Vie's Pov
Sinar matahari menembus masuk melalui jendela kamar dan aku segera bangun untuk membuat sarapan sebelum Ririz terbangun dari tidurnya. Entah kenapa aku sangat ingin membantu bahkan melindungi Ririz padahal aku sama sekali tidak mengenalnya.
Aku beranjak dari tempat tidur dan berlalu menuju dapur, sudah lama sekali aku tinggal sendirian di Apartment ini. Andai saja mereka mau mendengarkan penjelasan ku mungkin aku tak akan terdampar di tempat ini. Ada sebuah alasan kenapa aku menolong wanita yang masih terlelap itu.
Aku seperti melihat gambaran diriku di masa lalu, aku juga merasakan bagaimana rasanya hidup bergelimang harta tapi kekurangan kasih sayang. Tapi aku bersyukur setidaknya aku tidak melakukan hal separah yang Ririz lakukan. Aku jadi mengingat bagaimana aku di usir dari rumah hanya karena aku terlambat pulang seusai mengerjakan tugas sekolah.
Bagaimana jika kalian di posisi ku??? Aku tidak melakukan kesalahan apapun tapi tiba-tiba aku di usir begitu saja oleh keluarga ku. Aku juga melakukan hal yang sama seperti yang Ririz lakukan, mabuk-mabukan berangkat malam dan pulang pagi. Aku tau rasanya di posisi itu dan aku ingin mengurangi rasa bersalah ku terhadap diriku sendiri dengan membantunya.
Andai saja mereka mau mendengarkan penjelasan ku mungkin aku masih bisa merasakan kasih sayang orang tua tapi itu hanya mungkin karena yang aku tau mereka lebih mengutamakan karir daripada aku. Dan aku pun cukup sadar diri dari ketika aku masih berada di sekolah dasar, aku menyimpan sebagian uang jajan ku dan ketika aku masuk Sekolah Menengah Pertama aku sudah mendirikan sebuah Cafe tanpa sepengetahuan orang tua ku, dan Cafe ini yang justru mampu menghidupi ku sampai detik ini.
Perkembangan Cafe ViCaf sangat pesat hingga dalam hitungan bulan aku sudah bisa membuka beberapa cabang di kota ini. Tak berhenti di situ aku mulai menggeluti dunia fashion dan membuka sebuah butik yang mampu bersaing dengan salah satu butik terkenal yang mana merupakan milik keluarga ku.
Dengan uang yang ku peroleh aku sudah mampu membeli Apartment ini ketika umur ku saja belum genap 12 tahun atau lebih tepatnya sebelum aku di usir jadi setidaknya ketika aku tak di ijinkan untuk kembali ke rumah aku tak akan menjadi gelandangan. Tanpa terasa air mata lolos begitu saja dari sudut mata ku ketika memori luka itu kembali menyerang ingatan ku.
Aku kembali berkutat di dapur sambil memikirkan tentang Ririz, aku berharap aku bisa membantu meringankan beban yang harus dia tanggung sendirian. Aku ingin berada di sampingnya setidaknya cukup aku yang merasakan bagaimana berjuang sendirian dan selama ada aku tidak ada yang boleh merasa sendiri.
Hari ini aku membuat pancake untuk sarapan, dulu aku tak bisa melakukan kegiatan di dapur seperti ini. Tapi semenjak aku diusir dari rumah aku belajar untuk melakukan segala sesuatunya sendiri dan hasilnya justru aku bisa memasak dan melakukan hal lain yang dulu tidak bisa aku lakukan.
Waktu berjalan begitu cepat hingga ternyata sudah hampir 8 tahun aku pergi meninggalkan rumah dan selama itu pula mereka tidak mencari keberadaan ku. Mungkin mereka menganggap aku ini sudah mati dan bukan lagi bagian dari keluarga Mahendra. Ahhh aku lupa memperkenalkan diri ku, namaku Viana Clara Mahendra tapi sekarang aku biasa di panggil dengan nama Vie karena aku tak ingin orang tau tentang siapa aku yang sebenarnya.
Papa ku seorang CEO Mahendra Company dan Mama ku adalah seorang Desainer sekaligus pemilik butik Clara Boutique dan aku memiliki seorang kakak perempuan bernama Bernadeta Clara Mahendra. Usia kakak ku hanya terpaut dua tahun dari ku, dan karena perbedaan umur kami yang hanya sedikit jadi kami sering diperbandingkan.
Dia adalah tipe Gadis yang sangat menurut akan apa yang keluar dari mulut kedua orang tua kami bahkan dia adalah anak teladan di sekolah. Seolah semua yang keluar dari mulut kedua orang tua kami merupakan sebuah perintah mutlak yang tidak akan pernah bisa dia tolak. Berbeda dengan aku yang bandel hanya untuk mengemis perhatian dari kedua orang tua ku. Karena yang aku tau mereka lebih membanggakan Kak Deta daripada aku yang selalu mereka anggap sebagai pengganggu.
Kadang aku berpikir mungkin keluarga itu jauh lebih sempurna dengan keadaan seperti sekarang ini daripada ada aku disana. Itulah kenapa aku tak pernah berniat untuk pulang, pun mereka juga tak menginginkan kehadiran ku. Namun bukan berarti aku tidak merindukan mereka. Aku merindukan mereka dengan sangat terutama kakak perempuan ku. Aku ingin bisa kembali memeluknya sebanyak dulu tapi pada kenyataannya aku tidak bisa melakukannya.
Aku menata pancake yang sudah ku buat di dua piring dan meletakkannya di atas meja makan. Aku melepas apron yang aku kenakan, mencuci tangan sejenak dan beranjak menaiki anak tangga menuju ke kamar. Saat aku masuk ke dalam kamar aku melihat Ririz yang masih terlelap, wajahnya terlihat sangat tertekan. Satu tangan ku terulur mengelus rambutnya secara perlahan dan bergumam dalam hati " Aku disini tak perlu khawatir, kamu tak sendirian lagi. Mari kita hadapi bersama entah bagaimana nanti takdir bermain dengan mu. Apapun skenario Sang Pencipta aku tak akan membiarkan kamu sendirian" - Vie
Vie : " Heiii ayoo bangun..."
Aku masih setia membelai rambut panjangnya dan berkata dengan lembut untuk membangunkannya. Tak butuh waktu lama mata Hazel itu terbuka dan memberikan senyuman manis ke arah ku.
Ririz : " Pagi Vie..."
Vie : " Pagi... Cuci wajah mu dan langsung kebawah ya aku sudah membuat sarapan untuk mu..."
Ririz : " Baiklah terimakasih..."
Ririz beranjak menuju kamar mandi dan sepuluh menit kemudian dia sudah menyusul ku ke meja makan. Matanya nampak berbinar saat melihat pancake di piring yang sudah ku siapkan untuknya.
Ririz : " Kamu bisa membuat pancake??? Ahhh sudah lama sekali aku tidak makan pancake dan terakhir mungkin sekitar tujuh atau delapan tahun yang lalu saat nenek masih ada..."
Vie : " Seperti yang kamu lihat aku bisa membuatnya, kalau begitu makanlah setelah itu kita bersiap untuk hari ini..."
Dia hanya menjawab dengan anggukan kepala dan senyum yang tak luntur dari bibirnya, dia justru nampak menggemaskan ketika seperti ini. Setelah selesai makan kami langsung mandi dan bersiap untuk menemui Reondra dan juga keluarga Ririz.
Aku terlebih dahulu mengantarnya ke rumah orang tua nya dan tepat pada waktu kami masuk keluarga nya baru saja menyelesaikan sarapannya. Mereka menatap Ririz dengan tatapan jengah dan bahkan ada kemarahan yang tersirat dari mata sang Papa.
Papa Ririz : " Ngapain lagi kamu pulang ke rumah??? Bukannya kamu sudah senang pergi dari rumah???"
Ririz : " Aku hanya ingin mengatakan sesuatu... Aku hamil..."
Brukkkk.... Gebrakan keras di meja makan yang di lakukan oleh Papa Ririz, tangannya mengepal kuat menandakan bahwa beliau benar-benar sedang marah.
Papa Ririz : " Dasar anak tidak tau diri memang kamu lebih baik keluar dari rumah ini. Yang bisa kamu lakukan hanyalah mencoreng nama baik keluarga, pergi kamu dan jangan pernah kembali aku tak sudi memiliki anak seperti mu..."
Aku menutup mulut ku tak percaya dengan apa yang di katakan pria paruh baya itu terhadap anak bungsunya ini. Ririz hanya memberikan senyum miris sambil menundukkan kepalanya dan beberapa detik kemudian setelah pria paruh baya itu menyelesaikan kalimatnya Ririz mengangkat wajahnya menghadap seluruh anggota keluarganya.
Ririz : " Papa benar aku memang anak yang tidak tau diri dan hanya bisa membuat kalian malu dengan apa yang aku lakukan. Tapi kenapa hanya aku yang disalahkan??? Dimana kalian saat aku butuh kasih sayang kalian??? Aku seperti ini juga karena kalian yang gak pernah punya waktu buat kasih aku setidaknya sedikit aja kasih sayang..."
Papa Ririz : " Sudahlah pergi kamu dari rumah ini dan jangan pernah kembali..."
Ketiga anggota keluarga yang lain tidak bisa berbuat apa-apa bahkan yang aku lihat kakak perempuan Ririz sudah susah payah menahan air matanya tapi dia juga tidak bisa melawan apa yang Papanya katakan. Tanpa menjawab lagi Ririz menarik ku keluar dari rumah dan memasuki mobil ku.
Sepanjang perjalanan dia terus menunduk tanpa sadar tangan ku menggenggam erat tangan nya, aku ingin menyalurkan kekuatan setidaknya aku hanya ingin mengatakan dia tidak sendirian ada aku di sini yang siap membantunya.
Disinilah kami sekarang, aku memberhentikan mobil kesayangan ku ini di sebuah tempat yang konon merupakan tongkrongan laki-laki yang bernama Reondra tapi sayang nya laki-laki itu tidak nampak batang hidungnya. Jadi Ririz meminta ku mengantarkannya ke rumah laki-laki itu.
Saat kami sudah berada di depan rumahnya dan belum sampai menekan bel tiba-tiba seorang laki-laki dengan wajah yang tampan menurut ku keluar bersama dengan seorang wanita yang bergelayut manja di lengannya. Pemandangan di depan ku ini membuat aku mengernyitkan dahi karena ekspresi Ririz yang terlihat sangat tidak menyukai apa yang baru saja dia lihat dan dengan itu aku menyimpulkan bahwa laki-laki ini adalah Reondra.
Reondra : " Ririz??? Ka.. kamu ngapain disini???"
Tanya lelaki itu dengan tergagap karena terkejut dengan kedatangan seseorang yang mungkin saja tidak terpikirkan oleh nya. Otak ku berusaha me cerna keadaan yang sedang terjadi dan ku fikir pria Bajingan ini sudah memiliki perempuan lain dan memilih meninggalkan Ririz.
Ririz : " Aku cuma mau bilang, kalau aku hamil anak kamu Ndra..."
Reondra : " Ba... Bagaimana bisa kamu hamil anak ku??? I... itu tidak mungkin. Bisa saja kan kamu melakukannya bukan hanya dengan aku??? "
Ririz : " Tega banget kamu ngomong kek gitu ke aku Ndra padahal kamu dulu selalu ngomong kalau kamu cinta sama aku dan mau punya anak dari aku. Aku benar-benar gak habis pikir sama kamu setelah kamu berhasil nikmatin tubuh ku dan aku ngandung anak kita kamu bilang kalau aku ngelakuin itu gak cuma sama kamu???"
Reondra : " Ya memang seperti itu kan kenyataannya???"
Ririz : " Kamu bilang kamu mencintai ku??? Kita melakukannya karna cinta kan??? Kenapa setelah buah dari cinta itu tumbuh dalam rahim ku kamu pergi begitu saja??? Bahkan kamu tak mengakui bahwa dia darah daging mu??? Dan bagaimana dengan aku yang sudah terlanjur di tolak keluarga ku karna kesalahan ku ini???"
Reondra : " Aku sama sekali tidak perduli dan yang harus kamu tau dua Minggu lagi aku bakal nikah sama Cecil jadi berhenti ganggu hidupku."
Aku berdiri di samping Ririz, menggenggam tangan nya untuk memberikan sedikit kekuatan. Aku tau dia mati-matian menahan perasaannya dan air mata yang sudah siap tumpah. Pria itu melangkah maju kearah Ririz dan meminta wanita yang berada di sampingnya itu untuk masuk kedalam mobil lebih dulu setelahnya pria itu berkata lirih sambil menatap wajah Ririz.
Reondra : " Gugurkan saja kandungan mu itu dan jangan libatkan aku dalam masalah mu..."
Ririz : " Kamu meminta ku menggugurkan bayi ini karna kamu tak ingin bertanggung jawab atas dia??? Yang harus kamu tau meski aku harus kehilangan segalanya aku tak akan pernah melukai bayi ini. Karna dia yang aku punya sekarang, meski aku harus melakukan semuanya sendiri aku akan selalu menjaganya. Dan akan ku pastikan dia punya masa depan yang indah tak seperti Mommy nya."
Ririz menarik ku kembali dan memasuki mobil, tangisnya pecah ketika kami sudah masuk kedalam mobil. Aku benar-benar salut dengan apa yang baru saja dia katakan dan aku tau tidak mudah untuk mengambil keputusan seperti itu. Aku bergerak memeluk tubuh wanita rapuh di hadapan ku ini, rasanya aku ikut merasakan sakit saat air mata dan isakan pilu itu menerobos indera pendengaran ku. Aku mengusap punggungnya perlahan supaya dia bisa merasa sedikit tenang.
Vie : " Jangan berfikir jika kamu sendirian... Mari kita hadapi bersama??? Aku akan menemanimu menghadapi segala sesuatu di depan nanti. Jadilah wanita kuat karena aku yakin bayi di dalam kandungan mu itu ketika dia besar dia akan bangga memiliki mama seperti mu.."
Ririz : " Terimakasih Vie aku gak tau harus gimana lagi untuk bales kebaikan kamu..."
Vie : " Aku ikhlas melakukannya jadi jangan sungkan semua akan baik-baik saja..."