Tebet, Jakarta . . .
VVIP room, ruangan yang luas sederhana, bersih, dan nyaman untuk pasiennya. Ada televisinya, sofa, ada satu set meja makan. Ada juga satu kitchen set-nya. Ini adalah ruang inap Stella selama di rawat di rumah sakit. Sudah hari ketiga Stella berada di rumah sakit. Saat ini ia hanya terbaring di ruang VVIP room. Begitupun Rey selalu setia menemani istrinya di rumah sakit selama tiga hari ini. Selama tiga hari Rey tidak pernah ninggalin Stella sama sekali. Rey selalu menemani Stella di samping-nya. Tidur juga satu ranjang yang Stella tempati. Beruntung brangkar-nya cukup besar dan bisa muat buat dua orang.
Boring . . .
Kalimat itu lah yang terlintas di kepala Stella. Ia hanya duduk bersender, terbaring, duduk lagi sembari nonton TV, makan, terbaring lagi. Begitu terus dari pagi, siang, malam, dan ketemu pagi lagi, itu membuat Stella mulai bosan. Apa lagi berbau obat-obatan yang sangat di bencinya. Tidak ada kegiatan selain tidur dan makan. Stella juga sudah sangat merindukan putranya. Tiga hari tidak melihat putranya, tiga hari tidak mendengar celotehan putranya, tiga hari tidak melihat tawa putranya, tiga hari ia tidak melihat kelucuan putranya, tiga hari ia tidak mencium putranya, dan tiga hari ia tidak bermain dengan putranya.
Stella merasa sangat tersiksa selama tiga hari hanya terbaring di rumah sakit. Tidak ada kegiatan, ia bosan, jenuh, dan boring. Stella sering merengek sama Rey minta pulang. Namun, Rey tidak mengijinkan-nya karena perban yang membungkus di wajahnya belum di buka atau di ganti. Juga belum ada perkembangan bekas operasi wajahnya. Rencana dokter besok hari ke empat waktunya untuk membuka perban.
Malam ini mereka hanya berdua, tadi keluarga besarnya datang untuk menjenguk Stella. Nancy dan Roni pulang, karena Refly tidak bisa tidur tanpa Nancy sang Ibu. Sherly dan Alan suaminya juga pulang, karena Sherly ada shif pagi. Sari dan Bayu serta Redy suami Fina juga pulang. Begitupun Bibi, Pamannya, sepupunya, dan yang lain pulang semua. Dari keluarga Ruslan juga tadi datang menjenguk Stella. Termasuk Dana sama Ririn, mereka pulang. Hanya Darmi yang tidak datang, karena Darmi menjaga, dan mengurus Reyent sang cucu. Kini hanya Rey sendiri yang menemani Stella istri tercintanya. Pio sang asisten di suruh pulang, istirahatnya di rumah saja.
Stella tidak bisa tidur dengan nyenyak setiap malamnya. Begitupun dengan Rey, tidak pernah tidur. Selalu menjaga istrinya, kedua matanya selalu terjaga. Rumah sakit tempat yang paling Rey benci. Karena ini demi Stella, demi istrinya, ia rela menginap di rumah sakit. Menjaga, menenami Stella dengan setia. Dulu juga Rey pernah di rawat di rumah sakit karena kecelakaan. Itu juga Rey sering merengek tiap malam minta pulang.
"Kenapa tidak tidur, hem? Ini sudah larut! Tiap malam kamu nggak pernah tidur!" Kata Rey sembari mengusap puncak kepalanya Stella.
"Aku mau pulang Rey, aku jenuh di sini. Aku kangen banget sama Reyent. Pasti Reyent rewel tidak lihat aku selama tiga hari ini. Kenapa sih tidak boleh di ajak kesini? Kapan aku boleh pulang?" Rengek Stella di pelukan Rey, ia menangis, ia sangat merindukan putranya. Sebenernya Rey juga sudah ingin cepat pulang bertemu dengan putranya. Tapi belum ada ijin dari dokter.
"Besok kan waktunya buka perban, sekalian nanti aku bicara sama dokter ya? Sekarang waktunya tidur, atau mau memakan sesuatu?!"
Stella menggeleng.
Rey membenarkan posisi tidurnya agar Stella lebih nyaman tidur di pelukannya. Pintu sudah Rey kunci, jika ada perawat atau dokter ingin mengecek keadaan Stella, hanya tinggal ketuk pintu kacanya. Lagian Rey juga tidak tidur, dia terjaga sampai pagi. Terpejam paling cuma sebentar saja. Merasa nyaman kini Stella akhirnya tertidur juga.
Paginya, tepat pukul sepupuh lewat tigapuluh menit, dokter Vinni, dokter Topan, dokter Vivian dan kedua perawat sudah berada di ruang rawat Stella. Waktunya untuk membuka perban di wajah Stella. Di ruangan sudah ada Nancy, Roni, Ruslan, Darmi dan kedua Kakaknya Rey ikut menyaksikan saat dokter Topan mulai membuka perban di wajah Stella dengan pelan. Rey masih setia duduk di samping Stella seraya menggenggam tangannya begitu erat. Menautkan jemarinya.
Nancy dan Darmi sangat tegang, deg-degan. Begitu pun Rey. Dia tanpa kedip melihat pergerakan tangan sang dokter saat melepas perbannya. "Jangan takut ya sayang, rilex saja!" Kata Rey menenangkan Stella.
Stella tersenyum, mengeratkan genggaman tangannya di genggaman tangan Rey. Perban berhasil di buka, kedua perawat telah membersihkan wajah Stella dengan alcohol. Lalu di beri obat semacam cream, wajah Stella tidak berubah. Masih utuh dengan wajah sebelumnya. Hanya saja ada bekas operasinya. Kemudian dokter Vinni meminta Rey keruangan-nya. Dokter ingin menyampaikan sesuatu. Tugasnya di serahkan oleh perawat. Dokter Topan dan dokter Vivian pamit ingin menangani pasien yang lain.
Dokter menyarankan agar Stella tidak boleh memakan sembarangan. Banyak yang di cegah. Seperti seafood tidak boleh karena ada udangnya yang bisa menimbulkan bintik-bintik kemerahan di wajahnya. Telor atau soya sauce tidak boleh karena bisa menyebabkan flek hitam di wajahnya. Tidak boleh makan pedas, hindari makanan yang berminyak. Stella hanya boleh makan, makanan yang di rebus saja. Dan banyakin makan sayuran hijau sama banyakin makan buah apel tiap hari, atau jus buah.
Satu minggu sekali harus check ke rumah sakit untuk mengecek wajah Stella. Dokter harus memastikan wajah Stella pulih dengan benar. Dokter tidak mau membuat kesalahan pada pasiennya. Dokter juga tidak mau membuat pasien atau kerabat pasien membencinya karena kesalahan-nya.
Setelah di bersihkan dan di ganti perban yang baru. Kini Stella sudah lega mendengar jika wajahnya baik-baik saja. Wajahnya tidak rusak, tidak cacat, dan tetap wajahnya yang dulu. Beruntung Rey membawa Stella ke rumah sakit dengan cepat. Jika terlambat dokter tidak tau seperti apa wajah Stella. Wajahnya tidak berubah sedikit pun. Berarti operasinya berhasil, tidak perlu berobat keluar negeri. Tetapi Rey memaksa harus berobat ke luar negeri, agar wajah Stella tidak terjadi sesuatu. Stella pasrah saja, ia hanya mengikuti kemauan Rey yang suka memaksa.
Stella sudah boleh di perpulangkan, setiap hari senin harus datang lagi untuk mengecek wajahnya. Jika terjadi gatal atau panas, dengan segera datang ke rumah sakit. Stella terlihat bahagia, karena ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan putranya.
"Gimana rasanya? Masih nyeri, perih atau panas?" Tanya Nancy pada sang menantu.
"Udah nggak nyeri lagi Ma!"
"Syukur Alhamdulilah! Sekarang sudah siap mau pulang? Sudah kangen sama Reyent ya?"
"Iya Ma, kangen banget, coba tadi di ajak Ma!"
"Di ajak kok, tapi nunggu di luar tidak boleh masuk."
"Iya kah! Kalau begitu ayo Ma, aku udah nggak sabar mau peluk Reyent." Girang Stella tak sabar ingin bertemu dengan putranya.
"Iya sabar, nunggu Rey dulu!"
Tak lama pun Rey kembali bersama Roni. Rey abis dari ruangan dokter, sedangkan Roni abis mengurus administrasi jika hari ini Stella check-out. Rey kelihatan sangat lelah, wajahnya pucat, kedua matanya menghitam kurang tidur. Kalau Nancy perhatikan Rey semenjak menikah sangat berubah, kecuali kemanjaan-nya yang masih melekat.
Stella di rawat di rumah sakit selama tiga hari, Rey dengan sabar menunggu dengan setia, menemani, menjaga, mengurus, menyuapi makan, dan kadang juga Rey membantu mandiin Stella meski harus menahan keinginan-nya. Terlihat jelas di mata Nancy bahwa putranya sangat mencintai dan menyayangi Stella. Nancy seperti melihat Roni waktu muda dulu. Roni juga dulu seorang Playboy, laki-laki paling brenggsek yang Nancy kenal. Tapi semenjak bersama Nancy lenyap semua sifat buruk Roni. Roni menjadi pendiam, lembut mencintai istrinya dengan tulus. Nancy berharap semoga rumah tangga Rey dan Stella langgeng terus sampai maut misahkan.
Kini Rey mengajak Stella keluar dari rumah sakit. Rey menggendong Stella ala bridal style, padahal Stella masih bisa jalan sendiri. Ini sangat berlebihan. Mereka sudah sampai di parkiran, Lia langsung keluar sembari menggendong Reyent yang tepuk-tepuk tangan.
Stella memanggilnya. "Reyent!"
"Mi-Mi-Mii! Pi-Pi-Pi!!" Celotehnya, bibirnya mencebik mau menangis. Stella juga berkaca-kaca. Tiga hari nggak lihat putranya seperti tiga bulan. Rey mendudukan Stella di kursi penumpang paling belakang. Stella langsung meraih Reyent dari gendongan Lia. Seketika tangis Stella pecah. Reyent juga nangis di gendongan Stella.
Stella menciumi wajah putra-nya, di peluknya begitu erat. "Mimi kangen banget sama Reyent," ujarnya. "Reyent kangen nggak sama Mimi, hem?"
Reyent malahan lihatin wajah Stella terus, yang terbungkus perban tanpa kedip. Tangan mungilnya meraba wajah Stella. Mungkin dia bingung kenapa wajah Mimi-nya di bungkus putih-putih?
"Wajahnya Mimi kenapa, hem? Reyent tidak takut?" Kata Rey.
"Mi-atit-Pi-Mi-atit!"
"Iya wajah Mimi sakit, ayo Reyent cium wajah Mimi biar cepet sembuh!"
Reyent pun langsung menciumnya dengan pelan, cium pipinya, hidungnya, dagunya, dan keningnya. "Pinter jagoan Pipi. sekarang gantian Pipi minta cium, Pipi juga kangen sama Reyent." Ujar Rey sembari mendekatkan wajahnya agar di cium oleh Reyent.
***
Green Andara Resident. . .
Mobil yang di kendarai Pio sudah memasuki perumahan di Green Andara Resident. Sebelumnya Nancy meminta agar Rey dan Stella pulang kerumahnya yang di Cibubur. Namun, Rey menolak memilih pulang ke rumah dia sendiri. Kini mereka sudah sampai di depan rumahnya. Lia keluar duluan. Lalu di susul Rey seraya meraih Reyent di pangkuan Stella. Kemudian mereka memasuki rumah yang sudah beberapa hari mereka tinggal. Di dalam rumahnya sudah rame, ada Sita, Ririn, dan juga Wiki. Mereka lebih memilih ke rumah saja. Jika menuju ke rumah sakit, tapi takut simpangan di jalan.
Wiki langsung berhambur memeluk Stella. Ia sedih melihat keadaan sahabatnya. Di tambah mereka jarang bertemu karena Wiki sibuk. Di tempat kerjanya sedang rame-ramenya, jadi ia tidak bisa meninggalkan begitu saja. Ini ia bisa datang menjenguk Stella karena permintaan Rey. Selagi Rey Bos-nya, jadi Wiki hanya menurut saja.
"Te-te-te," celoteh Reyent memanggil Wiki.
"Iya jagoan Ate! Sini peluk Ate!"
"Atit-Mi-Atit!" Ucap Reyent menunjuk wajah Stella.
"Mimi-nya Reyent sakit ya? Siapa yang bikin Mimi sakit, hem!?"
"Pi-Pi-Pi!" Celetuk Reyent, menuduh Rey yang bikin Mimi-nya sakit. Semua orang tertawa.
"Pipi jahat, bikin Mimi sakit ya?"
"Du-du-Mi-du-fa!" Ucap Reyent, menyuruh Stella duduk di sofa. Stella melangkah mengikuti dan menggandeng tangan Reyent. Stella duduk di sofa, Reyent langsung duduk di pangkuannya sembari mengusap-ngusap wajah Stella. Lalu di ciumnya dan bersander di dada Stella. Rey naik keatas ingin berendam air hangat agar tubuhnya terasa segar.
"Sayang aku mandi dulu ya?"
"Iya!" Sahut Stella.
Sita, Ririn, Wiki, sedang berbincang di ruang keluarga. Membahas orang yang mencelakai Stella. Stella belum tau bahwa orang yang mencelakai dirinya menjadi depressi. Ya depressi karena perbuatan Rey suaminya. Hari pertama setelah memberi pelajaran pada Silfy dan berakhir di perkosa oleh ketiga anak buahnya. Esok harinya Rey datang lagi, karena ia belum puas untuk menyiksa Silfy. Rey menghancurkan wajah Silfy dengan air keras, menggunting rambut panjangnya menjadi pendek seperti laki-laki. Dan menyuruh anak buahnya memperkosanya lagi bergiliran sampai berulang kali. Kini Silfy benar-benar hancur. Ia terkurung di gudang kosong yang sepi. Termenung dengan pandangan kosong, rambut berantakan. Kedua tangan dan kakinya terikat. Nancy tidak tau, hanya Sita yang tau. Stella dan Wiki syok mendengar cerita dari Sita. Ini sangat sadis, kejam, Stella tak tega mendengarnya.
Nancy dan Darmi sibuk di dapur, mereka sedang memasak buat makan siang mereka. Sebentar lagi atau petang nanti pasti banyak tamu ingin menjenguk Stella yang belum sempat menjenguk di rumah sakit. Bukan mengharapkan di jenguk, mengingat Rey banyak sahabat, banyak kenalan. Jadi Nancy hanya menyiapkan makanan saja. Sewaktu-waktu jika ada yang datang, jadi sudah tersedia makanan atau cemilan.
Makanan sudah terhidang semua di atas meja. Mereka semua siap menyantap makanan yang Nancy dan Darmi masak. Kecuali Stella tidak bisa makan masakan Nancy. Tapi Darmi membuat makanan kusus buat Stella. Reyent menghampiri Roni sang Opa. Merebut palu yang Roni pegang, entah buat apa?
"Eh kok di ambil, sini kasih Opa!"
Reyent pun kasih balik palunya.
"Pa-Pa!"
"Hemmm."
"Mam-mam."
Roni tertawa, cucunya sangat pintar sekali. Tadi Nancy menyuruhnya memanggil Roni untuk makan siang bareng. Reyent menurut, dan melangkah mendekati Roni. Dengan merebut palunya agar Roni menghentikan kegiatannya. Cucunya benar-benar tuek. Roni sangat bangga dengan cucu yang satu ini, sangat cerdas dan pintar. Bicaranya juga lancar, meski cadel belum jelas. "Mamam," celotehnya.

"Ok ok! Ayo mamam, Reyent juga harus mamam biar cepat besar."
"Mamam," ocehnya lagi sembari menunjuk kearah meja makan yang sudah rame. Mereka menyantap makan siangnya dengan menu soup, Kentucky, Spaghetti, ikan bakar, ikan goreng, rendang, sayur brokoli, dan nasi merah. Menunya enak-enak, tapi sayangnya Stella tidak bisa makan. Ia hanya Makan salad sama soup saja. Reyent juga tidak bisa makan, tadi Lia masak kusus buat Reyent. Membuat kentang di rebus lalu di goreng dengan butter. Sama jagung dan brokoli rebus. Reyent berceloteh melihat Lia membawa makanan untuknya.
"Mam-mam-eaa-mam!" Ocehnya tidak sabar ingin segera menyantap makanan kesukaannya.
"Iya, iya mamam Reyent," kata Lia.

"Mamam yang benar ya, jangan di acak-acak!" Ujar Stella, Reyent tidak menghiraukannya. Makan dengan anteng, mulutnya penuh kentang, mencucu kelihatan menggemaskan.
"Serious banget mamamnya! Coba Pipi suapin aaaaa!" Pinta Rey, Reyent pun menyuapinya.
Acara makan sudah selesai, Rey pamit ingin keluar ada urusan. Sebenernya ingin melihat keadaan Silfy yang masih terkurung. Stella mengantar Rey sampai teras. Reyent juga ikut mengantar sembari menggandeng tangan Stella.
"Pipi pergi dulu ya! Reyent tidak boleh nakal. Reyent harus jagain Mimi, okay!" Kata Rey dan mencium Reyent. Lalu mencium bibir Stella. Rey melenggang pergi masuk kemobilnya. Reyent melambaikan tangan, "dah-dah."
Setelah mobil Rey menghilang, kini Stella masuk kedalam. Nancy dan yang lain menyaksikan acara TV sembari mengemil apel yang sudah di potong-potong sama Ninik. Stella pamit naik ke atas untuk mengganti pakaian. Ia merasa tubuhnya pegal-pegal bagian pinggang, perut terasa mulas, lemas, gemetar, berkeringat dingin. Ia tau ini adalah tanda jika seperti ini, akan kedatangan tamu atau deapet. Setelah berganti pakaian, ia rebahan ingin beristirahat supaya pinggangnya sedikit enakan.
Baru ingin terpejam, perutnya malahan sakit. Seperti diremas-remas, ia gelisah, guling sana-sini. Tubuhnya semakin gemeter, "ya Allah kenapa harus bareng seperti ini," lirihnya memegang perutnya. Ia melangkah ke pintu sembari membungkuk megangi pinggang sama perutnya. Ia membuka pintunya, kebetulan ada ART yang bernama Rika ingin menyimpan pakaian Reyent. Stella meminta di ambilkan air panas masukin dalam botol. Rika meletakkan keranjang yang berisi pakaian Reyent. Lalu turun mengambil botol kosong di lantai bawah.
Tak lama Rika masuk kamar dengan botol berisi air panas. Nancy juga masuk kamar tanya apa yang terjadi? Kenapa Rika buru-buru sekali? Stella menjelaskan-nya bahwa dirinya sedang kedatangan tamu. Puas dengar jawaban sang menantu, Nancy turun ke bawah, melangkah ke dapur. Membuka kulkas dan mengambil jahe sama daun serai. Jahenya di kupas dan di cuci. Setelah bersih di geprek sama daun serainya. Kemudian di masukkan ke dalam pot kecil terisi air. Setelah mendidik masukan gula batu, di aduk sampai gulanya ancur tak tersisa. Kini air jahenya sudah siap di hidangkan.
Nancy kembali naik ke atas, sembari membawa nampan yang terisi air jahe. Sita, Ririn, Wiki, Darmi ikut naik karena penasaran. Darmi tidak kaget lagi melihat Stella seperti ini. Memang Stella sering sakit jika sedang kedatangan tamu.
"Stella ini nak air jahenya di minum biar enakan perutnya. Memang kamu sering kejadian seperti ini?"
"Iya Ma terima kasih!" Kata Stella.
"iya dia setiap men's memang seperti ini tubuhnya sakit semua. Lemes, gemeter, pinggang sakit, semua sakit." Ucap Darmi menjelaskan pada Nancy.
"Nggak apa-apa itu wajar, dulu Revy juga sering mengalami seperti ini. Minum air anget jangan minum air dingin. Jangan makan yang pedas-pedas," pesan Nancy pada menantunya.
"Iya Ma."
"Ya sudah sekarang istirahat saja, atau mau di kerokin?"
"Nggak Ma, nanti tiduran saja juga sembuh Ma. Tolong jagain Reyent!"
"Iya pasti jangan kawatir."
Stella mengucapkan terima kasih, kemudian Nancy, Darmi dan yang lain kelaur. Membiarkan Stella beristirahat. Kini Stella sudah terpejam. Baru beberapa menit ia terbangun lagi. Mendengar suara pintu terbuka dengan keras. Ternyata Rey yang membuka pintu dengan tak sabar. Rey kawatir mendengar Stella sakit. Baru keluar dari rumah sakit, belum ada sehari sudah sakit lagi. Jadi Rey sangat kawatir saat membaca pesan dari Stella. Tadi Stella mengirim pesan, menyuruh Rey pulang karena ia tidak enak badan.
"Sayang!!!" Panggil Rey sampai mengejutkan Stella. "Kamu sakit, hem? Mana yang sakit! Wajahnya sakit ya, panas ya!"
Stella mencoba bangun dengan di bantu Rey. "Satu-satu nanyanya Rey, aku nggak apa-apa. Cuma lagi datang bulan saja," ujar Stella sembari megangin botol yang terisi air panas yang ia letakkan di atas perutnya. Rey melepas jaketnya dan celana jinnya. Hanya menyisakan kaos oblong tanpa lengan sama boxer. Lalu duduk di sebelah Stella. Stella kembali terbaring, dan Rey juga ikut terbaring di samping-nya. Rey mengelus perut Stella. Lengkap sudah, wajahnya belum kering, kini gantian perutnya yang sakit.
"Hmmmmmm! Sampai kapan aku harus berpuasa lagi sayang, hem!?" Ujar Rey, "tiga hari aku sudah puasa, itu membuat ku tersiksa sayang!" Kata Rey dengan senyum jailnya sembari mengeratkan pelukannya. Pikirannya selalu saja mesum. Lalu meremas payudara Stella dengan gemas. "Aahhh, Rey sakit, aku lemas mau tidur!" Rengek Stella.
Rey tersenyum. "Aku kangen sama milik ku sayang," godanya.
Lalu Rey menarik Stella ke dalam pelukannya. Rey ikut tertidur. Dia juga sangat lelah akibat kurang tidur. Kini mereka tidur dengan damai. Dan Stella merasa nyaman tidur di dalam pelukan suaminya.
Tbc.
Terima kasih sudah mau membaca.
Saranghae 🥰
It's Me Rera.