Malam ini Reyent tidak bisa tidur, dia rewel terus. Merengek, menangis, gelibak sana gelibak sini. Stella sudah berusaha menenangkannya. Memberinya susu botol, air minum dalam dot, dan juga empeng. Tapi Reyent menolak semuanya. Biasanya jika rewel, Stella memberinya empeng atau susu botol dia akan diam. Tetapi malam ini Reyent menolak semuanya. Stella bingung, ada apa dengan putranya? Hingga jam sudah menunjukan pukul dua lewat tigapuluh menit, Reyent masih belum kembali tidur. Dia masih terus menangis. Telapak tangan Stella memegang kening putranya untuk mengecek suhu panas atau tidak. Saat Stella menempelkan telapak tangannya di kening putranya, ia panik. Ternyata putranya di serang demam.
Demamnya sangat tinggi, pantas saja putranya rewel nangis terus. Stella mengambil ponselnya yang tergeletak di bawah bantalnya. Ia menghubungi Rey agar segera pulang, karena ia panik putranya tiba-tiba di serang demam. Rey pun langsung bergegas pulang saat mendengar putranya demam. Stella juga menghubungi Darmi ibu angkatnya. Meminta datang kerumah besok jika sudah menjelang pagi. Jika di suruh datang sekarang kasihan, ini masih terlalu pagi. Jadi Stella menyuruh datang jika sudah pagi.
Saat ini Stella masih mencoba menenangkan putranya yang masih rewel. Ia menempelkan Kool fever di kening putranya. Ia juga memakaikan jaket, dan kaos kaki. Supaya putranya tidak kedinginan. Stella menggendongnya sembari berjalan mondar-mandir menina bobo. Di usap-usap punggung putranya agar cepat tidur.
"Mi-Mii egh Mi!" Rengek Reyent seraya geleng-geleng kepala. Dia mengusel-nguselkan wajahnya di dada Stella.
"Apa nak! Reyent mau apa, hem! Bobo ya nak!" Ujar Stella, yang terus berusaha menina bobokan putranya. Namun, putranya tidak kunjung tidur. Masih terus merengek. Mungkin karena lagi tidak enak badan, putranya tidak bisa tidur. Stella ikut sedih jika putranya sakit.
Pintu kamar terbuka, masuklah Rey. Wajahnya terlihat panik. Jaket kulit hitamnya di lepas dan di lempar asal di sofa dekat Stella berdiri. Rey menghampiri Stella yang masih berdiri sembari menina bobokan putranya.
"Jagoan Pipi demam ya, sini gendong sama Pipi!" Ujar Rey meraih Reyent dari gendongan Stella. Lalu di ciumnya wajah putranya. Benar suhu badan putranya begitu sangat panas. Reyent merengek di gendongan Rey. "Pipi di sini, Reyent bobo ya! Pipi di sini gendong Reyent." Ujar Rey, menenangkan putranya. Stella ikut gelisah, ia berdiri di belakang Rey.
"Hek hek haaaaaaaa Pi-Pi!" Rengek Reyent di gendongan Rey.
"Ya Pipi di sini nemenin Reyent, mana yang sakit, hem? Bilang sama Pipi!" Ucap Rey sembari mencium kening Reyent berkali-kali. Lalu menempelkan pipinya sama pipi Reyent yang begitu sangat panas.
"Maafin Pipi ya! tadi ninggalin Reyent. Sekarang Reyent Bobo ok!" Dengan sabar Rey menina bobo sembari menyanyikan lagu anak-anak.
Lama menenangkan dan menina bobo-kan putranya, hingga dini hari. Jam pun sudah menunjukan pukul empat lebih limabelas menit. Kini Reyent pun kembali tertidur di pelukan Rey dengan tenang.

Di elusnya rambut putranya, dan di cium keningnya. Kini Stella sudah merasa lega, melihat putranya kembali tidur dengan nyenyak. Lalu dengan pelan Rey membaringkan Reyent di Ranjangnya. Di ikuti Stella yang ikut terbaring di samping kiri Reyent. Begitu pun Rey terbaring juga di samping kanan. Kini Reyent tidur berada di tengah di antara Stella dan Rey. Mereka berdua memeluk putranya.
"Kenapa Reyent bisa demam?"
"Kemaren dia main air akuarium, terus makan es krim terlalu banyak!" Lirih Stella dengan penyesalan. Andai ia tidak membiarkan putranya bermain air akuarium dan mengakibatkan jatuh. Dan andaikan ia tidak memberi es krim, mungkin putranya tidak akan di serang demam tinggi seperti ini. Kini Stella sangat menyesal akibat kebodohannya.
"Lain kali di ingat ya? jangan di ulangi lagi!"
Stella mengangguk.
Kedua matanya terlihat kesedihan. Rey mengusap pipi mulus Stella. "Udah jangan sedih, putra kita tidak apa-apa. Besok Kak Serly kesini untuk memeriksa Reyent. Sekarang kamu tidur ya, muka mu terlihat pucat sekali!!"
Kembali mengangguk, ia menurut.
Kini Stella mulai memejamkan kedua matanya. Rey masih mengusap pipi Stella, lalu mencium keningnya. Rey beranjak bangun, memasuki walk in closet untuk berganti pakaian. Rey hanya memakai kaos polo warna putih polos tanpa lengan dan boxer hitam pendek. Setelah berganti pakaian Rey kembali keluar dan naik ke ranjang, terbaring di samping putranya. Beruntung Rey tadi cuma minum sedikit, jadi tidak terlalu bau alkohol. Tadi sebelum pulang Rey bersih-bersih terlebih dahulu di kamar mandi yang berada di ruang pribadinya. Supaya tidak bau alkohol dan asap rokok. Itu tidak bagus untuk putranya, apa lagi putranya sedang sakit.
Rey sangat menyayangi putranya, meskipun dulunya dia seorang Playboy cap kadal. Manja sama kedua orang tuanya. Tapi setelah dia mengtahui memiliki seorang putra, penerus darahnya. Akhirnya Rey sedikit demi sedikit berubah menjadi dewasa. Meskipun usianya masih terlalu muda, tapi sudah memiliki putra. Itupun kedua orang tuanya selalu menasehati. Jika dia sudah memiliki putra harus di rubah, dan hilangin sifat playboy-nya.
Rey tidak kunjung tidur, dia belum mengantuk. Rey terbaring miring, memandangi wajah putranya yang begitu mirip dengan dirinya. Rey masih tidak percaya bahwa yang tidur di depannya ini adalah putranya, darah dagingnya. Dan wanita cantik yang tertidur dengan damai itu istrinya. Wanita yang di incarnya dulu, saat pertama dia lihat. Di kala dia ingin berkenalan, ingin mendekati, tetapi Rey kehilangan jejaknya. Atas nama Tuhan yang ikut campur tangan, akhirnya Tuhan menakdirkan Rey bertemu kembali dengan Stella. Waktu itu Stella dalam bahaya. Rey sangat murka saat melihat gadis yang di incarnya ingin di perkosa para preman. Mungkin semua ini sudah Tuhan atur, sudah Tuhan rencanakan. Dan Tuhan pun menjodohkan mereka berdua. Meski dengan cara yang salah. Sesuai janjinya Rey akan menjaga dan membahagiakan istri dan putranya.
Rey tersenyum saat mengingat pertemuannya dengan Stella dulu. Rey duduk bersandar di atas kepala ranjang. Lalu membuka laptonya untuk memantau keadaan di Biliyard. CCTV di kios Biliyard memang langsung tersambung dengan laptopnya. Jadi Rey tidak perlu mengecek di ruang CCTV. Dia bisa melihat dari laptop miliknya sendiri.
Biliyar-nya sudah mulai banyak pelanggan, bibirnya tertarik kesamping memperlihatkan senyuman. Semoga semua bisnisnya lancar semua, makin maju, dan makin sukses terus. Semua bisnisnya ini buat bekal Reyent putranya kelak. Penerus darahnya. Dari kedua Caffe, Club, Photopeople, dan Biliyard, semua sudah di ganti atas nama putranya yang bernama Reyent Bintang Nugroho Digantara.
Rasa kantuk sudah menghampiri kedua matanya. Kini Rey menutup laptopnya dan di letakkan-nya di atas nakas. Mengingat putranya sedang sakit demam, Rey mengecilkan suhu AC, supaya putranya tidak kedinginan. Rey mulai memejamkan kedua matanya. Menyusul putra dan istrinya ke alam mimpi.
Sinar matahari menyelinap masuk lewat celah kaca jendela. Stella membuka kedua matanya. Setelah mendengar rengekan Reyent. Stella menyentuh kening Reyent, mengecek suhu badannya masih panas apa tidak. Lalu Stella mengganti Kool fiver dengan yang baru. Ia mengecek pampers-nya juga. Sudah penuh. Stella pun menggantinya. Lalu membuat susu, biasanya ia membuat susu ukuran 150ml. Berhubung Reyent sedang sakit, dan sepertinya mulutnya terasa pahit tidak enak makan. Kini ia membuat susu ukuran 100ml.
Susu 100ml sudah Reyent abiskan, Stella kembali terbaring. Memeluk putranya dan membuka kancing baju tidurnya agar Reyent bisa nete. Rey terjaga, merasakan ranjangnya yang bergerak-gerak. "Si jagoan Pipi-Mimi sudah bangun, hem! Reyent mainin milik Pipi ya!?" Ujar Rey serak kas bangun tidur. Rey melirik tangan Reyent yang milin-milin puting Stella. Merasa gatal tangannya, Rey ikut memainkan puting Stella. Ternyata Rey tidak mau kalah dengan putranya. Rebutan sama putranya.
"Sayang aku jadi haus nih!" Ujarnya, sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Haus minum itu ada air di nakas!"
"Haus pengen ini, pengen nyusu ini sayang. Semalam belum nenen!" Rengek Rey pelan seperti bayi kehausan. Putranya sedang sakit, tapi Rey sempat-sempatnya masih saja menggoda istrinya. Otaknya selalu mesum.
Mendengar ucapan Rey, Stella mencubit lengannya. Reyent pun menepis tangan Rey yang ikut menyentuh kesayangan-nya. Rey terkekeh. "Pipi nggak boleh megang ya? Punya Pipi juga ini!" Reyent tidak menghiraukannya, wajahnya di senderkan di dada Stella. Rey memeluk Putranya sekaligus istrinya. Karena masih pagi, jam juga masih menunjukkan pukul delapan. Kini mereka kembali tertidur lagi, saling berpelukan.
Terdengar suara pintu di ketuk dari luar, Stella beranjak bangun. Kakinya melangkah kearah pintu, ingin melihat siapa yang mengetuk pintu. Pintu terbuka dan berdirilah Darmi sama Ruslan di depan pintu. Pagi-pagi sekali Darmi panik dan dengan segera minta di antar ke rumah Stella. Karena semalam mendengar Reyent cucunya di serang demam tinggi. Stella mempersilahkan Darmi dan Ruslan masuk. Ia membangunkan Rey yang masih terlelap sembari memeluk putranya.
***

Darmi sedang duduk diruang TV seraya memangku Reyent cucunya yang terlihat lemas dan pucat. Tadi setelah di periksa Sherly, Reyent terus menangis dan merengek merasakan badannya panas. Darmi menenangkannya. Ia panik juga jika Reyent sakit. Meski Reyent bukan cucu kandung, tetapi Darmi sangat menyayangi Reyent dan sangat peeduli sama Reyent. Seolah Reyent terlahir dari anak kandungnya. Padahal Stella hanya anak pungut, tapi Darmi sangat Sayang padanya.
Reyent menolak sendok yang Darmi suapkan kemulutnya. Mungkin karena sakit mulutnya terasa pahit, Reyent tidak mau makan. Ia menolak semua. Darmi pun sudah membujuknya supaya mau makan, tapi Reyent tetap tidak mau makan. Stella merebus wortel sama brokoli, lalu ia blender sampai halus. Di saring dan di ambil jusnya di masukin ke dalam dot. Kemudian ia berikan sama Reyent biar di makannya. Setidaknya perutnya sedikit terisi.
Sherly sudah kembali ke rumah sakit, untuk bertugas, karena jadualnya tugas pagi. Setelah memeriksa dan memberi obat vitamin buat keponakannya, Sherly langsung pamit ingin kembali ke rumah sakit. Sherly juga bilang nanti malam akan datang lagi memberi obat vitamin Reyent buat stok. Nancy juga sudah datang, semalam Rey menghubungi meminta Mamanya datang karena Reyent demam. Biasanya jika sedang berkumpul begini, Reyent yang bikin rame. Saat ini rame dari suara TV, Reyent masih lemas, lesu tidak mau ngapa-ngapain. Duduk di pangkuan Darmi, clingak-clinguk nggak tau mau ngapain. Biasanya dia tidak mau diam, sangat aktif. Kali ini dia hanya duduk seperti tidak ada tenaga. Tidak ada tenaga karena tidak makan. Hanya minum air putih sama susu. Wajahnya pucat, cemberut. Duduk anteng di pangkuan Darmi.

Reyent sangat lengket sama Darmi, karena dari lahir Darmi yang ikut merawatnya. Hari-hari bersama Darmi dari lahir. Jadi dia sama Darmi sangat lengket.
"Reyent masih lemas ya nak, hem!"tanya Nancy, sembari mengecek suhu panas badan Reyent. "Sini sama Oma!" Ujar Nancy, meraih Reyent dari pangkuan Darmi. Stella, Rey, Darmi, Nancy dan juga Ruslan sedang berkumpul di ruang TV. Di temani green tea hangat sama cemilan kripik jamur buatan Stella. Reyent kembali merengek, kedua tangannya terulur kearah Stella.
Ingin berpindah ke pangkuan Miminya. Stella meraihnya dan di beri dot yang terisi wortel sama brokoli tadi yang belum Reyent makan. Reyent masih menolak tidak mau memakannya. Padahal itu sayur kesukaannya, kali ini dia menolak.
"Egh egh Mi-Mi-Mii!" Rengeknya, sembari bersandar di pelukan Stella.
"Reyent mau apa? Mamam ya!" Tanya Rey.
Reyent geleng-geleng kepala.
"Ga-ga-ga!"
"Terus mau apa nak? Minum air ya!"
Lagi. Reyent geleng-geleng kepala.
Lalu Stella berdiri, menggendongnya, kepala Reyent bersandar di bahu Stella. Tangannya memeluk bantal kecil miliknya waktu masih bayi. Stella menepuk-nepuk pantat Reyent dengan pelan. Agar putranya tidur. Stella sedih, melihat putranya belum makan seharian. Hanya susu sama air putih yang Reyent minum. Stella pun ikut belum makan juga sejak pagi tadi.
Akhirnya Reyent pun tertelap, Stella membawanya ke lantai atas. Ia baringkan di ranjangnya. Kemudian ia pun ikut terbaring di sampingnya dan memeluknya. Merasakan kulit putranya yang masih panas. Tidak lama Stella ikut memejamkan kedua matanya. Ia capek merawat putranya yang sakit. Istirahat pun kurang. Mumpung Reyent terlelap, kini ia ikut terlelap sembari mendekap putranya.

Pintu terbuka masuklah Rey membawa nampan yang terisi makanan buat makan Stella. Di letakkannya di atas nakas nampan yang terisi makanan. Lalu Rey naik ke ranjang, terbaring di samping Stella sembari memeluk dari belakang. "Sayang!"
"Hemm!"
"Makan dulu ya, nanti kamu ikut sakit belum makan dari pagi. Ayo bangun dulu, mumpung Reyent tidur. Aku suapin ya! Ini Mama sudah buatin capcay sama bergedel kentang kesukaanmu!"
Stella beranjak bangun, bersandar di kepala ranjang. Rey mulai menyendok nasi serta lauknya capcay, ikan gurami goreng dan bergedel-nya. Di suapkannya ke mulut istrinya. Dengan senang hati Stella membuka mulutnya. Nasi serta lauknya pun abis, Rey meletakkan piring kosongnya di atas nakas. Mengambil gelas yang terisi air putih buat Stella. Lalu Stella meminumnya sampai tandas. Stella memainkan ponselnya. Ada beberapa notif dari Wiki, Salma, juga Ririn menanyakan keadaan Reyent. Ia membaca pesannya dan membalasnya. Kemudian ia membuka Chanel Korea, mulai lanjut meraton drama kesayangan-nya.
"Mulai dech Korea-nya!"
Stella hanya tersenyum.
Rey juga mulai mengecek laptop-nya, membaca email masuk yang belum sempat di baca. Sembari menjaga putranya, kini keduanya sibuk dengan sendirinya. Stella asik meresapi drakornya, dan Rey sibuk dengan emailnya. Reyent terbangun, tiba-tiba duduk melihat Pipi-Miminya bergantian.
"Ti-Mi-Ti!" Rengek Reyent pelan, menunjuk kearah pintu.
"Reyent mau sama Tati ya!" Tanya Stella, mengangkat Reyent dan di pangkunya.
"Ti-Mi-Ti!!!"
Rey meraihnya lalu di gendongnya, turun ke lantai bawah menghampiri di mana Darmi berada. Ternyata masih setia duduk di ruang TV. Sampai di bawah Reyent manggil-manggil Darmi, mengulurkan tangannya minta di gendong. Darmi pun menggendong-nya dan di peluk begitu erat. "Reyent pengen di gendong Tati ya, hem! Reyent masih kangen Tati!"
"Sama Oma nggak kangen ya!?" Ujar Nancy pura-pura ngambek. Reyent turun, menghampiri Nancy. Kepalanya di tidurin di pangkuan Oma-nya. Nancy membopong Reyent, di peluk, di ciumnya. "Cucu Oma udah sembuh ya, sehat terus ya jagoan Oma. Nanti kalau sudah sehat Oma kasih hadiah buat Reyent. Reyent mau hadiah apa, hem?" Reyent mengeratkan pelukannya. Nancy pun membalas pelukannya tidak kalah eratnya.
Demam Reyent sudah menurun, dia sudah mau turun dan sudah mau bermain. Dia memainkan bonekanya. "Nenen!!" Ujarnya, sembari memberi dot bekas miliknya. "Mi nenen!!"
"Dedenya nenen ya?"
"Heh heh heh!"
Stella membopong-nya, di peluk, di cium berkali-kali. "Sehat terus ya nak, jangan sakit lagi. Mimi sedih kalo Reyent sakit," Ujar Stella. Reyent meraba wajah Stella, menyentuh hidungnya. Rey di pintu memperhatikan istrinya yang bercanda dengan putranya. Rey menghampiri, ikut bergabung. "Becanda apa sih sama Mimi? Happy banget, hem!" Ujar Rey, sembari mencium pipi Stella dan Reyent bergantian.
Sudah tiga hari, Reyent sembuh dari demamnya. Dia sudah kembali ceria seperti biasanya. Saat ini Stella dan Rey mengajaknya jalan-jalan ke mall. Ada Sita sama Vito, Frisca sama Kariri, dan juga Lulu sama Fara. Mumpung hari libur Lulu dan Fara sekali-kali ikut gabung dengan mereka. Reyent lagi lari-larian, menghampiri orang jualan balon. "Lon Mi lon Mi yent lon!" Celotehnya menunjuk balon.
Stella mengejarnya, "Reyent mau kemana? Sini nak!" Reyent malahan berlari, dan meminta balon sama tukang jualnya. "Lon lon!" Si tukang jual memberinya, Reyent langsung kegirangan.
Saat Stella mau meraih Reyent, langkah kakinya terhenti. Tubuhnya menegang, kedua matanya membulat. Hatinya kembali sakit melihat orang di hadapannya. Sampai menghiraukan celotehan putranya. Sita, Frisca dan yang lain ikut menyaksikan siapa orang yang di tatap Stella. Seorang perempuan paruh baya.
Stella
Bibi
Tbc.
Terima kasih sudah mau membaca!!
Saranghae 🥰
It's Me Rera