Chereads / Start Point / Chapter 9 - Interlude 01 : Angin yang Menuntun Jalanmu

Chapter 9 - Interlude 01 : Angin yang Menuntun Jalanmu

Suara jangkrik dan kumbang begitu kontras.

Meskipun perempuan itu menutupi telinganya, ia tetap bisa mendengar suara itu dengan sangat amat jelas.

Ditambah lagi, matahari yang terik membuat dirinya merasa seperti di atas wajan.

Padahal sekarang dia berada di tengah hutan, namun teriknya matahari masih bisa dia rasakan dengan jelas..

"Kurasa aku akan berteduh sebentar..."

Sembari mengusap keringatnya, ia berjalan menuju sebuah pohon yang menurutnya paling teduh. Dia taruh Quiver yang selama ini ia pakai di punggungnya lalu bersandar di pohon.

Kelas yang dipilihnya adalah Archer, kelas bagian dari Marksman yang berfokus pada agility. Kelas ini bisa dibilang salah satu kelas terkuat dalam menyerang, tak kalah kuat dari saudaranya, Gunman. Keuntungan dari kelas ini yang tak dimiliki Gunman adalah, panah yang dipakai bisa dipakai berulang kali dan kemampuan lompat tingginya.

Berbeda sekali dengan Gunman yang hanya bisa menggunakan peluru sekali pakai. Meskipun kelas ini kalah dalam daya serang dibandingkan dengan Gunman.

"—Menurut peta ini, posisiku ada di sini."

Archer menunjuk sebuah titik yang berada di peta yang ia buka. Di sekitar titik itu hanya terdapat hutan yang begitu luas.

Dia tak bisa melihat benda lainnya selain hutan meskipun ia sudah melakukan zoom out.

"Anak panah yang kumiliki hanya ada tujuh belas, yang artinya aku hanya memiliki cukup anak panah untuk melawan sekitar dua monster. Selain itu, aku juga punya tiga buah anak panah yang terikat dengan tali. Dan sepuluh anak panah yang sudah diberi racun.

Dari apa yang pembawa acara bilang, aku bisa mendapatkan membeli anak panah ini di toko."

Quiver yang biasa menggantung dikalungkan di belakang pinggulnya dapat menampung sebanyak dua belas anak panah. Dikala keduabelas anak panah itu sudah digunakan, alat tersebut akan secara otomatis terisi kembali dengan anak-anak panah yang tersimpan di inventory-nya.

Hal itu akan terus terulang sampai kapasitas anak panah di inventory-nya telah habis.

Dengan kata lain, saat ini terdapat dua belas anak panah tersimpan di quiver-nya dan lima anak panah di inventory-nya.

Dia menghela napas pasrah. Lagipula ia tak punya pilihan lain selain pergi mencari toko itu.

Meskipun begitu, dia tak bisa mencari untuk waktu yang lama. Karena turnamen ini takkan menunggu dirinya.

Kalau terpaksa, ia takkan segan-segan menggunakan cara curang.

Karena dia harus menang. Bagaimanapun caranya, meskipun harus menggunakan cara paling busuk sekalipun.

Sudah sekitar lima belas menit sejak turnamen dimulai, dan dia hanya baru mengalahkan sekitar enam monster. Level yang ia miliki saat ini masihlah kecil, yaitu level lima.

"Kurasa sudah kuputuskan tujuanku selanjutnya."

Dia tutup peta tadi, memakai kembali Quiver-nya lalu berdiri.

Kresek, kresek...

Saat Archer hendak akan melangkah, dia mendengar suara daun yang bergesekan. Perlahan ia mengambil anak panahnya sambil mundur mendekati pohon.

"Dari mana? Dari suara itu berasal?" Dia taruh anak panah tadi di busurnya lalu menariknya.

Dia tak tahu dan tak mau tahu musuhnya menyadari keberadaannya atau tidak. Namun ia yakin kalau saat ini ada sesuatu yang mendekat.

Entah hanya melintas atau hanya untuk beristirahat, ia tak peduli. Musuh adalah musuh, tak peduli dalam situasi apapun itu.

Penuh waspada, perempuan itu memperhatikan pohon, rumput dan semak-semak yang ada di sekitarnya dengan seksama. Bahkan yang berada di belakang pohonnya pun tak luput dari penglihatannya.

Jantungnya berdegup kencang. Anak panahnya mungkin sanggup untuk mengalahkan satu musuh, namun beda cerita jika musuhnya tahu bagaimana cara melakukan casting skill.

Saat itu terjadi, anak panahnya hanya akan menjadi mainan semata.

"Segel... sebenarnya apa maksud Kak Dinda?"

Kesrek—kesrek, kesrek—

Suara itu muncul kembali, lebih dekat dari sebelumnya dan berasal dari belakangnya.

Dengan tenang dan tak menarik suara, Archer mengintip ke belakang. Panahnya sudah siap untuk ditembakkan kapanpun ia mau. Dia hanya perlu melepaskan genggamannya dan, snap! Musuhnya tertembak.

Melihat semak-semak yang bergerak karena dorongan dari sesuatu, perempuan itu semakin yakin kalau musuhnya memang berasal dari tempat itu. Sayangnya, ia tak bisa melihat keberadaan musuh karena terhalang sebuah pohon.

Semakin kencang, menandakan sosok dibalik semua kegaduhan yang semakin mendekat.

Deg deg, deg deg, deg deg, suara detak jantungnya berdebar dengan begitu kencang dan cepat.

Musuhnya mendekat, dan dalam beberapa detik lagi akan menunjukkan sosoknya.

Sret—

"Kena kau—Huh..."

Perempuan itu hanya membeku. Dia merasa dibodohi oleh rasa takutnya.

"Hanya kelinci ya..."

Hatinya penuh oleh perasaan kecewa, perlahan ia menurunkan busur dan anak panahnya.

Padahal beberapa menit yang lalu, jantungnya bisa copot kapan saja.

Perlahan, dia menghela napas panjang sambil menurunkan busurnya.

"Iya, aku hanya kelinci lucu yang numpang lewat,'kok."

Tiba-tiba, terdengar suara laki-laki.

Dengan gesit Archer berbalik dan menebakkan satu anak panahnya. Tapi itu percuma, di belakangnya kosong. Tak ada tanda-tanda yang mengatakan kalau pernah ada seseorang di belakangnya.

"Tidak—Bukan dari balakang!"

Perempuan itu langsung mengambil satu anak panah, menariknya lalu menambakkannya ke atas.

Tebakannya benar, musuh ada tepat di atasnya. Karena itulah ia tak menyadari keberadaannya meskipun sudah mencarinya.

Archer bertanya-tanya bagaimana cara ia bisa berdiri di atas ranting itu.

Orang itu melompat dari ranting pohon ke arahnya. Dilihat dari penampilan orang itu, Archer yakin kalau orang itu memiliki kelas Wizard. Apalagi tongkat sihir yang orang itu genggam di tangan kanannya menjadi bukti kuat.

Selagi di udara, ia menepis panah yang ditembakkan Archer lalu mengarahkan tongkat sihirnya ke arah Archer.

Archer tidak bisa mendengar apa yang Wizard katakan, namun ia yakin kalau dia sedang merapalkan mantra untuk mengeluarkan skill.

".... Dark Sphere!"

Tongkat sihirnya menyerap bayangan yang ada di sekitarnya. Mengumpulkan dan menyatukan bayangan hingga membentuk sebesar bola tenis.

Bola itu ditembakkan dengan cepat bagai meriam.

Benda itu melesat menukik dengan satu tujuan, yaitu menyerang Archer.

"Gawat!"

Dengan gesit, Archer langsung melompat mundur menghindari bola Dark Sphere. Bola yang berhasil dihindarinya mengenai tanah lalu meledak, menyisakan sebuah lubang setengah lingkaran di tanah yang dikenainya.

"Percuma saja!"

Saat Archer sadari, Wizard sudah mendarat dan empat Dark Sphere lainnya sudah ditembakkan ke arahnya.

Dia mencoba menembak salah satu Dark Sphere dengan panahnya. Dengan uji coba itu, dia akan tahu apa yang terjadi bila Dark Sphere mengenai sesuatu.

"Begitu ya!"

Salah satu Dark Sphere yang mengenai anak panah tadi terhenti lalu meledak. Ledakannya meniup segala sesuatu yang ada di sekitarnya, bagaikan balon yang diletupkan.

Tentu saja Archer takkan bisa menembak semua Dark Sphere itu dengan anak panahnya. Dia tak sebodoh itu untuk menyia-nyiakan salah satu benda yang paling berharga baginya saat ini.

Yang harus dia lakukan di sini adalah menghindar. Hanya itu.

Dan kebetulan, kegesitan yang dimiliki Archer sudah lebih dari cukup untuk menghindari semua Dark Sphere itu.

Dia melompat menaiki dahan lalu melompat ke dalam dedaunan.

Untung baginya, kelasnya—Archer memiliki atribut angin. Dengan atribut itu, dia mendapatkan sebuah skill pasif yang memungkinkannya untuk melompat tinggi.

Tinggi lompatannya bisa enam kali lebih tinggi daripada lompatan manusia biasa. Tentunya ia bisa melompat seperti biasa bila ia mau.

Seperti yang ia duga, Dark Sphere tadi mengikutinya. Dia menyadari kalau kelebihan dari benda itu—yaitu mengikuti targetnya—juga merupakan kelemahannya.

Karena benda itu takkan bisa mengikuti targetnya bila targetnya melakukan gerakan tiba-tiba.

Sama seperti serangan pertama tadi.

Tak membuang-buang waktu, Archer melompat dari satu pohon ke pohon lainnya sambil terus menerus menembak ke arah Wizard.

Gesitnya Archer membuat Wizard kewalahan. Dia terus bermunculan di tempat yang berbeda-beda hingga membuat Wizard sulit memprediksi tindakannya.

Akibatnya tiga anak panah yang ditembakkan Archer mengenai Wizard. Satu di pundak kanannya, satu di kaki kirinya dan satu di lengan kanannya.

Tentu saja Wizard langsung menarik keluar anak panah tadi lalu menggunakkan skill Low Healing di luka tadi. Namun itu saja takkan cukup untuk menutupi semua Hp yang sudah berkurang akibat serangan tadi.

Dengan semua skill yang sudah dikeluarkan Wizard, Archer yakin kalau dia sudah hampir kehabisan mana.

Tapi, saat dia sedang fokus menembaki Wizard, dia hampir lupa atas keberadaan keempat Dark Sphere yang sedang memburunya. Saat dia sadari, salah satu dari keempat bola tersebut berada tepat di bawahnya dan sedikit lagi menyentuh kaki kirinya.

"Gh..!"

Archer langsung mengambil salah satu anak panah yang sudah terikat dengan tali lalu menembakannya ke arah sebuah pohon yang berada di sebelahnya.

Dengan bantuan anak panah tersebut, ia berayun dari tempat itu memasuki daun pohon lainnya dan bersembunyi di dalamnya. Seperti dugaan, Dark Sphere yang hampir menyentuh kakinya tetap bergerak lurus lalu menabrak ranting dimana Archer berada sebelumnya.

Di belakang Dark Sphere yang lenyap tadi, ada satu Dark Sphere lainnya yang menyusul. Archer sudah memperhitungkan itu, karena itulah ia lebih memilih untuk menggunakan panah bertali dibandingkan menghindar seperti biasa.

Tali akan dia gunakan sebagai pelindungnya, karena saat ini, Dark Sphere yang menyusul tadi mengarah langsung ke tali yang ia gunakan tadi.

Dia sangat yakin kalau itulah yang akan terjadi.

Sementara dua bola lainnya mulai berbelok menghadapnya.

"Semuanya berjalan dengan lancar. Aku juga sudah menemukan cara untuk menghindari dua Dark Sphere lainnya dan cara untuk menghabisi orang itu.

Aku yakin mana-nya sudah habis dan dia takkan bisa mengeluarkan skill lagi. Jika dia satu atau dua level diatasku, total mana yang dia miliki pasti tak berbeda jauh dari mana-ku."

Sementara Archer berpikir, kedua Dark Sphere lainnya sudah mendekatinya.

"Baiklah!"

Dengan penuh percaya diri, Archer berdiri di atas dahan. Menunggu kedatangan kedua Dark Sphere yang sedang memburunya. Dia tak memiliki niatan untuk menghindar ataupun menembak kedua Dark Sphere itu.

Karena dia berniat untuk mengenai dua burung dengan satu lemparan batu.

"Apa yang dia lakukan? Apa dia merencanakan sesuatu lagi?!"

Kepalanya dipenuhi oleh pertanyaan. Wizard hanya terdiam melihat tingkah Archer yang nekat.

Ya, Archer hanya terdiam, tak melakukan apapun sambil menatap lurus ke arah Dark Shpere yang melesat ke arahnya. Padahal dia bisa langsung menembak Wizard saat ini juga.

"Bagus, kena kau!"

Saat jarak antaranya dan Dark Sphere hanya beberapa meter, Archer tersenyum penuh percaya diri, dia dengan tenangnya mengangkat busurnya ke atas. Seakan-akan dia sama sekali tak memperdulikan jarak antara dirinya dengan Dark Sphere.

"Sebelum aku menembak, akan ku katakan ini. Tembakanku takkan meleset!"

Ya, dari semua orang, dialah yang paling tahu kalau tembakkannya takkan meleset.

Dia tembakkan panah itu ke atas pohon.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Wizard.

"Entahlah, menurutmu apa?"

Archer menyeringai mengejek Wizard. Sebuah pertanyaan yang simpel namun efektif untuk memicu amarah lawannya.

"Cih, baiklah bila itu maumu! Aku akan mempercepat gerakan Dark Sphere-ku!"

Seperti apa yang Wizard bilang, kedua Dark Sphere yang melesat ke arah Archer menjadi dua kali lebih cepat dari sebelumnya.

Disaat jarak antara Dark Sphere dan Archer tinggal beberapa senti, ranting-ranting dan dedaunan pohon jatuh tepat dari atas Archer.

"Apa?!" Wizard terbelalak. Dia baru menyadari kalau panah yang Archer tembakkan tadi bertujuan untuk mematahkan seluruh ranting pohon yang ada tepat di atasnya.

Akibatnya, kedua Dark Sphere yang seharusnya mengenai Archer malah menabrak ranting dan dedaunan lalu meledak.

Serpihan-serpihan ranting yang terdorong akibat hembusan angin hasil ledakan tadi melesat menusuk Archer.

Tapi Archer sama sekali tidak mempedulikannya. Selama kedua bola hitam itu meledak, dia melompat lalu menangkap anak panah yang jatuh dari atas bersamaan dengan ranting dan daun.

"Tapi masih belum, aku masih punya satu cara lagi!"

Dari belakang Archer, muncul sebuah Dark Sphere lainnya. Dark Sphere itu adalah satu yang Archer kira sudah mengenai tali.

"Sudah kuduga kau akan melakukan ini. Dilihat dari tindakanmu sebelumnya, kau bisa mengendalikan kecepatan Dark Sphere-mu. Dengan begitu tak salah bukan jika aku berpikir kalau kau juga bisa mengendalikan mereka?"

Archer langsung menendang pohon di sebelahnya. Dengan dorongan yang tercipta sehabis dia menendang, ia sekali lagi melompat menghindari Dark Sphere yang ada di belakangnya.

Dark Sphere itupun kehilangan targetnya dan mengenai salah satu ranting yang jatuh.

"Seperti yang kubilang sebelumnya, tembakanku takkan meleset dari tujuanku."

Masih berada di udara, Archer dengan tenangnya menarik busurnya lalu menembakan panah tadi ke arah Wizard.

Panah itu begitu cepat sehingga mata Wizard tak bisa menangkap gerakannya. Saat ia sadari, panah itu sudah menusuk dadanya.

Akibat dorongan dari panah yang melesat ke jantungnya, ia pun terjatuh.

Saat itu, ia sudah tidak mempunyai tenaga lagi untuk bangun. Serangan tadi begitu fatal hingga Hp yang dimilikinya tersisa sedikit. Mana yang ia punya juga sudah tak tersisa lagi setelah dia gunakan untuk mempercepat dan mengubah arah dari Dark Sphere miliknya.

"Panah ini... beracun?!"

Saat ia melirik ke arah Hp bar miliknya, darahnya perlahan-lahan terus berkurang. Ditambah lagi dengan munculnya sebuah ikon bulat berwarna hijau dengan tengkorak di bawah mana bar-nya.

"Benar, panah yang kutembakan kali ini berbeda dari sebelumnya. Kau sudah berakhir, Wizard—tidak, apa sebaiknya kupanggil Andromeda?"

Sambil menyebut nickname milik Wizard, Archer berjalan mendekati Andromeda tanpa menurunkan pertahanannya. Dengan tenang, Archer mengarahkan busur dan anak panahnya untuk menghabisi Andromeda.

"Sampai jumpa di akhir pertandingan..."

Tak menahan diri, Archer langsung menembakkan anak panahnya tepat ke arah Andromeda. Sebuah anak panah yang cukup untuk menghabisinya.

Tapi,

"Sudah kubilang bukan, kau takkan bisa bertarung melawannya sendirian."

"Siapa itu?!"

Archer langsung menengok mengikuti suara perempuan tadi.

Ctang!

Saat Archer sadari, anak panah yang ia tembakkan tadi sudah ditepis oleh pedang milik seorang perempuan—pemain lainnya.

Dilihat dari senjata yang ia punya, perempuan itu memiliki kelas Sword Master. Karena kelas yang memiliki pedang sebagai senjata utamanya hanyalah dua, Sword Master dan Knight.

Archer dengan gesitnya langsung melompat mundur ke atas pohon untuk menjauhi Sword Master lalu menarik satu anak panah.

"Kau ini siapa? Kenapa kau melindunginya?!"

"Tadi itu hampir saja. Apa kau baik-baik saja, Andri?" Tanya Sword Master kepada Andromeda yang ia panggil Andri.

Dari pertanyaan itu saja Archer langsung sadar kalau mereka berdua mengenal satu sama lain.

"Apa bagimu ini terlihat baik-baik saja, Anna?"

Andromeda tertawa canggung.

"Yah, ini semua salahmu sendiri. Sudah kubilang bukan, kalau berpencar untuk mencari toko itu ide yang buruk.

Lagipula kelasmu itu bukanlah tipe petarung, wajar saja kau kalah melawan kelas petarung seperti Archer. Meskipun aku sudah membantumu naik ke atas pohon itu, kau takkan bisa menang melawannya." Ujar Sword Master sambil menaikan bahunya seakan tak terkejut atas hasil ini.

Situasi ini sama sekali tidak menguntungkan Archer. Melawan satu musuh saja hampir menghabiskan seluruh anak panahnya, apalagi dua.

Ditambah lagi, dia sudah tidak memiliki cukup anak panah untuk pertandingan ulang.

Satu-satunya pilihan baginya untuk saat ini hanyalah kabur dari mereka berdua.

"Nih, terima health potion yang baru saja kubeli dari toko.�� Sword Master tidak menghiraukan keberadaan Archer dan malah berbalik darinya untuk memberikan Andromeda sebuah Health Potion.

Saat Archer hendak memanfaatkan momen ini untuk kabur, ia mendengar sesuatu yang selama ini ia cari-cari.

"Toko dia bilang...?! Kalau begitu toko ada di dekat sini."

Mendengar apa yang Sword Master baru katakan, Archer langsung melompat ke dahan pohon yang paling tinggi. Dengan berada di atas sana, Archer yakin dia bisa lebih mudah mencari dari pada di bawah.

Ditambah lagi, penglihatannya yang tajam sebagai seorang Archer bisa mempermudah pencariannya.

"Ketemu...!"

Sekitar setengah kilometer dari tempat ia berada, terdapat sebuah hutan bambu. Di tengah hutan bambu tersebut, terdapat sebuah bangunan rumah yang di atasnya terdapat banner bertuliskan "Shop."

Disaat dia hendak akan turun, dia menemukan satu masalah baru.

Dua orang laki-laki kebetulan datang menuju ke arahnya. Dua orang itu sedang bertarung melawan tiga monster bersama-sama dan secara tidak sadar berjalan mundur ke arahnya.

"Gawat, kenapa di saat seperti ini muncul masalah baru...?

Jika kuperhatikan, salah satu dari mereka memiliki kelas Knight. Tapi yang satunya lagi....

Apa-apaan dia? Bukankah perempuan yang berada di bawah itu memiliki kelas Sword Master? Terus dia ini apa?" Archer menengok ke bawah, melihat Sword Master yang masih berusaha menyembuhkan luka yang dimiliki Andromeda.

"Tidak tunggu sebentar, ini mungkin bisa kujadikan sebagai keuntungan bagiku. Jika mereka datang kemari, mereka mungkin bisa membantuku.

Aku bisa saja menjadikan lokasi toko sebagai alat pertukaran dengan mereka. Jika mereka membantuku, aku bisa memberi mereka lokasi toko."

"Apa yang kau lakukan di sini, tikus kecil?"

"Ap—"

Archer sama sekali tak menduga serangan tiba-tiba ini. Ia tak menduga akan ada peserta lainnya yang bisa memanjat pohon setinggi dia.

Saat ia berbalik, Sword Master sudah berada di belakangnya dan dalam keadaan siap menyerang, seakan dia baru saja melesat dari bawah ke atas seperti kilat.

Tatapan sinis Sword Master begitu menusuk. Bagaikan ditusuk oleh jarum-jarum lancip.

Saat Archer perhatikan, terdapat percikan-percikan cahaya di kedua kakinya.

".... Light Hand." Dengan cepat ia menunjukkan telapak tangan kirinya yang mulai bercahaya.

Cahaya itu begitu terang dan membutakan hingga membuat Archer tak bisa melihat untuk sesaat.

Untungnya, Archer berhasil menutup matanya di detik-detik akhir sehingga efek dari Light Hand tak terlalu mempengaruhi penglihatannya.

Meskipun begitu, itu tak membantu banyak. Archer bukanlah sebuah kelas yang diperuntukan untuk pertarungan jarak dekat. Apalagi dia sama sekali tak mempunyai skill untuk mempertahankan dirinya.

Jika saja ia jatuh dari ketinggian ini, ia akan mendapatkan damage yang lumayan besar. Jika saja kelas lainnya yang berada di posisi dia sekarang ini, mereka pasti akan langsung mati.

Penglihatannya memburuk, dia tak bisa mempertahankan diri dan anak panah yang ia miliki tinggal sedikit.

Dia benar-benar berada di ujung tanduk.