Chereads / He's My Son 01 / Chapter 48 - CHAPTER 47

Chapter 48 - CHAPTER 47

Keluarga besarnya Rey sudah berkumpul semua di rumahnya. Begitupun keluarganya Ruslan dan Darmi ikut berkumpul juga. Karena hari ini Darmi membuat syukuran untuk cucunya Reyent yang selamat dari maut kemaren sore. Syukuran kecil-kecilan yang di hadiri keluarga dan sahabat terdekat. Di sini lah mereka di dapur pada sibuk masing-masing. Ada yang membuat kue, ada yang ngeracik kopi, ada yang memotong sayur. Mereka semua pada mencibir ngomongin Rey si playboy cap kadal. Sedangkan yang di cibirin baru pulang dari ngelayat. Ya, Rey abis ngelayat ikut mengantarkan jasad Avi sang mantan. Biar bagaimana pun Avi pernah masuk dalam hidupnya.

Sungguh malang nasib Avi, niatnya ingin mendapatkan cintanya. Kini malah mendapatkan karma-nya. Itu lah balasannya buat orang yang suka pendendam. Makanya Nancy sering menasehati anak-anaknya agar jangan suka menyimpan dendam yang nantinya bisa merugikan diri kita sendiri. Terutama Rey yang sulit di nasehati.

Setelah membersihkan diri, Rey menghampiri putranya yang menempel di gendongan Darmi sejak tadi. Reyent memang lengket banget sama Darmi. Karena Darmi yang mengurusnya dari lahir. Tadinya Reyent masih tidur, terbangun karena pampers-nya sudah penuh.

"Reyent turun sini kasihan Tati-nya capek. Sini sama Abang twin, itu ada Kakak Mawar juga." Reyent geleng-geleng, menyenderkan kepalanya di pundak Darmi. "Ya sudah tapi Reyent jangan nakal ya? Tidak boleh bikin Tati repot!"

"Meng-Ti-meng!" Celetuk Reyent, mengabaikan Rey.

Di kamar Stella tidak nyaman dalam tidurnya. Stella masih di liputi rasa ketakutan, apa lagi kejadian kemaren sampai terbawa mimpi. Seperti saat ini, wajahnya  penuh keringat dan mengigau memanggil-manggil nama Reyent putranya. Stella berminpi lagi, mimpi bahwa putranya di tabrak oleh mantannya Rey. Di dalam mimpi tidak tau siapa namanya. Yang jelas bukan Avi, karena mantan Rey banyak. Di dalam mimpi para mantan Rey mengincar Stella dan putranya. Ini yang di takutkan Stella, mimpi buruk ini yang membuat Stella ketakutan.

"Reyent! Reyent. . . Reyent. . .!" Panggil Stella dalam mimpinya. "Reyent. . . Tidak . . . tolong jangan sakiti putraku. Reyent. . . Reyent. . . Putraku tidak bersalah. Aku mohon jangan jangan." Stella masih terus menginggau.

Reyent. . .

Reyent . . .

TIDAKKKKK . . .

REYEENTTTTTTT. . .

Stella terbangun, melihat kanan-kiri mencari putranya. Tapi tidak ada, bukannya semalam putranya tidur di sampingnya, di pelukannya? Terus kemana putranya?

Stella panik, air matanya berlinang sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Dadanya naik turun. Stella turun dari ranjang, memanggil nama putranya. Membuka pintu kamar Reyent yang terhubung dengan kamarnya. Setelah di buka tidak ada. Sepi. Kamarnya terlihat rapi.

"Reyent. . . Reyent. . . Reyent super heronya Mimi kemana Nak. Reyent lagi main peta umpet sama Pipi ya? Ayo Nak keluar, Mimi tidak bisa cari." Lirih Stella. Namun, lagi-lagi tidak ada suara celotehan Reyent, sepi. Stella makin panik dan terus memanggil nama putranya sembari memegangi kepalanya yang berdenyut. Wajahnya yang mulai mengering ngeluarin darah lagi.

"Tidak . . . Tidak . . .  tidak mungkin, Reyent tidak boleh pergi. Tadi itu hanya mimpi. Ya, tadi cuma mimpi," gumam Stella pelan seraya geleng-geleng kepala. "Reyent. . . Rey . . . di mana kalian? jangan tinggalin Mimi! REYEENTTTT. . . REYENNNNTT . . . TOLONG SIAPAPUN JANGAN SAKITI PUTRA KU. DIA MASIH SANGAT KECIL YANG TIDAK TAU APA-APA. AKU MOHON JANGAN BUNUH REYENT PUTRA KU!!" Stella tiba-tiba histeris, memeras kepalanya yang semakin berdenyut.

Pintu terbuka, Rey masuk dan terkejut melihat keadaan Stella yang kacau. Meringkuk di dekat pintu kamar Reyent, kedua tangannya memegangi kepalanya.

"Sayang kamu kenapa?"

Stella mendongak.

"Rey mereka . . . mereka membunuh Reyent putra kita Rey. REYENT PUTRA KITA NINGGALIN KITA. MEREKA MENABRAK REYENT, TUBUH REYENT BANYAK DARAH. HAAH!! YA DARAH DARAH, TUBUH REYENT DI LUMURI DARAH. TIDAK . . . TIDAK . . . TIDAK MUNGKIN. REYENT TIDAK BOLEH MATI, REYENT TIDAK BOLEH NINGGALIN AKU TIDAK!" Ucap Stella melantur.

Kepalanya semakin nyeri, berdenyut, dadanya naik turun, dan wajahnya juga semakin banyak ngeluarin darahnya.

Pandangan Stella tiba-tiba buram, lama kelamaan menjadi gelap. Lalu, Stella tak sadarkan diri. Stella pingsan lagi. Rey langsung menangkap tubuh Stella sebelum tumbang kelantai. Rasa kepanikan, ketakutan masih menghantui Stella. Stella takut kehilangan Reyent putra semata wayangnya. Takut terjadi sesuatu pada putra gembulnya. Tidak bisa di bayangkan jika terjadi sesuatu pada Reyent. Reyent adalah nyawanya, perjuangannya, raganya, jiwanya. Jadi Stella tidak bisa hidup tanpa Reyent. Taruhan nyawa dulu sewaktu melahirkan Reyent.

Rey membopong Stella dan di baringkan ke ranjangnya. Rey menarik nafasnya lalu di hembuskan-nya lagi. Rey merasa bersalah, ini semua karena kesalahan-nya di masa lalu. Sehingga istri dan putranya menjadi korban. Rey memanggil Sherly Kakak tertuanya untuk memeriksa Stella. Sembari menunggu Sherly, Rey mengambil kapas yang beralkohol untuk membersihkan wajah Stella yang kembali ngeluarin darah. Padahal wajahnya yang bekas operasi sudah mulai mengering.

Sherly masuk ke kamar dan langsung memeriksa keadaan Stella. Sherly menyuntiknya dengan obat penenang dan vitamin. Kebetulan Sherly hari ini tidak ada tugas di rumah sakit.

"Stella tidak apa-apa de, dia masih di liputi ketakutan dan kepanikan. Makanya sampai terbawa mimpi. Udah nggak usah terlalu cemas. Mending kamu pikirin di antara para mantan-mantan mu tidak melakukan kejadian seperti kemaren." Kata Sherly,  "dulu Kakak sering ngelarang kamu jangan ganti-ganti pasangan karena apa? Karena ini jika kamu menikah dan mantan tidak terima kamu putusin lalu melakukan misi dendam-nya. Kakak sangat berharap banget semoga kelak Refly tidak mengikuti sifat Papa. Cukup kamu saja, dan ini obat vitamin untuk Stella. Kalau bisa saat Stella bangun nanti ada Reyent di sisinya biar tidak syok lagi. Kakak turun Rey." Ucap Sherly panjang lebar.

Rey hanya diam dengerin ocehan Kakaknya. Entah di dengar atau tidak tetap diam saja seperti patung. Rey mengelus pipi Stella dengan lembut, lalu mencium keningnya. Rey terbaring di samping Stella sembari memeluknya. Pintu di ketuk dari luar, Rey pun membuka pintu. Ternyta Darmi dan Reyent berada di gendongannya.

"Pi-Pi-Pi!" Panggil Reyent.

"Reyent nakal ya! Ngeripotin Tati tidak, hem?"

"Ti mam-mam!" Jika Reyent di tanya selalu bilang mamam.

"Kenapa Stella teriak-teriak tadi?"

"Saya juga nggak tau Bu, ngomongnya ngelantur kemana-mana. Sepertinya dia mimpi buruk lagi kayak semalam."

Darmi masuk, menghampiri Stella yang terbaring tak sadarkan diri. Duduk di pinggir ranjang mengamati wajah Stella yang pucat. Tiba-tiba Darmi menangis, mengelus puncak kepala Stella.

"Dosa apakah yang di perbuat oleh mendiang orang tua mu, Nak? Sehingga begitu banyak rintangan yang kamu lalui. Selama ini kamu sudah menerima cobaan demi cobaan. Berjuang sendirian demi mendiang orang tuamu.!" Darmi tidak melanjutkan ucapannya, Darmi tidak kuat, sakit jika mengingat derita kehidupan Stella dulu. Darmi terisak sembari mengusap tangan punggung Stella. Darmi begitu menyayangi Stella melebihi anak kandungnya sendiri. Bukan karena kasihan, bukan karena Stella anak yatim piatu. Tetapi Darmi tulus memberi kasih sayangnya ke Stella.

Rey duduk di dekat Stella sembari memangku Reyent. Kedua mata Rey ikut berkaca-kaca mendengar ucapan Darmi.

"Pi-Wi-Wi-Pi-Wi!" Ucap Reyent nunjuk-nunjuk TV.

"Reyent mau nonton TV?"

"Ugh ugh."

Rey pun menyalakan TV, acara kartun kesukaan Reyent. Reyent langsung duduk anteng bersila seperti udah mengerti saja soal cerita kartunnya.

Anteng tanpa kedip, serius banget lihatnya. "Reyent suka kartun ya?" Reyent tidak menghiraukannya.

Rey kembali duduk di pinggir ranjang sembari memantau Reyent. Darmi juga masih duduk di pinggir ranjang, nungguin Stella sadar.

"Tolong jaga Stella dan Reyent ya Nak Rey! Lindungi dia, bahagiakan dia. Biar tau gimana rasanya hidup bahagia. Ibu yakin pasti Stella sudah lelah. Lelah menangis, lelah untuk bersabar, dan lelah harus mengalah."

"Pasti Bu! Saya akan selalu menjaga dan melindungi Reyent dan Stella. Saya akan membahagia-kan istri dan putra saya."

"Jangan sakiti Stella, Rey harus janji!"

"Tidak akan Bu!" Kata Rey tegas seraya melirik Reyent yang masih duduk anteng.

Kini giliran Nancy, Sherly, dan Sari masuk kekamar Rey dan Stella. Nancy membawa nampan yang terisi bubur untuk Stella. Lalu di letakkan di atas nakas. "Belum sadar Stella?" Tanya Nancy dan mengecek kening Stella.

"Tidak apa-apa dia hanya lelah, nanti sebentar lagi juga sadar." Kata Sherly.

"Reyent nonton apa Nak, hem? serius banget!"

"Wi-Wi-Wi." Katanya sembari nunjuk-nunjuk TV di depannya.

"Pinternya cucu Oma, Reyent sini bangunin Mimi suruh mamam."

Reyent berdiri, "mamam!"

Belum sempat Reyent bangunin Stella. Stella sudah bergumam menyebut nama Reyent.

Reyent Reyent Reyent.

Gumaman ketiga, Stella membuka kedua matanya. Menengok kanan-kiri. Rame. Stella kembali panik karena belum melihat Reyent.

"Sayang tenang ya, jangan panik. Matanya buka baik-baik, lihat baik-baik. Putra kita, jagoan kita tidak apa-apa." Kata Rey sembari memangku Reyent. Stella langsung meraih Reyent, di peluknya begitu erat. Di ciuminya bertubi-tubi.

"Reyent tidak boleh pergi, hem! Reyent tidak apa-apa? Mana yang sakit? Mana yang luka? Kasih tau Mimi!" Ucap Stella, air matanya kembali berlinang. "Ibu bilang sama Stella bahwa ini nyata, tidak mimpi kan? Ini Reyent kan Bu? Reyent putra ku masih hidup kan Bu? Reyent tidak di tabrak sama orang jahat kan Bu-"

"Stella-"

"Diam kamu, semua ini gara-gara kamu. Ya gara-gara kamu putra ku jadi korban. Kenapa harus Reyent yang masih sangat kecil? Yang tidak tau apa-apa urusan Ayahnya! Kenapa tidak aku saja? Hikz hikz hikz." Bentak Stella pada Rey, ia menyalahkan Rey.

Rey yang di bentak langsung bungkam, bener ini memanng salah dirinya.

"Stella tenang ya Nak! Reyent tidak apa-apa, tidak terluka. Bukankah kemaren sudah tau jika Reyent tidak apa-apa?" Ucap Darmi menenangkan Stella.

"Sekarang makan dulu ya, Mama suapin!" Nancy pun menyuapi Stella dengan telaten.

Rey masih diam memandangi wajah Stella. Rey merasa sangat bersalah.  Karena Stellla sudah bangun, Sherly dan Sari keluar ingin menyiapkan syukurannya. Darmi mengikuti adat jawa, karna Darmi keturunan orang jawa. Acara syukuran pun di mulai, Stella menuruni anak tangga sembari menggendong Reyent yang berceloteh. Rey berjalan di samping-nya. Sedari tadi Stella masih diam tidak berbicara sama Rey. Sepertinya Stella masih marah.

Syukuran yang di hadiri keluarga besarnya saja dan teman-teman terdekat. Setelah memberi do'a, mereka semua di persilahkan menikmati nasi tumpengnya. Reyent juga ikut makan nasi tumpengnya, di suapin Darmi . "Sehat terus ya Nak, Tati harap semua di jauhkan dari marabahaya." Ucap Darmi sembari niup ubun-ubun Reyent. Semua orang  menitikkan air mata. Terutama Stella terisak sesenggukkan. Ibu Mana jika tidak syok dan histeris jika melihat anaknya hampir di renggut nyawanya di depan matanya?

Rey menggenggam tangan Stella, memeluknya dan mengusap punggungnya yang bergetar. Kedua mata Rey memerah menahan tangis. Kedua tangannya terkepal.

***

Waktu sudah berlalu cepat, kasus Avi dan Silfy di tarik kembali. Waktu itu polisi datang kerumah Rey membahas tentang Avi apakah mau di laporkan? Tetapi Rey menolak, Rey minta untuk menghapus berita tentang kecelakaan tiga hari yang lalu. Walau di laporin pun percuma, karena orangnya juga sudah tiada. Polisi pun menuruti permintaan Rey. Dan soal Silfy sepupu Avi juga sudah pergi ke Singapore bersama Baron anak buah Rey. Karena Baron mulai tertarik sama Silfy. Entah apa yang mereka lakuin di Singapore? Rey serahin semua pada Baron.

Rey tidak meminta tuntutan apapun dari keluarga Avi dan Silfy. Keluarga Avi juga meminta beribu-ribu kata maaf pada Rey dan Stella. Bahkan Ayahnya rela menyerahkan diri untuk mengganti-kan posisi Avi masuk ke jeruji. Tapi Rey menolak, semua sudah Rey bersihkan. Semua sudah clear.

Saat ini Stella sedang menemani putranya bermain di ruang keluarga. Reyent bermain boneka di kasih dot, seolah bonekanya sedang minum susu.

"De-nenen-Mi!"

"Ya, Dede-nya nenen, ya."

Semenjak kejadian yang hampir merenggut nyawa Reyent. Stella tidak mengijinkan Reyent main ke taman lagi.

Hanya boleh bermain di sekitar rumah saja, di belakang rumah juga ada taman. Jadi Reyent jika main skuter atau main bola di taman belakang. Kadang Jayden yang datang kerumah jika ingin bermain sama Reyent. Jika Rey sibuk dan Stella ingin berpergian, Stella tidak mau di antar supir pribadinya. Stella memilih menunggu Rey supaya aman. Stella memang masih was-was, masih di liputi rasa ketakutan. Apa lagi mengingat mantan Rey banyak. Dengan Friska juga Stella sangat waspada. Meski dia sudah bertunangan dengan Kariri, tapi Stella masih takut. Kita tidak tau hati orang yang tiba-tiba berubah.

Beruntung pengasuh Reyent adalah Lia, orang yang  bekerja dan mengurus Rey bertahun-tahun. Dan ART-nya juga orang yang bisa di percaya. Sebelum masuk dulu di test terlebih dahulu sama Nancy. Karena itu kenapa Rey meminta Nancy carikan ART? Kenapa nggak dia sendiri yang nyari?

Karena jika Nancy yang nyari ART-nya tidak sembarangan orang. Nancy nyari ART yang bisa di percaya dan kejujuran.

Stella mengajak bicara putranya, seperti nama Mimi-nya Pipi-nya. "Reyent coba bilang Mimi-nya Stella!"

Reyent mengikuti, "Mimi-nya Tella."

"Pipi-nya Reyneis!"

Lagi. Reyent mengikuti, "Pipi-nya Leynis.

"Hahaha . . . Pinternya jagoan Mimi, Reyent tuwek kan!"

"Leyent uwek," Reyent tertawa.

Lagi. Stella terbahak. Putranya memang sangat cerdas dan menggemaskan sekali. Bocah selucu ini hampir saja terbunuh. Hah, jika Stella mengingat kejadian di taman hatinya sakit dan panik. Reyent juga ngomongnya pintar cuma masih cadel. Jika di tanya nama Mimi-nya siapa? Reyent jawab "Tella'. Pipi-nya siapa? Reyent jawab 'Lenis'.

Rey baru pulang dari Embassye, sedari tadi Rey menyaksikan Stella yang duduk di sofa. Rey tersenyum bahagia melihat Stella sudah tertawa ria. Tidak seperti kemaren-kemaren mukanya terlihat murung mulu dan sedih. 

Rey ke Embassy sedang mengurus visa, karena lusa Rey ingin mengajak Stella dan Reyent Holliday. Kemaren Stella dan Reyent juga ikut ke embassy, tapi hari ini tidak ikut. Rey tinggal mengambil passport-nya saja.

Rey memang ada job Prewed di Turkey jadi sekalian Rey mengajak istri dan putranya Holliday. Agar Stella melupakan kejadian yang tragis tiga hari yang lalu. Kadang Stella tiba-tiba menangis sendiri dan mengamati Reyent saat sedang tidur. Tidak bisa di bayangkan jika sampai terjadi. Rey menghampiri putranya dan Stella yang masih tertawa. Stella belum menyadari kedatangan Rey.

Tiba-tiba Reyent berteriak, "Pipi! Pipi! Pipi!" Panggil Reyent sembari tepuk-tepuk tangan. Stella menoleh kebelakang dan langsung bersitatap dengan Rey. "Sejak kapan berdiri di situ Rey?"

Rey tersenyum, "sejak tadi, Reyent lagi ngapain!?"

"Tunjukin sama Pipi gimana? kalau nyanyi baby Shark tu tu tu tu baby shark!"

Reyent pun nyanyi baby shark mulutnya mecucu saat bilang tu-tu-tu, kedua tangannya juga tepuk-tepuk.

Rey tersenyum melihat putranya yang super clever. Di raihnya Reyent dan di ciumin. Reyent cekikikan.

"Yang ngajarin siapa, hem?"

"Phon-Pi-phon!"

"Coba nyayi lagi Pipi mau dengar."

"By syak tu-tu-tu by syak."

Rey sangat bangga sama putranya yang sangat cerdas ini. Rey berjanji akan menjaga Reyent. Kini gantian Reyent bermain dengan Rey. Sedangkan Stella ke dapur melihat martabak telor pesanannya. Tadi Stella pesan martabak telor sama Rey. Stella memindahkan kepiring, ia mencoba memakan satu iris. Stella melihat jam, sudah pukul satu, waktunya Reyent makan siang. Stella membuat makanan untuk Reyent. Setelah selesai di letakkan di meja di diamkan sebentar. Tapi baru lima menit Stella tinggal membuat makanan untuk Rey. Reyent mengambil-nya sendiri, di raihnya makanan miliknya. Kesukaannya. Setelah meraih makanannya langsung di makan begitu lahab. Untung-nya tidak panas.

TBC.

BERSAMBUNG.

Terima kasih sudah mau membaca.

Saranghae🥰

It's Me Rera

______________________