Terlalu sibuk bekerja sampai – sampai tak sempat makan siang. Melirik jam di pergelangan tangan yang sudah mengarah pada angka 05, Calista pun memutuskan untuk sekalian makan malam saja. Setelah membereskan meja kerja segera meraih tas kesayangan dan juga kunci mobil. Mengarahkan mobil menuju salah satu cafe pavorit yang ada di Surabaya timur. Kedatangannya pun langsung di sambut waitress.
"Selamat malam kak Calista," yang langsung di balas dengan senyum hangat.
"Malam ini mau menu seperti biasa atau yang lain?"
"Sama seperti biasa saja, terima kasih."
"Siap kak Calista. Menu akan segera kami antar."
Suara waiter yang menyebut nama Calista telah berhasil mencuri perhatian Leonard. Tatapannya menelisik ke seluruh ruangan mencari keberadaan Calista dan seketika senyumnya mengembang ketika yang di cari terlihat duduk di sofa paling ujung.
Calista, siapa yang dia tunggu? Atau dia memang datang sendiri?
"Melihat siapa sih?" Tanya teman Leonard.
"Ah bukan siapa – siapa. Sampai di mana tadi pembicaraan kita?" Meskipun terlihat sedang berbincang dengan teman – temannya namun berkali – kali mencuri pandang ke arah Calista. Sementara Calista yang terlalu fokus pada layar laptop sampai tak menyadari ada yang menatapnya intens.
"Ini pesanannya kak, silahkan," ucap waitress.
"Terima kasih," tanpa sadar menangkap sosok yang paling ingin di hindari, Leonard Fidel Christiano, yang terlihat sedang berbincang dengan teman – temannya. Semuanya laki – laki tidak ada satupun wanita di antara mereka.
Ketika saling beradu tatap Calista segera mengalihkan pandangan ke arah lain. Sementara Leonard yang tanpa permisi langsung mendudukkan bokongnya di depan Calista.
"Wah, wah apa ini juga jadi kebiasaanmu? Mengikuti kemana pun saya pergi, hum?" Goda Leonard sembari mengulas senyum simpul.
Sial, kenapa ada dia juga sih di sini. Menyebalkan.
Tanpa mau meladeni ucapan Leonard, Calista langsung menuju meja kasir membayar pesanan yang sama sekali belum di sentuh. Sementara Leonard hanya menatap nanar kepergian Calista. Kali ini tak ada niatan untuk menghentikan kepergiannya akan tetapi ketika langkah kaki mendekati lift, entah kenapa ada rasa kehilangan sehingga bergegas menghampiri.
Ketika tubuh Calista hampir tertelan di antara pintu lift sebuah tangan kekar menghentikan sehingga pintu lift kembali terbuka, menampilkan sosok yang paling Calista benci.
"Anda mau apalagi, hah? Belum puas sudah merusak mood saya?" Akan tetapi tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Leonard sampai lift membawa mereka turun ke area parkir.
Ketika pintu lift terbuka Calista bergegas keluar namun langkahnya terhenti karena cekalan Leonard yang melingkupi pergelangan tangannya. Memutar tubuhnya kasar, menghujani Leonard dengan tatapan muak sekaligus jijik.
"Don't touch me!" Sembari menarik kasar tangannya.
Satu hal yang sangat Calista benci dari sosok Leonard adalah sifat playboy yang suka sekali merayu setiap karyawan wanita. Mempermainkan hati seorang wanita tanpa ampun seolah wanita itu boneka yang dengan sesuka hati bisa ia mainkan. Terlebih setelah mengungkap fakta bahwa kepergian Casandra penyebab utamanya adalah Leonard. Casandra memilih meninggalkan kantor setelah seluruh karyawan tahu bahwa ia mengandung anak Leonard yang terpaksa di gugurkan karena ayah biologis lepas tanggung jawab.
"Saya hanya ingin berteman dengan kamu Calista, apa itu salah?"
"Sayangnya saya tidak ingin dan tidak mau berteman dengan Anda, permisi."
Meskipun Calista melihat adanya ketulusan terpancar dari sorot mata Leonard namun ia tetap membantah karena baginya seorang lelaki seperti Leonard ini harus di hindari. Sementara Leonard hanya menatap nanar kepergian Calista.
Selama ini tak sulit bagi seorang Leonard untuk menaklukkan hati wanita manapun yang jadi incarannya namun kali ini reputasinya hancur di hadapan seorang Calista Earle Kafeel. Wanita muda pemilik wajah blasteran bak Dewi Yunani.
Meskipun terhitung baru 2 bulan Calista tergabung ke dalam perusahaan ini namun berkat kerja keras dan juga ide – ide brilliant mampu membawa perusahaan ini hingga mencapai rating tertinggi bahkan sanggup melebarkan sayap hingga ke Asia.
Tak perlu di ragukan lagi kalau untuk urusan bisnis Calista lah jagonya tapi untuk urusan hati, entah sampai kapan ia akan tetap mengunci rapat pintu hatinya dari sosok lelaki. Meskipun selalu di dekati banyak lelaki namun tak satu pun dari mereka semua yang mampu memikat hati seorang Calista Earle Kafeel.
Terlalu membentengi hatinya hingga benteng kokoh tersebut menjulang tinggi tak tersentuh oleh siapa pun. Itulah cara Calista melindungi dirinya dari rasa sakit. Sebenarnya baik Leonard maupun Calista sama – sama memiliki masa kelam, sama - sama tersakiti oleh seseorang di masa lalu.
Calista lebih memilih menutup diri sedangkan Leonard terkesan liar, mempermainkan hati banyak wanita. Baginya semua wanita itu sama, tak ada yang layak menempati posisi tertinggi di dalam hatinya, karena wanita hanya akan silau pada harta.
Namun semenjak pertemuan pertamanya dengan Calista mampu membuat Dunia Leonard jungkir balik. Setiap ada kesempatan selalu mencuri pandang ke arah Calista, selalu mencari alasan untuk terus bisa berinteraksi akan tetapi Calista selalu bersikap acuh.
Meski demikian tidak membuat Leonard menyerah justru sikap Calista yang terus menerus berusaha menghindarinya membuat seorang Leonard tertantang untuk bisa menaklukkan gadis angkuh tersebut. Seperti sekarang ini meskipun perhatiannya tak pernah di sambut baik, tetap saja menyempatkan waktu menemui sang pujaan.
"Sudah waktunya makan siang Calista, apakah kamu mau makan siang bersama saya?"
"Tidak Pak Leo, terima kasih," tanpa mau melihat ke arah Leonard.
"Saya sedang berbicara dengan kamu, tidak bisakah kamu melihat lawan bicaramu saat berbicara?" Sinis Leonard.
"Dengarkan saya Pak Leo. Saya sedang tidak ingin berbicara dengan Anda." Setelah itu melenggang menuju restaurant, Leonard pun segera mengekorinya. Tak ingin jadi bahan perbincangan para karyawan, Calista membiarkan ketika Leonard memilih duduk satu meja dengannya.
"Hai, tumben makan siang disini," sapa Kiara.
"Oh Kia, kapan datang?" Tanya Leonard sembari melingkarkan sebelah tangan ke pinggang Kiara akan tetapi tatapan mata tak lepas dari Calista. Sedangkan yang di tatap tampak acuh seolah – olah sama sekali tak peduli dengan yang Leonard lakukan.
Muak dengan adegan memalukan di depan mata Calista pun segera menyelesaikan makan siang setelah itu melenggang menuju ruangannya. Sementara Leonard hanya bisa menatap nanar kepergian punggung Calista tanpa bisa menghentikannya.
Kiara pun mengikuti arah pandang Leonard. "Bukan kah itu CFO baru? Pengganti Casandra?"
"Hm."
"Wajahnya bule banget, pinter kamu yah cari CFO. Aku yakin seluruh karyawan pria pasti memuja kecantikan CFO baru kita ini, terutama matanya, siluet abu – abunya sangat indah."
"Untuk apa membicarakannya Kiara," Geram Leonard.
"Oh iya kalau gitu kita ganti topik tentang mantan CFO kita saja. Gimana kabar Casandra?"
Tatapan Leonard langsung menajam. "Harus kah kita membahas wanita tak tahu diri itu?"
"Iya aku tahu Casandra memang bersalah karena sudah memfitnahmu atas kehamilannya tapi tak seharusnya kau membencinya kan?"
"Cukup Kia!" Muak dengan pembicaraan yang hanya memancing emosi. Leonard pun melenggang menuju ruangan Calista. Kedatangannya tak di sambut baik. Justru Calista menghujaninya dengan tatapan tak bersahabat.
Saya ingin dekat dengan kamu Calista, ingin berbagi cerita tapi kenapa kamu terus – menerus mengacuhkan keberadaan saya?
Satu hal yang tak di mengerti Leonard hingga saat ini, sikap Calista selalu ramah, menyungging senyum ke semua karyawan akan tetapi seketika berubah 180 ketika ada lelaki yang coba menggoda atau sekedar ingin dekat.
Sikap seperti inilah yang mencipta rasa penasaran Leonard sehingga ia mencari tahu tentang kehidupan Calista akan tetapi sangat sulit menguak informasi tentang wanita tersebut. Calista bagaikan misteri yang tak terpecahkan.