah," jawab Eca dengan menatap Ara tak suka karena dia selalu meremehkan Eca yang terkadang bertindak nakal di sekolah.

"Bukan bawel,kakak gak mau liat kamu dihukum lagi kayak dulu waktu SMP," ucapnya panjang lebar.

"Iya kakakku yang cantiiiiikkkkkk ---

Eca terlihat memberi jeda dengan gerak-gerik tengah berpikir keras,"Kalo diliat dari ujung Monas,hahahaha," lanjut Eca disertai gelakan tawa yang bergema di seluruh ruangan.

"Enak aja kamu!! " ucapnya sembari menjitak dahi Eca agak kencang.

"Udah-udah jangan berantem,sana pada berangkat," sekarang El yang sudah terlihat jengah menonton acara drama kakak beradik di hadapannya kini.

"Iya iya pa,Ara berangkat ! Udah ditungguin tukang ojol di depan,"

"Hati-hati!" seru Seren setelah melihat sang putri sudah berjalan menuju pintu rumah.

"Iya ma! " balas Ara yang kini tengah membuka pintu.

Sebelum Ara keluar dari rumah itu tiba-tiba terdengar seruan tak mengenakan dari dalam rumah itu.

"KAKAK HATI-HATI NANTI KEPINCUT SAMA BANG OJOL HAHAHAHA," seruan itu berasal dari Eca yang memang selalu jahil kepada kakaknya itu.

"SIALAN LO! AWAS AJA LO YA!" kali ini Ara sudah tak kuat menahan emosi meluapkannya tak kalah keras dengan sang adik.

Ctak

Baru saja Eca akan kabur untuk berangkat sekolah telah menerima jitakan lebih dulu dari sang mama.

"Mulutnya! Diulangin lagi teriak-teriak! Ngeyel kamu kalo dibilangin!" omel Seren dengan menatap jengkel putri bungsunya yang sudah keterlaluan jahilnya.

"Ampun ma! Sakit aduh,shh,papa! Mama tu pelanggaran HAM karena melukai anaknya," adu Eca kepada papanya.

"Sudah-sudah,berangkat sana,dianterin Pak Zidan! " perintah sang papa yang langsung dilaksanakan oleh sang anak.

"Bye-bye mama papa,"

"Hati-hati!"

Eca hanya mengangguk dan langsung keluar rumah dan menghampiri Pak Zidan yang tengah menyeruput secangkir kopi.

" Pak Zidaaannn,anterin Eca yukkkk!"

"Siap neng,bentar bapak ambil motor dulu ya,takut telat nanti kalo pakai mobil, gapapa kan neng?"

"Gapapa pak,Eca mah mau-mau aja,"

"Siap,bapak ke garasi dulu,"

Eca hanya mengangguk dan menatap sekitarnya. Dirinya menyadari jika Ara kakaknya sudah berangkat duluan.

"Ayo neng," terlihat Pak Zidan yang mengendarai motor matic dan berhenti di hadapan Eca.

"Ayo pak," serunya tatkala sudah menduduki jok belakang.

Mereka kemudian keluar dari halaman keluarga Finley menuju sekolah. Matanya menyipit tatkala mendapat pemandangan yang akan menjadi bahan ejekan nya lagi.

"OII BANG! TUKANG OJOL YA SAMPEYAN! " teriaknya membara. Membuat Ara yang mengetahui teriakan itu berasal dari adiknya mengumpat dalam hati.

**********

Ara POV_🍁

Aku melangkahkan kedua kaki ini keluar dari rumah dengan riang dan mulai menghidupkan ponselku untuk memeriksa ojol yang sudah aku pesan. Saat akan menghubungi tukang ojol,aku mendapat sebuah pesan dari nomor tak dikenal.

Jgn ditelpon!

Pesan aneh itu terbaca oleh kedua mataku. Pikiranku mulai was-was karena mungkin ada yang sedang memata-matai diriku ini yang tengah berdiri di depan gerbang.

Kepalaku refleks menoleh ke kanan dan saat menoleh ke arah kiri terpampang lah di sana lelaki berpawakan tinggi dengan Hoodie hitam dan motor besar berwarna hitam di sampingnya.

Sepertinya aku mengenal lelaki itu. Bukankah itu Deon?

Dia mulai mendekat ke arahku dengan ponsel yang masih ada dalam genggamannya. Diriku berdiam di tempat tak tahu harus berbuat apa.

"Ayo," ucapnya singkat.

"H-hah?" tanyaku yang sudahku tebak sedang menampilkan wajah cengo.

"Ayo," ucapnya lagi.

"H-hah??" tanyaku lagi.

Apa lelaki ini tak bisa berkata hal lain selain 'ayo'? Astaga aku tak menyangka bisa bertemu dengannya lagi pagi ini. Sungguh sial aku hari ini.

"Cepat," katanya lagi yang sudah berbalik menuju motor besarnya.

"Kemana?" kata itu lolos begitu saja dari bibirku ini. Diriku langsung mengikuti dirinya dengan berjalan pelan. Jarak antara diriku dengan motor besarnya memang agak jauh.

"Lo pikir kemana?" tanyanya balik kepada ku sembari kembali memakai helmnya.

"Emm,," Gumamku yang tengah berpikir keras.

"Lo pingin bolos?" tanyanya dengan cengiran kaku.

"Eh eh enggak," tolakku. Memang aku ini murid nakal ya main ajak bolos saja.

"Ya udah,ayo," Aku pun mengangguk kecil dan ia segera memberikan helm berwarna hitam yang terlihat sama dengan yang dipakai oleh dirinya.

Deon mulai menaiki motor besarnya dan menstater kuda besi itu. Dirinya menoleh ke arah belakang yang terdapat aku di sana dan mengangguk singkat.

Aku yang mengerti isyarat lelaki itu langsung mengangguk mengiyakan dan dengan ragu melangkahkan kakiku ke arah motornya dan terdengarlah suara laknat dari Eca.

"OII BANG! TUKANG OJOL YA SAMPEYAN!" serunya yang membuat diriku mengumpat pelan dalam batin.

Aku langsung menghampiri Deon yang mungkin akan emosi mendengar lelucon dari adikku.

"Maaf,tadi adik gue,dia udah biasa jahil gitu,"

Deon yang menatapku yang tengah memberikan penjelasan hanya mengangguk kecil dan menoleh ke arah boncengannya supaya aku cepat naik.

"Eh tapi tukang ojolnya gimana?" tanya ku padanya.

"Udah gue bayar," jawabnya.

"Hah? Beneran?" tanyaku ulang.

"Bener,"

"Oh oke,makasih,"

Dengan ragu aku menaiki motornya dengan tangan yang memegang bahu lelaki itu supaya tak terjatuh dan mendudukkan pantatku ke boncengannya.

"Udah?" tanyanya.

"Hmm,ayo," jawabku singkat.

Bukannya berangkat dia malah menoleh ke arahku untuk melihat keadaanku dan mulai melepas Hoodie hitam yang ia kenakan.

"Pakai,tutupi pahamu," Aku pun langsung mengambil Hoodie itu dan aku gunakan untuk menutupi pahaku. SMA kami memang masih mengenakan rok pendek di bawah lutut.

"Terimakasih," kataku singkat dan dibalas anggukan singkat darinya.

Deon langsung melajukan kuda besi itu dengan kecepatan agak tinggi yang membuatku harus menggenggam seragamnya karena tak mau terjatuh. Dengan lihai Deon mengendarai motor besar itu untuk membelah kemacetan di jalan raya.

Kami hanya berdiam diri. Walaupun dalam batinku punya seribu pertanyaan untuk lelaki ini.

Setelah 30 menit berkendara akhirnya kami berdua sudah sampai di parkiran sekolah. Beberapa pasang mata langsung menatap kami berdua dengan tatapan tak percaya. Banyak yang membicarakan kami berdua membuat diriku menundukkan kepala menyembunyikan wajahku ini.

Tetapi lelaki itu masih bisa bersikap biasa saja enggan mendengarkan pembicaraan orang lain. Deon melepas helm hitam itu membuat rambutnya yang agak panjang berantakan dan mulai menyisirnya dengan jari tangannya.

"Astaga ganteng amat! Ya Tuhan apakah ini karya mu yang hampir sempurna?" batinku mengagumi ketampanan lelaki itu.

Deon yang sudah turun dari motornya menghampiri diriku yang masih terdiam di tempat.

Tanpa aku sadari dia langsung melepaskan helm yang aku kenakan dan merapikan rambutku yang agak berantakan dengan jari-jarinya.

"Astaga,ni anak kesambet apaan coba!" Aku masih dirundungi kebingungan akibat perlakuannya yang agak aneh kepadaku.

Diriku yang terkejut karena perlakuan Deon langsung menundukkan kepalaku untuk menyembunyikan wajahku yang Aku yakini sudah memerah seperti kepiting rebus.

Dirinya masih berdiri di hadapanku karena Aku melihat kedua sepatu milik lelaki itu masih ada di hadapanku. Tanpaku sadari dia langsung mendongakkan kepalaku dengan menyentuh dagu ini yang mengakibatkan kedua mata kami bertatapan.

"Jangan dengerin kata orang," bisiknya di sebelah telinga kananku.

Lelaki itu langsung saja berlalu pergi tanpa berpikir bagaimana keadaan jantungku saat ini.

********