Leonard memasuki ruangan Calista tanpa mengetuk pintu terlebih dulu sehingga langsung mendapat protes keras. Calista tentu ingin Leonard lebih memiliki aturan.
"Lama – lama kamu juga akan terbiasa sayang."
"Aku sudah terbiasa dengan sikapmu yang tanpa aturan itu."
"Good girl." Sambil membelai lembut rambut Calista yang langsung di tepis dengan kasar. Leonard tampak menghembus nafas berat kemudian meraih pergelangan tangan Calista ke dalam genggaman. "Yuk, sudah waktunya makan siang."
"Oh My God aku hampir saja melupakannya, sorry."
Mengusap lembut pipi Calista. "Sudah bukan hal baru lagi kalau kau melupakan janji denganku."
"Dan kau tak marah?"
Mengulas senyum yang mampu menenangkan hati. "Marah untuk apa, hum? Kecuali kalau kau selingkuh baru aku akan marah besar."
"Ish pacaran saja tidak sudah ngomongin selingkuh," lirih Calista.
"Kita ini sudah sama – sama dewasa Calista sayang. Tak perlu mendeskripsikan secara detail dengan kata – kata. Tapi, cukup dengan tindakan dan tindakan kita selama ini sudah cukup mendeskripsikan bahwa kita ini sepasang kekasih."
"Apa?" Calista langsung terperenyak mendengarnya.
"Ciuman kita sayang. Ciuman kita itu sudah cukup menjelaskan jadi, jangan coba – coba mengelaknya lagi," bisiknya lembut sembari mencium daun telinga Calista. Dan tentu saja hal sekecil ini mampu mengirimkan sengatan – sengatan listrik berskala kecil yang siap mengobrak – abrik akal sehat Calista.
Kedua mata Calista langsung memejam merasakan kehangatan ketika tindakan Leonard makin berani dengan mendekap erat tubuhnya. Tak ingin hilang kendali Leonard segera melepaskan pelukan lalu meniup mata Calista sehingga siluet abu – abu terbuka sempurna.
Mengaitkan jemarinya di antara jemari lentik, membimbing Calista memasuki lift. Meskipun berkali – kali mendapat protes keras akan tetapi Leonard sama sekali tak mengindahkan, justru genggaman pada pergelangan tangan Calista semakin erat. Leonard ingin semua orang tahu terutama Matius bahwa Calista sudah di miliki seseorang yaitu Leonard Fidel Christiano.
"Lepas Leo!"
Menghujani Calista dengan tatapan tajam. "Jangan coba – coba menjauh."
"Ini di kantor. Jaga sikap kamu!"
"Tak perlu kau ingatkan aku Calista, aku tahu apa yang harus ku lakukan."
Sepanjang melewati lobby, Leonard segera melepaskan genggamannya dan berpindah ke pinggang ramping, memeluk dengan sangat posesif. Dan tak lagi memedulikan tatapan para karyawan yang menatapnya penuh tanda tanya.
"Itu kan Bu Calista."
"Hu'um."
"Jadi pak Leo memacari Bu Calista?"
"Kayaknya sih gitu."
"Wah Pak Leo beruntung yah selalu di kelilingi wanita cantik."
"Iya, tapi bagi Bu Calista itu musibah. Memangnya Bu Calis belum tahu apa yah kalau pak Leo itu … " mereka semua segera menghentikan perbincangan ketika Matius melintas di depan mereka.
"Selamat siang Pak Matius," ucap mereka serempak.
"Selamat siang," jawab Matius kemudian menghentikan langkah, menghujani mereka semua dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa kalian semua masih berkumpul di sini? Apa tidak ada yang ingin makan siang? Ini kan jam istirahat."
"Em, ini kita baru mau berangkat makan siang Pak. Bapak silahkan duluan."
"Buruan berangkat sebelum jam makan siang habis."
"Baik Pak."
Tanpa Calista sadari ada sepasang mata yang menatapnya tajam sejak ia keluar dari pintu lift. Puas menatap wajah cantik Calista yang selalu di rindukannya ini, tatapannya beralih pada Leonard terutama pada tangan kekar yang sedang memeluk erat pinggang ramping. Ingin rasanya ia mematahkan tangan tersebut karena sudah lancang menyentuh gadis kecilnya.
Tak tahan di buatnya ia segera memanggil Calista. Yang dipanggil seketika menghentikan langkah. Suara bariton yang sudah tidak asing tersebut membuat Dunia Calista seakan berhenti berputar hingga tubuhnya mematung beberapa saat.
Perlahan – lahan memutar tubuhnya, tanpa dapat di tahan lagi air mata lolos begitu saja membasahi pipi mulus. Calista langsung berhambur ke pelukan, mengabaikan keberadaan Leonard di sisinya.
Tatapan keduanya menyirat kerinduan mendalam kemudian kembali di raihnya tubuh Calista ke dalam pelukan. Di ciuminya puncak kepala Calista dengan penuh rasa sayang. Setelah saling berbincang sebentar keduanya langsung melenggang meninggalkan kantor. Sementara Leonard masih saja berdiri mematung, tubuhnya seketika membeku melihat pemadangan di depan mata, melihat kemesraan yang baru saja menusuk ke dalam matanya hingga menyisakan rasa panas.
Tak ingin jadi bahan pertontonan para karyawan. Ia melebarkan langkah memasuki lift yang membawanya kembali ke lantai di mana ruangannya berada. Ia tak pernah menyangka Calista bisa semudah itu melupakannya dan berhambur ke pelukan lelaki lain. Kedua tangan Leonard langsung mengepal hingga buku – buku jarinya memutih, rahangnya mengeras menandakan bahwa saat ini ia sedang berada di puncak amarah.
"Leo, makan siang di luar yuk," ajak Kiara dari ambang pintu. Ketika mendapati tatapan yang tak biasa Kiara memutuskan masuk ke dalam ruangan Leonard.
"Hei, kau kenapa?"
"Tolong tinggalkan ruangan. Aku sedang ingin sendiri."
"Pasti terjadi sesuatu kan. Katakan! Ada apa?"
Menghujani Kiara dengan sorot mata nyalang. "Apa kau tak mendengarku Kia? Aku sedang ingin sendiri!" Suara Leonard mulai meninggi.
"Hei, ada apa ini? Kenapa kau marah – marah ke Kia?" Kedatangan Matius yang secara tiba – tiba membuat keduanya menoleh secara bersamaan.
"Kau juga, ada perlu apa ke ruanganku? Kalau ada masalah kantor yang harus di bahas, kita bahas nanti setelah jam makan siang."
"Aku tak ingin membahas masalah kantor."
"Terus apa?"
"Ini masalah Calista, aku melihatnya sedang pergi dengan-"
"Ini di kantor jadi, jangan membahas hal – hal yang sama sekali tak penting. Calista pergi dengan siapa pun itu bukan urusanmu. Ini jam makan siang dia bebas pergi dengan siapa pun yang dia suka."
"Tapi Calista pergi dengan laki – laki apa kau tak cemburu? Wanita pujaanmu-"
"Wanita pujaan?" Lirih Kiara. "Jadi kau menyukai Calista?" Menelisik ke dalam manik coklat Leonard mencari kebenaran di sana.
"Dan kau Matius, bukankah kau yang," jeda sejenak. Kiara tampak berfikir.
"Oh My God jadi aku sudah salah sangka. Ku kira kau yang suka pada Calis ternyata … "
"Ini di kantor tempat untuk bekerja bukan tempat bergosip. Keluar!" Bentak Leonard. Tak ingin memancing kemarahannya, Matius dan Kiara pun memutuskan keluar ruangan meninggalkan Leonard yang masih saja setia bercengkrama dengan rasa cemburu yang semakin lama semakin membuatnya di bakar amarah memuncak.
"Jadi Leo menyuaki Calista? Sejak kapan?" Tanyanya pada Matius.
"Tanyakan saja langsung padanya jangan tanya aku."
Sementara Leonard masih saja dibakar api cemburu. Ia kembali mengepalkan kedua tangan hingga buku – buku jarinya memutih. Kemarahan tercetak jelas menyelimuti wajahnya yang tampan.
Apa lelaki itu kekasih mu Calista? Oh, sekarang aku tahu. Jadi, lelaki itulah alasanmu kenapa selama ini kau selalu menyangkal perasaanmu padaku. Dasar wanita tak setia.
Tak tahan di bakar api cemburu ia pun meninjukan tangannya ke dinding berulang kali. Tak lagi memedulikan kulit jemari yang sudah mulai mengeluarkan darah segar.