Chereads / DEUXIEME AMOUR / Chapter 14 - Bab 14

Chapter 14 - Bab 14

Ketika pintu terbuka Calista seketika terperenyak. Dengan bibir bergetar ia menyapa orang paling penting di perusahaan ini. "Selamat pagi Mr. Albert," ucapnya lalu memberi ruang pada Albert untuk memasuki ruangannya.

"Selamat pagi Mrs. Calista," tak lupa menyungging senyum yang mampu memikat hati wanita manapun tidak terkecuali Calista. Leonard yang berdiri tak jauh dari sana merasa muak sekaligus mengumpat kesal. Ingin rasanya menghadiahi wajah tampan Albert dengan pukulan telak karena sudah berani menggoda wanitanya.

"Silahkan duduk Mr. Albert."

"Terima kasih Mrs. Calista." Tanpa sengaja menangkap sosok Leonard juga berada di dalam ruangan yang sama. Satu hal yang Albert pikirkan, apa yang sedang di lakukan oleh Leonard di ruangan Calista?

"Apa yang Anda lakukan di ruangan Mrs. Calista? Anda ini hrd dan pekerjaan Anda tidak ada hubungannya dengan Mrs. Calista."

Leonard pun di buat gelagapan untuk menjawab sehingga Calista langsung memotong pembicaraan dengan menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu di diskusikan dengan Leonard. Setelah menjelaskan pada Albert, siluet abu – abu menatap Leonard dengan tatapan tajam. Paham dengan arti tatapan tersebut ia hendak meninggalkan ruangan akan tetapi belum sempat melenggang dari sana sudah di hentikan oleh Albert.

"Saya ingin membahas beberapa hal penting dengan Anda Mrs. Calista," kemudian beralih menatap Leonard. "Dan juga dengan Anda Mr. Leo."

"Saya tahu kita sudah membahasnya kemarin tapi saya ingin menyampaikan lagi bahwa besar harapan saya pada Anda untuk menduduki posisi CEO di salah satu perusahaan yang berada di London."

Posisi CEO? London? Apa maksudnya ini? Leonard membatin, tatapannya mengunci pada Calista. Namun, Calista mengabaikannya dan tetap fokus pada Albert.

"Kita sudah membahasnya kemarin, Sir. Keputusan saya tetap sama. Sekali lagi terima kasih atas tawarannya dan saya meminta maaf karena tidak bisa menerimanya."

"Apa ini ada hubungannya dengan Mr. Jozh?"

Calista menggeleng.

Siapa lagi itu Jozh? Leonard semakin di buat bingung. Banyak hal yang ia tak tahu tentang Calista karena hingga detik ini wanita itu masih saja bagaikan teka – teki yang tak terpecahkan.

"Lalu apa Mrs. Calista? Jujur saya merasa tidak enak sudah memperkerjakan putri Kafeel dengan posisi yang sangat tidak layak. Apa yang harus saya katakan pada Mr. Kafeel dan juga kakak Anda, Mr. Calvino seandainya mereka tahu Anda menjabat posisi CFO."

"Tidak ada yang salah dengan posisi CFO, Sir."

"Tapi itu tidak pantas untuk seorang pewaris Kafeel Group, tolong mengertilah Mrs. Calista."

"Tolong jangan mengistimewakan saya, Sir. Anda harus berlaku adil terhadap semua karyawan di perusahaan ini."

Leonard yang juga ikut terlibat dalam perbincangan sangat di buat terperenyak dengan kenyataan yang baru saja menghantam kesadarannya. Ia tak pernah menyangka bahwa Calista, wanita yang sangat di pujanya ini ternyata putri Bramantara Kafell, pengusaha kaya raya asal kota Bandung.

Selama ini ia berusaha mati – matian menguak identitas Calista dan hari ini ia mendapatkan jawabannya. Tatapan Leonard seketika meremang, tak tahu apakah harus merasa bahagia atau sebaliknya. Seketika hatinya di rundung gelisah karena sudah berani mendekati putri Kafeel. Leonard segera berpamitan untuk kembali ke ruangannya akan tetapi niat tersebut di hentikan oleh Albert.

"Bukankah Anda sedang meeting dengan Mrs. Calista? Silahkan di lanjut, saya permisi."

Kemudian mengunci tatapan Calista. "Pikirkan kembali tawaran saya Mrs. Calista," tanpa menjawab hanya mengulas senyum seolah berkata, baik Sir.

Setelah kepergian Albert, Leonard menghampiri Calista menatapnya dengan tatapan yang tak biasa kemudian berpamitan untuk kembali ke ruangannya. Calista di buat tak nyaman dengan sikap Leonard yang berubah formal.

"Leo, tunggu!"

"Ada apa?" Tanyanya dengan posisi memunggungi.

Jemari Calista terulur memutar tubuh Leonard sehingga tatapan keduanya saling mengunci. "Tatap aku ketika sedang berbicara!" Ucapnya sembari menelisik ke kedalaman manik hitam, ada rasa canggung terpancar di sana. Tak ingin Leonard di sergap rasa sungkan, Calista sengaja menselancarkan godaan.

"Ke mana perginya sikapmu yang super jahil dan ngeselin itu, hum?" Tanpa menjawab hanya mengulas senyum.

"Kemarilah! Bukankah kau ingin kita sarapan bersama," menarik tangan Leo membimbingnya kembali supaya duduk di sofa. Setelah itu berpesan pada Sarah untuk mengosongkan jadwal dengan alasan masih meeting dengan Leonard.

"Untuk apa kamu berbohong? Kita tidak sedang meeting."

"Memang tidak."

"Lalu untuk apa kamu berbohong?" Tanpa menjawab ekor mata Calista melirik pada kotak makanan. Leonard di buat tersenyum geli karenanya.

"Em apa kau sendiri yang membuatnya?"

"Apa rasanya tidak enak?"

"Em lumayan sih tidak terlalu buruk, tapi sayangnya … "

"Apa?"

"Ini terlalu pedas, aku tidak bisa makan pedas," rajuk Calista manja. Tanpa Calista sadari sikapnya yang seperti inilah yang membuatnya terlihat semakin menggemaskan.

"Sini, jangan di makan!" Leonard langsung merebut sendok dari tangan Calista yang langsung di hadiahi pertanyaan, kenapa?

"Aku tidak mau kamu sakit. Bagaimana kalau ku pesankan makanan dari restaurant saja? Kamu mau makan apa?"

Calista menggeleng. "Aku sudah tidak berselera makan."

"Lalu?"

"Aku mau melanjutkan pekerjaanku. Banyak pekerjaan yang harus segera ku selesaikan,"

"Tunggu Calis!" Yang di panggil langsung menolehkan wajahnya seolah bertanya, iya Leo, ada apa?

Tatapan Leonard penuh permohonan kemudian menepuk sofa di sebelahnya memberi ruang pada Calista supaya duduk di sisinya.

"Kenapa kamu tidak pernah mengatakan bahwa kamu ini putri Bramantara Kafeel?"

Menyipitkan matanya hingga keningnya berkerut. "Memangnya kau menanyakannya? Tidak kan?"

"Jadi kau sengaja memalsukan identitas saat melamar kerja di perusahaan ini?"

"Iya itu memang benar tapi tidak sepenuhnya."

Tak ingin di cecar pertanyaan lebih lanjut. Calista segera mengalihkan pembicaraan. Ia pun langsung melenggang menuju kursi kebesarannya. Benteng kokoh kembali menjulang tinggi seolah dirinya kembali tak tersentuh oleh siapa pun.

"Apa kau akan menerima tawaran Mr. Albert?"

"Aku belum memikirkannya," jawabnya tanpa mau menatap ke arah Leonard. Pura – pura menyibukkan diri dengan memeriksa laporan. Lalu ekor matanya melirik Leonard yang terlihat meninggalkan ruangan, setelah itu menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi dengan mata terpejam.

Semenjak kejadian tersebut hubungan keduanya kembali renggang. Leonard memilih menjauh setelah mengetahui identitas Calista. Bukan tak ingin bersama wanita yang di cinta akan tetapi ia sadar bahwa ia tak mungkin bisa meraih seorang Calista Earle Kafeel ke dalam pelukan.

"Beberapa hari ini kamu tampak murung, ada apa?" Kiara bertanya.

"Perasaan kamu saja Kia," sambil menyantap menu makan siang.

Menyadari kehadiran Calista dan juga Matius, Kiara pun langsung melambaikan tangan meminta mereka berdua untuk bergabung.

"Jarang – jarang yah kita bisa kumpul makan siang seperti ini?" Celoteh Kiara.

"Kalau aku sama Leo masih sering makan di sini. Paling susah tuh … " tatapan Matius mengarah pada Calista akan tetapi yang di tatap tampak acuh.

"Oh iya dengar – dengar Mr. Albert memintamu ke London. Apa kau menerima tawarannya? Kalau aku sih sudah pasti langsung berangkat. Kesempatan tidak akan pernah datang dua kali Calis, lebih baik kau terima saja tawarannya," saran Kiara.

"Nanti ku pikirkan," sembari mengulas senyum kemudian tatapannya menajam pada Leonard. Satu hal yang Calista pikirkan siapa yang sudah menyebarkan berita tersebut? Kalau berita tersebut sampai tersebar apa itu artinya identitasnya juga sudah terbongkar.

Bukannya Calista ingin menutupi tentang siapa dia sebenarnya hanya saja ia tak suka orang – orang di sekitarnya menaruh rasa hormat setelah mengetahui bahwa dia ini putri Kafeel.

Seolah tahu arti dari pancaran siluet abu – abu, Leonard pun kembali menunduk dengan berpura – pura menikmati makan siangnya. Sementara Kiara dan juga Matius hanya saling pandang setelah ketegangan mulai tercipta.