Beberapa minggu telah berlalu, Adel mulai terbiasa dengan keadaannya. Satu minggu pertama, telah Adel pergunakan hanya untuk menangis dan merenung. Jangan tanya kapan Adel akan menangis sebab ia hanya akan menangis di malam hari karena Adel tidak ingin terkesan menyedihkan.
Seluruh warga sekolahnya telah tahu bahwa Adel telah dicampakkan oleh Bagas. Hal itu membuat Adel semakin menghindari kontak dengan Bagas. Namun Adel masih sering bermain kucing - kucingan dengan Bagas.
Jika Adel tahu di depannya atau disekitarnya ada Bagas. Maka Adel akan berjalan memutar untuk menghindari keberadaan Bagas. Katakan lah bahwa Adel cupu arau munafik.
Tapi Adel hanya malas memikirkan hal yang hanya akan mengingatkan ia pada luka yang telah Bagas gores. Apalagi luka itu masih belum kering dengan sempurna.
Hari ini adalah hari Kamis. Sudah 2 hari para pelajar diliburkan dan sekarang mereka harus kembali ke sekolah. Mereka saling mengumpat karena tidak ingin masa liburnya berakhir dengan cepat. Bahkan ada beberapa diantara mereka yang membolos karena tak merelakan liburannya berakhir dengan tragis.
Namun tetap saja, sebagian dari mereka mau tak mau harus merelakan waktu liburan mereka untuk kembali ke rutinitas mereka sehari-hari yaitu sekolah dan bekerja.
SMA Harapan.
Sekolah Menengah Atas Swasta yang cukup terpandang di kota Bogor. Hari ini kondisi lapangan di SMA Harapan terlihat sedikit longgar. Hal ini dikarenakan seluruh murid kelas dua SMA telah menyelesaikan ujian nasional dan hanya sedang menunggu ijasah kelulusan mereka.
Beberapa hari kedepan akan diadakan acara pelepasan untuk siswa kelas 12. Hari ini memang bukanlah hari Senin, tapi para pelajar harus mengikuti upacara peringatan Hari Lahirnya Pancasila.
Seorang gadis yang memakai baju seragam putih abu-abu dengan lambang sekolah dilengan kanan bagian atasnya sedang berlari kecil sambil mengancingkan seragam yang melekat pada tubuhnya menuju ke halaman lapangan upacara.
Gadis itu adalah Adellia Puspita. Seorang siswa yang menginjak kelas 12 dan dia sedang terburu-buru untuk ke lapangan karena dia sudah sangat terlambat jika di bandingkan dengan hari-hari biasanya. Semua itu diakibatkan oleh kakaknya yang super duper lama saat mengantar Adel ke sekolah. Adel beberapa kali mengumpat didalam hati.
Kali ini, penampilannya sangat berbeda dari biasa. Jika biasanya, ia datang dengan terkesan rapi. Namun kali ini, sangat berantakan. Adel bahkan belum sempat merapikan rambut dan bajunya yang bagian bawah.
Brukkkk.
Adel terjatuh duduk, bisa dipastikan bahwa pantatnya sedang merah merona saat ini. Mulutnya sudah sangat gatal ingin menyumpah serapahi orang didepannya yang dengan tega menghalangi jalan miliknya.
Jari-jemarinya telah mengepal dengan sempurna dan tampak memutih. Itu sudah cukup menggambarkan betapa emosinya dirinya saat ini. Deru nafasnya mulai tidak teratur.
Adel sudah dikuasai oleh emosi dan masih syok dengan apa yang terjadi.
"Telat lagi?" Suara bass yang sudah sangat familiar di gendang telinga Adel.
Suara yang dulu sangat dia harapkan. Sangat berbeda dengan situasi saat ini, dia sangat menghindari suara itu. Adel mengangkat kepalanya menatap seseorang yang berdiri tepat didepannya.
'Sial!' Rutuk Adel mengumpat didalam hati berkali-kali.
Entah sudah berapa kali ia mengumpat pagi ini. Adel menjamin bahwa hari ini tidak akan berjalan dengan baik. Bagas adalah orang yang paling ia hindari di sekolah. Bukan karena ia membenci Bagas. Tapi, ia tidak ingin mengingat luka yang telah ada jauh dilubuk hatinya.
Adel menghembuskan nafas dengan kasar. "Maaf, gue permisi dulu." Ucap Adel dengan beranjak untuk berdiri tanpa memandang lawan bicaranya. Bagas menahan jari Adel dalam genggamannya.
"Tunggu Adel!"
'Ada apa lagi sih?' Rutuk Adel dalam hati.
"Maaf, gue harus pergi. Gue tidak mau kena hukuman hanya karena pembicaraan nggak penting ini. Dan gue harap lo ngerti itu, secara lo kan ketua OSIS disini. Jadi jangan buat murid disini telat cuma gara-gara obrolan nggak penting lo ini," ujar Adel dengan penuh penekanan disetiap kata seraya bersiap melangkahkan kakinya untuk menjauh dari Bagas.
"Gue hanya ingin membicarakan masalah kita. Gue mohon, beri gue waktu dan kesempatan untuk menjelaskan semua kesalahpahaman ini," ucap Bagas dengan menggenggam jari jemari Adel.
"Kita? Inget yaa udah nggak ada kata kita diantara gue sama lo. Hubungan kita udah selesai waktu di café itu. Lo yang memutuskan untuk lebih memilih bersama dia daripada dengan gue. Itu sudah keputusan lo dan gue akan menghargainya," Adel menjawab dengan nada datar.
"Lo salah paham. Ini nggak seperti yang ada dipemikiran lo. Gue mohon dengerin penjelasan. Berikan waktu buat gue untuk menjelaskan semuanya," Ujar Bagas tak terima dengan jawaban Adel.
"Maaf, upacara sudah akan dimulai. Gue permisi." Ucap Adel sambil melepaskan tautan tangan Bagas.
Adel berjalan menjauh dari pandangan Bagas. Adel memelankan langkah kakinya dan merapat kearah dinding, dia menyandarkan tubuhnya ke dinding mencoba untuk menetralkan denyut jantungnya. Dedup jantungnya sangat tak menentu hingga membuatnya sesak napas.
Suasana hatinya hari ini mendadak hancur. Semua itu karena Antonio Bagaskara. Semuanya karena dia. Adel mengubah arah langkah kakinya yang awalnya menuju ke lapangan beralih ke rooftrop. Dia sudah tidak bersemangat untuk mengikuti upacara. Dia berjalan menuju rooftrop sekolah. Mungkin hanya disana tempat yang tenang untuk menenangkan suasana hati Adel.
Setiba disana, Adel segera mengambil sebatang rokok dari loker yang sudah tak terpakai. Loker di rooftrop ini memang sering atau bahkan sengaja digunakan oleh anak-anak bandel untuk bolos dan selalu saja ada satu kotak rokok beserta alat pematik apinya.
Adel mengambil seputung rokok dan menyulut seputung rokok yang berada dimulutnya dengan korek api. Adel mulai menghisapnya secara perlahan dan meresapinya.
Adel sangat menikmati hisap demi hisapan yang ia lakukan. Dia sangat menikmatinya. Hingga tanpa ia sadari airmatanya meluruh dengan sendirinya. Jika, mengingat kenangannya bersama Bagas. Lidahnya terasa kelu untuk mengatakan segala isi hatinya. Adel hanya butuh waktu untuk menerima semuanya.
Tatkala Adel sedang asyik dengan seputung rokok yang bertaut dijemarinya. Muncullah sesosok makhluk yang tidak diundang. "Bagus ya. Bukannya ikut upacara malah bolos disini. Pake acara ngerokok lagi. Nggak takut ketahuan pihak kesiswaan yaa?"
Adel terburu-buru menyeka pipinya yang basah karena airmata. Adel tidak mau siapapun melihat dirinya lemah. Adel memalingkan wajahnya menuju sumber suara dan berdirilah sosok makhluk halus yang bernama Baron Pratama.
"Sialan gue kira siapa. Emang nggak ada yang lebih jail lagi selain lo, Baron bangsat. Sini duduk disamping gue." ucap Adel dengan nada suara yang jengkel. Mendengar hal itu Baron terkekeh singkat.
"Ehh lo habis nangis? Kok dipipi lo ada bekas airmata," ujar Baron sambil mengusap pipi kanan Adel yang terlihat bekas airmata. Adel menepis tangan Baron.
"Enggak. Lo aja yang salah lihat. Kayaknya lo perlu pake kacamata deh biar bisa lihat dengan baik."