Sesuai dugaan Habibah bahwa akan ada kerja kelompok dalam waktu dekat ini, khususnya saat ujian tengah semester berlangsung. Namun, kali ini bukan Yoni yang menyuruh tapi kali ini adalah ide dari Putri. Kelompok tiga sendiri harusnya sudah jauh lebih unggul dari kelompok lain. Namun, Putri memiliki alasan mengapa mereka harus terus mengerjakan skripsi ini. Itu sebab adanya materi tujuh unsur budaya yang baru di tambahkan di tahun ini. Sebab hal baru itulah yang membuat mereka harus bisa menyesuaikan. Rencananya, setelah ujian selesai hari ini, mereka akan langsung berkumpul untuk lanjut mengerjakan bab ketiga. Ngomong-ngomong banyak perubahan yang terjadi hingga kini tujuh unsur budaya ditempatkan di bab ketiga.
Kelompok tiga kini sudah berkumpul, di tambah dengan Adit yang sedang menemani Winda sebab mereka memang pulang bersama. Namun, ada masalah lain muncul, itu tentu saja tidak jauh dari Yoni dan kegiatannya yang beragam. Sejak awal Yoni memang sangat sibuk, apalagi jabatannya sekarang sebagai bendahara OSIS. Hal itu yang membuatnya sangat sulit untuk kabur dari rapat-rapat yang dilakukan anggota OSIS, belum lagi saat ini ada agenda OSIS yang sangat bentrok dengan tugasnya di kelas sebelas ini. Anggota yang lain paham, apalagi Yoni sudah mengerjakan bagiannya untuk bab tiga ini. Sebagai kesepakatan dan solusi, para anggota kelompok tiga dengan senang hati mempersilahkan Yoni pergi. Yoni, pemuda itu merasa tidak enak kepada kelompoknya. Namun, di satu sisi dia memikirkan Zainal. Zainal yang duduk bersebelahan disekitar teman kelompoknya, dia tersadar dengan tatapan Yoni. Hal itu membuat pemuda yang sebelumnya sedang menggoda Ana dan Habibah mulai menghentikan kegiatannya. Pemuda itu mulai menatap ke arah Yoni yang nampak ragu dan masih berdiri di tempatnya.
"Bidadariku sekalian!"
"Ih najis!" Celetuk Putri, Zainal malah mengedipkan sebelah matanya ke arah para gadis itu
"Apaan nal?" Itu Ana yang bertanya
"Aku harus pergi ke rapat bareng Yoni"
"Oh..." Gumam mereka semua, hal itu membuat Yoni semakin cemas
"Oke, dah!"
"Makasih banget loh kalian semua..." Zainal tersenyum senang kemudian memberikan kecupan jarak jauh kepada mereka semua kemudian merangkul Yoni dan pergi bersama ke ruang rapat. Setelah kepergian Zainal dan Yoni, mereka kembali fokus dengan pekerjaan mereka. Saat ini adalah waktu Ica mencari data untuk suku yang di ambilnya.
"Jadi?" Ana bertanya, beberapa pasang mata meliriknya
"Jadi apaan na?" Habibah bertanya
"Selena, udah gak bareng bogel?"
"Kan emang dari awal gak berhubungan"
"Awwwww!! Savage!!!!"
"Biarinlah! Lagipula, anak OSIS jelek-jelek, mana banyak cowoknya pula! Itu mending daripada dia harus di rebutin anak pemandu sorak"
"Eiiii... Anak populer kayak Zainal pesonanya gak bisa di redam"
"Tuh mulai! Males deh kalau kalian udah hasut aku gini"
"Emang Zainal ngomong apa ke kamu kok kamu kelihatan tenang gitu saat dia pamit. Mana dia langsung memutuskan pula!" Habibah kini menyilangkan kakinya, sedangkan Selena kini menyeret bangkunya agar duduk di samping Habibah
"Ada deh!"
"Ahh! Ngomong dong!" Habibah langsung menggoyangkan lengan Selena, hal itu membuatnya terkejut dan hampir saja terjatuh
"Eum... Ya... Waktu itu dia gak nge-gombal sih... Dia ngomongnya serius banget, apalagi..."
"Apalagi?"
"Ya itu..."
"KALIAN UDAH BEGITUAN?! GILA!"
"Plis deh..." Selena yang awalnya terlihat senang, kini malah memutar bola matanya sebab perkataan Ana.
"Ya ga gitu juga dong..." Habibah memperingatkan Ana. Gadis itu terkekeh dan meminta maaf
"Ya udah maaf. Jadi apa?"
"Kalian paati tahu, kalau tuh bocah terkenal banget kalau playboy. Tapi, kalian juga tahu kan kalau anak itu dewasa banget. Huft... Jadi sedih nih aku!" Gadis itu mengusap matanya lalu menghela nafasnya "Intinya dia bilang, kalau aku harus coba percaya ke dia. Lagipula, dia berkegiatan untuk masa depannya—"
"Sebentar! Jadi, kalian udah resmi nih sekarang?"
"Resmi? Resminya sih aku belum kasih kepastian"
"Yah!! Dasar ah!"
"Aku lanjutin gak nih?"
"Eum... Maaf menganggu obrolan kalian. Tapi sukuku, suku Winda dan Putri sudah selesai. Siapa lagi selanjutnya?" Ica menyeletuk, beberapa gadis yang mengobrol tadi langsung mengambil alih dan berganti mengerjakan tugas mereka
"Lanjutin Sel" Bilang Habibah sambil mengerjakan bagiannya
"Ya pokoknya, dia bilang ke aku kalau dia udah gak bisa keluar atau menghindar seenaknya dari organisasi yang udah dia ikutin. Aw... Lucu..."
"Oh... Jadi, masih kekeh gak mau kasih kepastian?"
"Ga gitu bib... Kan kam—"
"Iya aku tahu. Tapi, kalau dia menyerah gimana?"
"Aish... Anak kayak dia, kalau di terima malah udah gak bucin lagi bib" Jawab Selena
"Udahlah, angkat tangan aku sama hubungan kalian"
"Eum... Ngomong-ngomong, Yoni itu lucu ya..."
"Oh... Jadi sekarang, Putri naksir Yoni?"
"Ampun... Ga gitu bibah..."
"Ya terus?"
"Lucu aja gitu, nurut sama omongan kita tapi tetap ngelakuin apa yang dia suka"
"Tapi, bukannya aneh ya kalau dia masuk di kelas Sosial?"
"Anehnya?" Kata Ana sambil memperhatikan Putri yang masih saja menatap ke arah laptop Yoni
"Semuanya pasti bisa ngelihat si na..." Itu Habibah yang berbicara
"Apa?"
"Dia terlihat sangat berambisi, belum lagi siapa yang dari kita pernah lihat dia di kelas sepuluh dulu? Gak kan?"
"Ya... Kau benar" Winda merespons perkataan Putri. Putri mengangguk, kemudian dia melanjutkan perkataannya
"Belum lagi, tiba-tiba dia udah aja menjabat sebagai bendahara OSIS. Bib, kamu sendiri kan tahu kalau anak paskib sama anak Pramuka itu dekat kan! Tapi, saat itu kita gak pernah dengar nama Yoni sekalipun. Belum lagi, bukannya dia hanya berteman dengan anak dari kelas pengetahuan alam ya?"
"Dia anak baru atau pindahan, gitu?" Ana kembali bertanya
"Aku pernah melihatnya di kelas sepuluh kok..." Winda kembali masuk dalam obrolan
"Aku sih gak peduli sama dia"
"Eiii... Zainal udah puji dia loh!"
"Oh... Maksudmu Zainal homo, gitu?"
"Ck... Udahlah. Kita sudahi saja pembicaraan ini. Ayo fokus kerja!" Ica mengeluarkan suaranya.
"Menurutmu sendiri gimana ca?"
"Yoni maksud mu put?"
"Iya, Yoni"
"Gak tau sih, dia biasa aja. Ya... Mungkin cuman aku setuju kalau dia emang anaknya mudah terbakar"
"Ya... Dia sangat berambisi"
"Eum... Ngomong-ngomong lagi..."
"Apa put?" Habibah merespon Putri
"Sel, Zainal Udah cek lokasi?"
"Dia udah baca beberapa artikel sih... Oh! Ya! Aku lupa bilang, kalau misal Zainal sebenarnya suruh aku ngomong ke kalian kalau di Jatim Park satu bakal ada beberapa perubahan, kemungkinan gak sama kayak yang kakak kelas bilang. Pokoknya yang pertama, kita harus bisa ambil video bareng buat tugas video blog. Setelahnya, kita bisa berpisah dan bersenang-senang"
"Baguslah! Ku kira dia melupakan hal itu"
"Ya ampun... Dia begitu juga kan karena aku yang mengingatkan"
"Sudahlah! Eh ini aku udah. Ayo Sel, ayo Na"
"Eh... Cepet banget bib..."
"Iya, aku pilih Sunda. Jelas banyak, tinggal copy paste. Ayo nih! Siapa lagi?"
"Ana aja dulu."
"Oke, oke..." Ana langsung menggeser laptop dari hadapan Habibah menuju hadapannya. Gadis itu mulai mencari suku yang di dapatkannya. "Kalian tahu? Sejujurnya, aku tidak berniat mencari hal ini"
"Oh ayolah! Jangan bossy. Lagian hidupmu cuman bernafas, makan, minum, dan berak"
"Ih, jahat"
"Eum guys..." Winda bersuara. Gadis yang lain menoleh ke arahnya "Aku boleh pulang duluan gak?"
"Boleh sih, kan kamu udah selesai"
"Iya, gapapa kok"
"Oke deh, kami pergi dulu ya"
"Dah! Hati-hati Win, dit!" Habibah melambaikan tangan. Winda dan Adit kemudian pergi dari sana. Kini, kelima gadis yang ada di sana saling mendiamkan, sebabnya membiarkan Ana mengerjakan tugasnya
"Ah!! Ini susah!!!" Ana mengerang frustasi, gadis itu kemudian menyenderkan kepalanya di bahu Selena
"Kamu apa emang?" Putri yang bertanya, gadis itu memperhatikan Ana yang terlihat malas
"Suku Banten"
"Wah... Siniin" Putri langsung membantu Ana menyalin teks dan menempelnya di data milik mereka "Punya Selena apa?"
"Suku Gayo, put. Mau kamu selesaiin juga?"
"Sekalian aja Put, biar cepet. Sama punya Zainal juga"
"Punya Zainal apa?"
. . .
Di ruang rapat, nuansanya tentu saja formal. Beberapa ketua sie telah melaporkan apa yang sudah mereka kerjakan. Sedangkan, Yoni sedari tadi menunggu giliran. Hal itu membuat pemuda itu merasa sedikit bosan hingga hanya mempermainkan penanya. Di satu sisi, pemuda itu beberapa kali mengecek ponselnya. Ya... Tentu saja dia khawatir, karena pastinya rapat OSIS akan berlangsung lama. Pemuda itu kini menatap ke arah Zainal yang sedang presentasi, dia semakin kepikiran terhadap teman kelompoknya. Rapat ini sudah semakin sore, masalahnya bukan hanya di anggota kelompoknya saja namu juga ada pada laptop dan tasnya masih bersama anak-anak itu. Semakin memikirkannya, membuat Yoni semakin gelisah. Jelas saja, beberapa hari berkerja bersama mereka, yang mengerjakan hanya anak-anak itu saja, jelas dia khawatir kalau para anggotanya tidak serius.
"Permisi pak!" Itu Ken dari kelas IPA sekaligus teman dekat Yoni. Pak Edi menoleh ke arahnya
"Ya Ken?"
"Pak, kami izin pergi shalat dulu"
"Siapa lagi yang belum shalat Ashar?" Beberapa anak mengangkat tangan sebagai jawaban dari pertanyaan pak Edi.
"Ya banyaklah! Orang rapatnya dimulai sebelum shalat Ashar" Yoni dengar Juni, temannya bergumam.
"Ya sudah, istirahat saja dulu. Sekalian kita nanti shalat maghrib bersama" Ucap pak Edi. Anak-anak lain menuruti beliau, sehingga mereka turun beramai-ramai. Yoni dan anak non muslim lainnya menunggu di kelas. Hanya saja, Yoni memakai kesempatan ini untuk pergi menemui teman kelompoknya. Pemuda itu mengintip anggota OSIS lain yang berada di mushola yang terlihat dari jaraknya. Setelah melihat pak Edi ada bersama yang lain, hal itu membuat Yoni langsung naik ke atas. Namun, sebelum Yoni naik, ternyata anggota kelompoknya yang malah turun dengan membawa tasnya dan tas Zainal. Raut wajah lega langsung ketara di wajah Yoni
"Ini Yon, tasmu. Eum dan yah! Kami sudah melengkapi bab tiga" Putri menyodorkan tas Yoni. Yoni terkejut mendengarnya
"Selesai?" Tanya Yoni menerima tasnya yang di bawa Putri. Putri mengangguk
"Iya Yoni... Ini tas Zainal, titip ya! Oh ya! Sama tolong rapihin bab tiganya, Yon."
"Iya, makasih banyak!!"
"Kita pulang dulu Yoni!" Para anggota yang lain langsung pergi sambil melambaikan tangan ke arah Yoni yang masih berdiri mematung. Pemuda itu tersenyum senang dengan apa yang di dengarnya, bahkan pemuda itu hampir saja menangis sebab saking bahagianya. Hingga akhirnya dia kembali ke ruang rapat dengan raut wajah yang bahagia. Yoni hanya berdiam diri, namun tak seperti tadi, dia kini merasa bahagia. Dia menunggu yang lain tiba, dan akhirnya Uci, Lulu, Ken, Kelvin dan Zainal masuk ruangan terlebih dahulu.
"Zain! Tasmu!" Yoni langsung memberikan tas itu kepada pemiliknya. Selanjutnya, Yoni kembali duduk dan langsung berbicara dengan Uci dan Lulu.
"Sumpah! Aku seneng banget"
"Kenapa?"
"Bab tiga udah dong! Ternyata mereka bener-bener ngerjain"
"Baguslah, selamat ya..." Kata Uci juga terlihat senang. Yoni sendiri tersenyum lebar
"Kenapa Yon?" Zainal menghampiri mereka bertiga
"Bab tiga udah"
"Wih, udah? Keren juga mereka" Ucap Zainal sambil menganggukkan kepala. Yoni masih saja tersenyum, dia senang sekali sebab ke khawatirannya memudar. Yoni semakin semangat sekarang, teman-temannya kini telah saling membantu. Hal itu yang membuat Yoni mulai percaya kepada anggota kelompoknya, terlepas bagaimana mereka mengerjakan tugas mereka. Pemuda itu menatap ke arah Zainal yang kembali mengecek pekerjaannya sebagai ketua sie acara. Kemudian Yoni menunduk dan tersenyum
"Baguslah" Gumamnya senang.