Stella sedang sibuk menghidangkan makanan yang sudah ia masak ke meja makan. Menu siang hari ini Stella memasak sup Beff sama sweet potato bakar. Sup Beff ini adalah kesukaan Rey. Pertama Stella memaksa Rey langsung menyukainya. Dulu Stella suka belajar memasak dengan mendiang Ibunya. Dulu mendiang Ibunya selalu memasak sup Beff ini. Masakan mendiang Ibunya memang terkenal enak. Apa lagi beliau mempunyai warung kecil. Tadinya sang mendiang hanya jualan pecel sayur sama gorengan. Tapi jika beliau memasak sup Beff buat suami dan putrinya, beliau menawarkan sama pelanggan. Kadang juga ada yang pesan buat acara arisan atau kumpulan.
Dulu Stella sempat memiliki harapan, jika sudah punya pekerjaan tetap, memiliki modal ingin membesarkan warung mendiang Ibunya. Tiap hari Stella menabung, jika di kasih uang mendiang Ayahnya tidak di buat jajan. Melainkan dia masukan ke celengan Doraemon-nya. Namun, harapannya pupus, belum tercapai. Tuhan sudah memanggil kedua mendiang orang tuanya. Tabungan-nya pun hari tiap hari di ambil buat membeli obat untuk mendiang Ibunya. Karena dia tidak memiliki uang banyak, jadi hanya membeli obat di apotik saja sesuai resep dokter.
Mengingat masa dulu Stella jadi merindukan mendiang kedua orang tuanya. Stella hanya bisa memberi do'a jika merindukan mendiang kedua orang tuanya. Kadang dia berziarah kemakam.
"Ayah . . . Ibu . . . Stella kangen!" Gumamnya. Rey membunyarkan lamunannya. Stella tersentak saat ada tangan melingkari perutnya. Rey memeluknya dari belakang. Dengan segera Stella menghapus air matanya. Dia sangat merindukan kedua mendiang orang tuanya. Stella kembali sibuk menata piring sendok dan garpu.
"Melamunin apa, hem? Kenapa menangis?"
"Ah nggak apa-apa kok. Kamu mau makan sekarang apa nanti?"
"Kamu nangis? Jawab dulu pertanyaan ku!" Desak Rey sembari mendongakkan rahang Stella.
"Nggak apa-apa Rey, aku cuma kangen Ibu sama Ayah, ini sup kesukaan Ayah dulu, Ayo makan."
"Hmmm! Bener cuma itu? Kamu tidak memikirkan sesuatu kan?"
"Beneran nggak Rey!" Rey malahan mencium bibir Stella sembari mempererat pelukannya.
"Kamu masak apa?"
"Masak sup Beff sama sayur Chinese spinach dan sweet potato. Reyent mana?"
"Makan sama Lia. Wow so yummy."
"Iya tadi dia ngambil sendiri di meja, untung sudah nggak panas. Ya sudah lepasin ayo makan nanti sup-nya keburu dingin."
Rey pun melepaskan pelukannya. Lalu duduk di kursi yang Stella tarik. Stella mengambil Sweet Potato sama sup Beff-nya untuk Rey. Rey memang jarang makan nasi. Hari-hari Rey makan potato, sweet potato, pumkin, atau yam. Itu semua di BBQ atau di rebus. Lama tinggal di London jadi sudah terbiasa makan seperti itu. Di tambah lagi darahnya keturunan orang Inggris. Lahir di London juga.


Kini mereka menikmati Lunch time-nya. Rey sangat lahap saat menyantap sup-nya, enak dan sedap. Stella mengupas sweet potato-nya lalu di suguhin ke piring Rey. Rey sibuk membalas pesan dari Bennet. Rey merencanakan sesuatu, sebelum pergi ke Turkey Rey ingin mempertemukan Stella dengan Pamannya. Rey menyuruh Bennet mengaturnya. Setelah membalas pesan Rey kembali menyantap sup-nya.
"Sayang nanti ke Cafe J-holic ya? Kamu check keuangan di sana!"
"Kenapa nggak kamu aja!"
"Aku sibuk."
"Hmm!"
"Yang suapin dong!" Dan mereka pun suap-suapan sampai kenyang. Acara makan pun selesai, kini Rey menghampiri putranya yang bermain dengan Lia. Reyent sedang memainkan gitar kecil sembari nyanyi-nyanyi. Bajunya Lia lepas karena blepotan.
"Pamparapampampampam!" Celotehnya seraya berputar-putar memetik senar gitarnya.

Rey tersenyum melihat putranya yang sangat aktif.
"Pipi! Pipi! Pipi!" Teriaknya saat melihat kehadiran Rey. Rey langsung menangkap Reyent ke gendongannya dan di hadiahi ciuman bertubi-tubi.
"Reyent ngapain, hem? Coba nyanyi Baby shark lagi." Reyent berontak ingin turun, Rey pun menurunkan Reyent.
"Parapampampaparapam! By shark tu-tu-tu by shark."
Rey meraih Reyent yang masih berputar-putar dan berjinjit-jinjit. Lalu di ciumnya dan di gelitiki. Reyent teriak-teriak, tertawa cekikikan, "Pi Pi Pi!"
"Reyent pinter banget sih, hem!" Kata Rey sembari mencium pipi gembul Reyent.
Stella mencuci wajah, tangan dan kaki Reyent. Lalu mengganti bajunya. Mengenakan kaos warna putih panjang, celana coklat, sepatu warna putih, dan tidak lupa siput warna hitam. Terlihat cool. Reyent berdiri tegak dan tersenyum. Lalu Rey memotretnya.

Hasilnya bagus, cocok jika putranya jadi model iklan. Nanti Rey mau bawa Reyent ke studio. Rey mau memotretnya atau mengambil video, pasti lucu. Lalu Rey membuat YouTuber kusus buat Reyent.
Rey dan Stella sudah di dalam mobil ingin ke Cafe J-holic. Lia juga ikut duduk di sebelah Reyent yang sedari tadi berceloteh terus. Sedangkan Pio menggunakan mobil sendiri di belakang mobil Rey. Melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Tidak membutuhkan waktu banyak mobil Rey dan Pio sudah terparkir di depan gedung studio Photopeople. Sudah lama juga Rey tidak datang kesini. Semua di serahin sama Samuel dan Wuri. Rey hanya menerima jika ada Job di luar saja.
Setelah memakirkan mobilnya Rey keluar duluan, membuka pintu untuk Stella. Lalu beralih membuka pintu belakang dan meraih Reyent yang duduk di baby chair.
"Jagoan Pipi mau foto, hem?"
"To-to!"
Reyent berontak ingin turun, dia berjalan sendiri. Rey, Stella, dan Lia mengikuti di belakang. Setelah sampai di depan pintu kaca utama, Reyent teriak-teriak memanggil minta di bukain pintu.
"To-to Te To."
"Pintunya dorong dong!"
Reyent pun mendorong pintunya, setelah masuk Reyent berteriak lagi. Keluarlah Wuri sembari tertawa.
"Woah bos kecil kita datang, Reyent mau di foto ya! Sini-sini masuk ke dalam. Tuh ada Om Samuel."
"Yum to," panggil Reyent pada Samuel.
"Siap bos! Tumben kadal datang."
"Berisik lo, siapin alat foto dan alat video buat putra gue." Titahnya pada Samuel. Lalu Samuel menyuruh Jalil nyiapin semuanya. Setelah sudah siap. Rey mendudukan Reyent di sofa, lalu di ambil gambarnya. Kemudian posisi berdiri sedang memeluk boneka Teddy Bear lebih besar dari Reyent. Rey banyak mengambil gambar Reyent. Dengan berbagai gaya dan style-nya yang cool. Merasa sudah cukup mengambil gambar Reyent. Kini Rey mengambil video Reyent.
Reyent terlihat bahagia wajahnya, tersenyum terus sedari tadi. Reyent menggoyang-goyangkan body-nya dengan kedua tangannya memegangi pinggangnya. Bibirnya masih terlihat tersenyum. Kemudian Reyent nyanyi Baby Shark sembari tepuk-tepuk tangan. Stella juga ikut tersenyum. Lalu Reyent nunjuk hidungnya saat Stella bilang Bebenya mana?
Reyent langsung nunjuk hidungnya dengan ibu jarinya. Reyent kembali duduk di sofa, tiba-tiba tertawa cekikikan.
"Woah putranya kadal keren!" Celetuk Samuel seraya memandangi laptop yang ada rekaman Reyent. Rey hanya tersenyum. Reyent masih bergaya seperti orang dewasa, mengedipkan sebelah matanya, kakinya sedikit di tekuk. Padahal Stella atau Rey tidak mengajarinya. Reyent bergaya sendiri, dia sudah tau jika di depan camera. Wuri tertawa keras melihat kepintaran Reyent.
Rey menyuruh Stella mengikat rambut Reyent. Di ikat cepol di tengah. Memakai kemeja hitam dan scarf di lehernya. Celana panjangnya di padukan dengan warna Scarf-nya. Dan juga sepatu warna putih. Lalu Rey mengambil gambarnya lagi.

Tangannya di letakkan di sofa, kaki kananya sedikit di tekuk. Kaki kirinya sedikit di belokin. Seperti orang dewasa. Kali ini wajahnya dingin tidak selucu tadi. Benar-benar Reyent ini sangat pintar. Rey sangat bangga memiliki putra sepintar Reyent.
"Udah dulu ya ambil gambarnya?" Kata Rey.
Tapi Reyent merengek masih ingin di ambil gambarnya. Reyent duduk di kursi agar Rey mengambil gambarnya.
"Sudah cukup nak, udah banyak. Besok foto lagi, okay!"
Bibir Reyent mencebik seperti mau menangis. Stella menggendong-nya dan di kasih empeng. Lalu melihat hasil gambarnya Reyent di laptop. Semua hasilnya bagus dan cerah. Tiba-tiba Reyent berteriak manggil Rey.
"Pipi Pipi Yent Pi hek hek yent!" Celetuknya sembari nunjuk laptop yang memperlihatkan gambar dirinya. Reyent tepuk-tepuk tangan dan tertawa.
"Astaga kaget gue, happy ya, hem? Mana Reyent?"
"Yent Yum Yent!"
"Hahaha!" Itu Jalil yang terbahak.
Rey hanya senyam senyum seraya memindahkan fotonya. Rey langsung membuat YouTuber kusus buat Reyent. Reyent masih kegirangan di gendongan Stella, tangannya nunjuk-nunjuk gambar dirinya dalam laptop.
"Mimi-e Yent Yent!"
"Iya itu gambar Reyent."
Reyent berontak kakinya nggak mau diam. "Pipi-e Pipi!"
Rey bergumam. Reyent mengulurkan tangannya minta di pangku.
"Bentar ya!"
Rey pun selesai berkutat dengan laptopnya. Semua gambar dan video sudah di pindahkan ke Cip milik pribadinya sendiri. Dan sebagian Rey minta Samuel mencetaknya dan di panjang di Studio. Nunjukin bahwa Reyent putranya. Calon pemilik Studio Pothopeople ini kelak. Setelah berbincang dengan Samuel, Wuri dan Jalil. Rey dan Stella pamit, begitupun Reyent memberi salam pada Wuri, Samuel, Jalil, dan karyawan lainnya.
"Lam yum lam dah-dah!" Ucapnya, sembari melambaikan tangannya. Semua orang pada tertawa melihat kelucuan Reyent.
Rey melajukan mobilnya menuju Cafe J-holic. Sampai di Sana langsung di sambut oleh Wia dan Bennet sang manager. Wia langsung meraih Reyent dari gendongan Rey.
"Halo gantengnya Ate, hari ini keren banget ketemu pacar ya, hem?" Kata Wia, Kiss Ate dulu." Reyent pun mencium pipi Wia.
Rey mengedipkan sebelah matanya pada Bennet. Memberi isyarat jika si target masih kerja, belum pulang. Rey menyuruh Lia mengikuti Wia yang bermain sama Reyent. Sedangkan Rey membawa Stella ke ruang kerjanya, di ikuti Bennet di belakang. Sampai di ruang kerjanya, Rey pura-pura menyuruh Stella mengecek data keuangan. Padahal data keuangan baik-baik saja tidak bermasalah. Lalu Rey ijin keluar ada sedikit urusan dengan Bennet. Stella hanya menurut dan mengangguk. Stella mulai sibuk berkutat dengan laptopnya.
***

Bennet berpura-pura meracik kopi, dan Salma sibuk mengimput data-data keuangan. Tiba-tiba ada seorang lelaki paruh baya mengahampiri ke casir. Bennet lah yang di butuhin lelaki paruh baya itu. Bennet berpura-pura sibuk tidak dengar panggilan karna bunyi mecin kopi. Setelah mecin kopi mati barulah Bennet menengok ke lelaki paruh baya itu. Bennet bertanya ada keperluan apa? Dan mau apa? Meski Bennet sudah tau jawabnya apa kemauan lelaki paruh baya itu.
"Tn. Bennet tolong ijinkan saya bertemu dengan pemilik Cafe ini. Saya mohon." Kata lelaki paruh baya itu memohon agar di ijinkan bertemu dengan pemilik Cafe. Bennet tersenyum tipis, tanpa di sadari lelaki paruh baya itu. Rey berbicara dengan Bennet lewat earphones yang menempel di telinga Bennet. 'antar sekarang dia keruangan gue'.
Bennet pun mengiyakan, Rey melihat dari CCTV dari ruangan manager.
"Baik, mari saya antar Anda keruangan pemilik Cafe ini."
"Terima kasih Tuan Bennet!"
"Jangan berterima kasih pada saya, karena saya tidak melakukan apa-apa."
"Tetap saja saya akan berterima kasih pada Anda Tuan."
Bennet tersenyum paksa demi menghormati. Bennet berdiri di depan ruang pribadinya Rey. Lalu Bennet berbalik menghadap lelaki paruh baya itu.
"Ini ruangannya pemilik Cafe, silahkan Anda ketuk. Bos ada di dalam."
"Terima kasih Tuan!"
Bennet mengangguk.
"Saya permisi."
Bennet meninggalkan lelaki paruhbaya itu yang berdiri di depan pintu. Dia takut, antara mau ketuk pintu atau tidak. Di lain ruangan Rey tersenyum sinis melihat gerak-gerik lelaki paruh baya yang berdiri di depan pintu ruangannya. "Kejutan di mulai," gumam Rey.
Akhirnya lelaki paruh baya itu mengetuk pintu, setelah diam beberapa menit. Ketukan pertama tidak ada response dan ketukan kedua pun masih sama. Ketekukan ketiga baru ada respond dari dalam. "Siapa? Kamukah itu Rey? Jangan jailin aku lagi loh awas kamu. Tak suruh tidur di luar kalau jailin lagi," ucap Stella, di sangkanya Rey yang mengetuk pintu.
Lelaki paruh baya itu memperjelas pendengarannya. Suaranya cewek, apa pemiliknya cewek. Batin lelaki paruh baya itu. Stella membuka pin password pintunya, Stella beranjak berdiri ingin melihat siapa yang mengetuk pintu. Siapa tau Reyent rewel nyariin dirinya. Stella memutar gagang pintunya.
"Siapa?" Tanyannya menunduk.
"Sia--!"
Deg
Paman
Stella tidak melanjutkan ucapannya. Kedua bola matanya membulat melihat siapa orang yang berdiri di depannya. Begitupun lelaki paruh baya itu sama seperti Stella. Tubuhnya menegang, matanya membulat. Sampai dia kehilangan kalimatnya.
Ya, lelaki paruh baya itu adalah Dahlan Paman Stella. Suami dari Nurti adik kadungnya mendiang Ibunya Stella. Dulu dia seorang juragan kebon karet. Orang yang terkenal sombong, pelit dan galak sama para warga. Terutama sama orang yang bekerja dengannya. Yang bekerja cuma di manfaatin tenaganya. Tapi tidak di bayar. Paling cuma di kasih buat keperluan, tidak di bayar full. Semua warga pada membenci keluarganya yang terkenal sombong. Kenapa mendiang Ayah Stella dulu lebih memilih kerja sama orang lain ketimbang dengan iparnya sendiri? Karena itulah sifat adik iparnya. Busuk!
Ayah Stella tidak mau ribut-ribut masalah tanah atau uang. Lebih baik jadi orang miskin, dari pada makan uang yang tidak ada keiklsan yang artinya haram. Seperti itu prinsip mendiang Ayah Stella. Beliau dulu orangnya pendiam tidak banyak omong. Baik sama semua warga, selalu menolong orang yang butuhin meski tidak pernah dapat balasan. Mendiang Ayah Stella selalu iklas setiap menolong orang. Itu lah kenapa Tuhan lebih cepat memanggil mendiang Ayah-nya? Karena tidak mau mendiang Ayah Stella menderita terus.
"S-SStella! Kamu kah ini nak? Kemana saja kamu selama ini?" Kata Paman Stella ingin mengusap puncak kepalanya. Namun, Stella mundur. "Apakah Cafe ini milikmu nak?"
Stella masih diam tidak ngeluarin suaranya. "Paman dan Bibi mu mencari kemana-mana tapi tidak menemukanmu. Ternyata Tuhan mempertemukan kita di sini. Syukur Alhamdulilah kamu baik-baik saja."
Dada Stella deg-degan, kedua tangannya terkepal mendengar ucapan Pamannya barusan. Apa katanya? mencari ku? Menjijikan! Gumam Stella.
"Benar kah kamu pemilik Cafe ini nak? Kamu sudah sukses, Paman ikut bahagia."
HAAH bahagia? Bahagia karena melihat saya sudah sukses! Dulu aja seperti orang asing. Sekedar menyapa mengajak makan bareng saja tidak pernah. Boro-boro ngajak makan bareng. Sekedar menawarkan air putih saja tidak pernah. Batin Stella.
Giginya bergemeletuk kedua tangannya terkepal erat. Dan dadanya bergemuruh.
"Bisa kita bicara dulu sebentar nak?"
Stella pun mengijinkan-nya masuk kedalam. Melangkah ke meja kerjanya Rey. Belum di persilahkan duduk Paman Stella sudah duduk duluan sembari mengamati ruangan. Matanya tertuju pada sebuah foto pernikahan Rey dan Stella. Satu lagi foto bertiga, yaitu Rey, Stella, dan Reyent yang di tengah. Rey dan Stella mencium Pipi gembul Reyent.
"Kamu sudah menikah? Kenapa tidak mengundang Paman sama Bibi?"
"Langsung intinya saja kenapa Anda datang kesini? Tidak usah banyak basa-basi." Ucap Stella dingin dan jutek. "Seperti-nya saya hari ini tidak berulang tahun. Tapi, kenapa hari ini saya mendapat kejutan yang luar biasa." Sindir Stella. "Ada keperluan apa Anda datang kemari?"
Deg
Deg
Stella sudah berubah, malah banyak perubahannya.
"Paman bekerja di sini Stella, Paman di bagian cleaning."
"APA?!"
"Anda bekerja di sini? Sudah berapa lama? Kenapa saya tidak pernah tahu? Siapa yang menerima Anda?"
"Tuan Bennet!"
Stella langsung meraih ponselnya, ia menghubungi Bennet.
"Maaf Nona, kalau soal itu tanyakan sendiri sama bos Rey. Saya hanya menjalankan Perintah dari bos saja."
Klik
Panggilan pun berakhir, Stella merasa kesal. Kenapa Rey tidak memberi tau soal Pamannya yang bekerja disini? Atau dia sengaja? Awas nanti jika sudah di rumah Stella ngambek.
"Bukannya Anda seorang juragan kebon karet? Terus apa tujuan Anda datang keruangan saya? Ini bukan waktu istirahat!"
"Sebenernya Paman mau minta maaf atas perlakuan keluarga Paman terhadap keluar Stella dulu. Paman benar-benar menyesal maafkan kami Stella."
"Semua sudah terlambat! Minta maaf Anda bilang? Basi banget!" Sinis Stella sembari mengepalkan kedua tangannya.
Sekarang saja baru minta maaf, karena ada maunya. Jika kata maaf itu bisa mengembalikan kedua mendiang orang tuanya. Maka Stella dengan senang hati akan memaafkannya dengan mudah. Dulu selagi kaya peduli saja tidak. Karena mendiang orang tuanya Stella orang nggak mampu. Dan hari ini siang ini Pamannya barusan mencari keberadaan-nya, menghawatirkan-nya. Semua itu basi, memiliki saudara tapi seperti orang asing. Stella dulu berjuang sendirian demi mendiang Ibunya. Bibi dan Pamannya tidak pernah perduli saat Stella membutuhkan pertolongan. Dan sekarang Pamannya nongol dengan alesan mencari keberadaan-nya.
"Stella sepupumu sedang kritis di ruamsh sakit. Paman membutuhkan biaya untuk operasi."
"Terus apa hubungannya dengan saya? Kenapa Anda laporan sama saya bahwa putri Anda sedang kritis di rumah sakit?!"
"Maksud Paman, mau kah Stella bantu paman? Boleh Paman pinjam uangnya buat operasi Uti sepupumu?"
"Saya rasa tidak pernah punya sepupu yang namanya Uti. Mudah bicara seperti itu! PINJAM UANG kalimat ini pernah saya ucapkan beberapa tahun lalu. Tapi apa tanggapan Anda dan istri Anda? Istri Anda berkata, saya bukan BANK yang bisa di pinjam uang dengan seenaknya."
"Kami minta maaf Stella, kami benar-benar menyaesal."
"Bukankah Anda seorang juragan? Big bos. Lari kamana semua kekayaan dan uang Anda? Dan sekarang Anda mengemis sama saya. Orang yang pernah Anda hina dulu. Orang yang tak pernah Anda anggap sama keluarga Anda dulu? Apakah Anda tidak punya urat malu? Anda tidak berkaca terlebih dulu sebelum mengatakan kalimat itu? Anda tidak mengingat saya mohon-mohon sujud di kaki Anda! Tapi apa tanggapan Anda? Anda menyuruh saya pergi, Anda menyuruh cari pinjaman orang lain. Seribu perak pun Anda tidak mau meminjamkan saya uang. Mungkin bagi Anda minjamin uang saya haram hukumnya. Istri dan putri Anda malahan mengusir saya, mendorong saya keluar di saat hujan deras sedang turun. Di tambah petir jeder-jeder. Waktu itu saya sangat ketakutan berjalan di tengah hujan deras dan geluduk besar. Sampai saya tidak sadarkan diri Anda tidak peduli sama sekali. Hanya Pak RT dan Pak ustad yang menolong saya. Saya malu sekali sama tingkah laku keluarga Anda." Ungkap Stella panjang lebar. Dadanya bergemuruh naik turun.
Rey masih menyaksikan CCTV di dalam ruangan Bennet. Kedua tangan Rey mengepal erat. Rahangnya mengeras. Rey tidak suka jika melihat Stella menangis.
Paman Stella menunduk, dia telah menyesali perbuatannya. Namun, semua sudah terlambat. Seperti ini lah manusia, berbaik, peduli, mencarinya jika sedang membutuhkan. Dulu selagi dia di butuhkan kemana? Pura-pura buta. Pura-pura tidak melihatnya.
"Apakah Anda bisa di percaya? Cafe ini banyak CCTV dimana-mana. Jadi jika Anda masih ingin bekerja disini jangan macam-macam. Jika Anda membutuhkan uang. Anda harus usaha sendiri, berjuang sendiri seperti saya dulu. Cafe ini memang milik saya, tapi saya tidak bisa sembarangan memberi pinjam uang pada Anda. Silahkan Anda kembali bekerja dan jangan bikin olah sama pelanggan saat sedang cleaning."
Kedua tangan Paman Stella terkepal, anaknya sedang taruhan nyawa. Dia tidak mau terjadi sesuatu dengan putrinya. Dia harus mendapatkan uang dari mana?
Masih mending Stella tidak memecatnya, masih mending Stella mengusirnya dengan cara halus.
Pamannya Stella beranjak berdiri, kepalanya menunduk lalu melangkah keluar. Kini tinggal Stella yang berada di ruangan.
"Ibu, Ayah maafin Stella. Stella berbuat kasar pada Paman. Stella hanya ingin memberi pelajaran sama mereka, hikz hikz hikz."
Tangis Stella pecah, kepalanya ia letakkan di meja, bertumpu dengan kedua tangannya. Stella menangis sesenggukkan. Stella merindukan mendiang orang tuanya. Rey datang menghampiri dan memeluknya.
TBC.
Terima kasih sudah mau membaca.
Saranghae 🥰
It's Me Rera