Zafran hanya cengengesan memamerkan deretan gigi sambil menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal. Walaupun ekspresi wajahnya terlihat tanpa dosa, polos, sepolos pantat bayi, segila orang gila yang berkeliaran di jalanan, dia masih saja mengeluarkan aura genit. Bener-bener mirip orang idiot. Untung saja dia itu ganteng. Mungkin otaknya perlu dikocok biar dia jadi sadar.
"Obat lo habis ya? Mau gue temenin ke RSJ?" tanya Zea.
"Mau kok ditemenin sampai pelaminan," jawab Zafran sambil mengerlingkan sebelah matanya.
Lagi-lagi Zea hanya memutar bola matanya malas sebagai respon. Emang dasar omongannya si buaya darat. Banyak cakap namun tak ada bukti. Banyak janji namun tak ditepati. Banyak harapan eh malah ternyata cuma PHP, pemberi harapan palsu. Seperti halnya pada diri Zafran.
Hati itu tak sekuat ultramen dan tak setahan banting tupperware, tapi hati itu lunak, Gengs. Mungkin seseorang akan terlihat baik-baik saja. Namun tidak dengan hatinya. Seperti halnya diberi luka berupa rasa kecewa. Semakin banyak rasa kecewa yang membekas di hati, maka semakin buriq hati tersebut, dan lama kelamaan akan hancur. Sehancur hati Zea.
"Lo kalau ngomong bawaannya kayak lagi ngelantur. Bikin gue males ke kamar mandi."
"Kenapa?"
"Omongan lo bikin jijik. Kamar mandi kan kotor. Kotor sama jijik kalau jadi satu bawaannya bikin enek, pingin muntah."
"Enek? Pingin muntah? Apa jangan-jangan lo hamil?"
"Enak aja! Kalau ngomong nggak bismillah!" Sewot Zea.
Daripada melayani Zafran yang unfaedah, Zea memutuskan untuk memakan makanannya terlebih dahulu. Untuk menuntaskan BAK, dia tahan dulu karena sudah terlanjur mager, malas gerak. Begitu juga Zafran, dia cuma diam sambil menikmati makanannya. Sesekali dia mencuri pandang paras Zea.
Menurut Zafran, wajah Zea dua kali lipat lebih imut saat sedang makan. Apalagi saat dia sedang kepedasan, wajahnya akan memerah seperti kepiting rebus. Ditambah beberapa keringat yang berhasil lolos melewati pelipis. Terkesan lebih menggoda.
Setelah selesai makan, Zea memutuskan untuk cuci tangan terlebih dahulu. Kemudian dia kembali lagi dan menggunakan kedua tangannya untuk menyangga kepala sambil memandang paras Zafran. Bahkan matanya tidak berkedip sekalipun.
"Ngapain ngelihatin? Lo pasti tergila-gila lagi sama gue kan?" Goda Zafran membuyarkan lamunan Zea.
"Apaan? PD lo tingkat bintang. Sudah ah gue nggak kuat nahan BAK. Gue mau ke kamar mandi dulu," pamit Zea langsung meninggalkan Zafran.
"Dasar cewe. Tadi bilangnya jijik, enek, tapi tetep aja mau ke kamar mandi. Emang cewe selalu menang," gerutu Zafran di sela-sela makannya.
Zafran kembali melanjutkan makan. Tak sengaja tatapan matanya tertuju pada arah jarum jam tangan menunjukan pada pukul 20.05 yang artinya hari hampir petang. Belum juga waktu untuk perjalanan pulang. Untuk itu dia memutuskan untuk mempercepat makannya.
Setelah semuanya selesai. Zafran menunggu Zea yang tak kunjung datang. Untuk menghilangkan rasa bosannya, dia memutuskan untuk bermain game free fire.
"Ayo pulang, Zaf!"
"Allah hu akbar! Kayak jelangkung aja bikin gue kaget," ujar Zafran saat Zea tiba-tiba datang.
"Jelangkung otak lo! Gue baru bayar nih makanan. Cepat dong. Udah malam tauk. Belum mandi juga."
"Yang penting gue tetap cogan."
Tanpa banyak bicara, Zea sudah menarik tangan kanan Zafran. Jika dilayanin terus menerus, tidak ada bedanya dengan burung. Mending burung, semakin banyak omong semakin bisa menghasilkan uang banyak. Nah, coba si Zafran. Semakin banyak omong semakin bikin enek dan membuat telinga terasa panas.
Setelah sampai di parkiran, Zea langsung melepaskan tangannya dari tangan Zafran. Bisa-bisa bikin senam jantung terus saat tangan mantan saling berkaitan.
"Jangan narik kayak tadi dong. Gue tahu kok, kapan waktunya buat ngajak lo ke pelaminan, Ze, yang penting sukses dulu."
"Terserah lo mau ngomong apa, yang jelas ayo cepat pulang."
Zea langsung mengambil jaket Zafran, kemudian memakaikannya. Tidak hanya itu, dia mengambil helm milik Zafran juga, kemudian memaknannya. Cara itu mungkin yang paling ampuh untuk menyangkal berbagai gombalan receh yang membuat hati terasa melayang-layang.
Perbuatan Zea membuat Zafran diam mematung. Tatapannya tidak berkedip sekalipun. Dia terus menikmati setiap gerakan yang Zea lakukan.
"Ngapain diem? Cepat woy!"
"Iya-iya."
Zafran membantu Zea untuk naik ke boncengan. Mereka berdua terlihat romantis seperti sinetron di televisi. Setelah itu, dia langsung menancapkan gas menuju arah pulang.
Udara malam hari memang cukup dingin. Hal itu yang menjadikan Zea lebih memilih untuk diam. Rasa dingin juga bisa sampai terasa seperti jarum yang terus menusuk pada tulang. Karena itu, Zea memilih memeluk dirinya sendiri. Seenggaknya bisa sedikit membantu menghangatkan tubuh.
Zafran sadar terhadap suasana yang sedang dia jalani. Diam dan sunyi. Tidak ada perdebatan-perdebatan receh karena masalah sepeleh ataupun masalah yang lain. Akhirnya dia memutuskan untuk menatap Zea dari kaca spion.
Cit!
Zafran menepikan motornya. Dia segera turun kemudian melepas jaket yang dia kenakan untuk disampirkan pada bahu Zea. Tatapan mereka berdua bertemu. Seakan mengingatkan kenangan masa lampau. Ditambah dengan senyum Zafran, terlihat cool.
"Nih pakai aja. Gue sebagai mantan terbaik mesti peka terhadap apa yang lo rasain."
"Peka-peka pala lo! Kalau peka tuh daritadi. Katanya mantan, tapi nggak tahu kalau gue nggak kuat dingin."
"Diam deh! Apa mau gue pakaiin?"
"Nggak! Ntar yang ada lo bakal modus."
Zea segera memakai jaket Zafran agar tidak terus berdebat. Setelah selesai, dia melihat Zafran sedang senyum-senyum sendiri. Tingkah lakunya membuat Zea bergidik ngeri. Bagaimana nggak ngeri coba? Orang ganteng sikapnya seperti orang gila. Kan mubazir gantengnya.
"Ngapain lo senyum-senyum?" Tanya Zea.
"Cantik."
"Terima kasih."
Zea menjadi senyum-senyum sendiri. Mendapatkan pujian cantik dari mantan itu suatu kemenangan, Girl. Biasanya jika setelah putus menjadi cantik, si mantan akan menyesal sampai akar-akar hati. Makanya kalau cari pacar jangan yang langsung instan, Boy. Karena cantik itu butuh proses. Tidak ada hal yang instan. Mie instan saja yang sudah mempunyai label instan ada proses memasaknya, apalagi proses untuk cantik.
"Jaketnya yang cantik."
Seketika raut wajah Zea langsung memerah. Dia mengumpat Zafran. "Kambing!"
"Hahaha!"
"Apaan?! Gaje! Cepet pulang."
"Jangan cemberut. Ntar gue nambah cinta," ujar Zafran saat akan menancapkan gas.
Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan. Langit terlihat gelap tanpa bintang. Mungkin cuaca menunjukan akan hujan. Sesekali Zafran bergidik karena udaranya benar-benar terasa dingin.
"Ze!"
"Apa?"
"Dingin."
"Terus?"
"Nabrak."
"Gue nggak mau ya. Gue masih jomblo. Gue nggak mau mati konyol karena lo! Gue nggak rela kalau mati masih dalam keadaan jomblo!"
"Dasar nggak peka! Tuh jaket gue ada di badan lo. Peluk gue dong, dingin banget nih."
"Emang boleh?"
"Banget."
Dengan rasa bimbang, kedua tangan Zea mulai terulur untuk memeluk tubuh Zafran. Secepat mungkin Zafran menarik tangan kanan Zea untuk memeluknya. Dia tersenyum, mungkin hal itu adalah awalan yang terbaik.
Zea memejamkan mata untuk menikmati momen tersebut. Kapan lagi akan melakukan hal itu? Perbuatan mereka terhalang oleh status mantan. Sungguh hati akan terasa nyaman jika bersama orang yang dicinta. Apalagi saat berdua, dunia akan terasa milik berdua. Dan orang yang benar-benar cinta akan selalu menjaga, bukan merusak.
"Ze, lo tahu nggak? Apa bedanya lo sama kapal?"
Zea sudah senyum-senyum sendiri. Dia merasa deg-degan dan grogi untuk menerima jawaban dari Zafran. "Enggak. Emang apa?"
"Kalau lo bisa jadi kapalan, kalau kapal nggak bisa jadi lo."
"Kambing!"
Bagaimana rasanya saat sudah terbang tinggi terus dijatuhin langsung tanpa aba-aba? Sakit banget kan? Apalagi yang bikin terbang itu kata-kata pujian ataupun gombalan dari seseorang yang istimewa, mantan misal. Hal itu seperti apa yang sedang Zea rasakan. Sakitnya terasa sampai ke sel-sel tubuh.
"Gue punya pantun buat lo," ujar Zea.
"Apa?"
"Beli tomat, beli jeruk mandarin. Bodoamat, emang gue pikirin?!"
"Buah pepaya, buah mengkudu. Iya, love you too."