Telinga Audi bising karena suara jam wekernya berbunyi. Ia membuka matanya secara perlahan lalu menguncir rambutnya. Jam masih menunjukkan pukul lima pagi.
Audi berjalan menuruni tangga dan melihat ada Sefan, Lina, dan Alex disana. Ia tidak langsung menghampiri mereka, tetapi ia bersembunyi dibalik tembok agar mendengar percakapan mereka.
"Gimana ya, kak? Apa gue balik ke Semarang aja? Toh disini gue udah nggak dibutuhin lagi," ucap Alex dengan menatap Lina.
"Kamu yakin?" tanya Lina.
Kini giliran Sefan yang berbicara. "Kalau saran gue sih jangan. Mending lo disini aja."
Audi mematung di tempatnya. Apakah Alex pindah karena dirinya dekat dengan Kenzie lagi? Audi bingung bukan main. Ia juga dihantui rasa bersalah walaupun sebenarnya tidak ada yang salah disini.
***
Suasana sekolah sudah ramai dengan siswa maupun siswi. Audi duduk di depan kelasnya dengan melamun. Kenzie tidak bisa menjemputnya tadi dan membuat dirinya harus menaiki angkutan umum. Sedangkan Alex, ia sudah berangkat sejak pagi tadi.
Alex berada di dalam kelas, tetapi Audi tidak berani mengajaknya berbicara. Namun Audi juga tidak bisa terus seperti ini.
"Lex, lo beneran mau pindah ke Semarang lagi?" tanya Audi dengan ragu.
Wajah Alex terangkat dan menatap Audi lekat-lekat. "Kenapa?"
"Ya nggak papa, cuma tanya aja."
"Mungkin gue bakal ke Semarang aja. Kangen sama orang tua gue."
Audi duduk di sebelah Alex. "Jangan dong, gue masih butuh lo disini. Kalau lo pergi, siapa yang dengarin curhatan gue dan jadi tameng gue kalau Aura dan Riza jahatin gue? Jangan pergi ya?"
Sudut bibir Alex terangkat. Ia tersenyum manis menatap Audi selama beberapa detik lalu menganggukkan kepalanya.
"Yey! Makasih, Alex!" ucap Audi dengan antusias.
Pelajaran berlangsung lumayan lama bagi Audi. Ia hanya menangkap beberapa penjelasan dari guru dan sisanya pergi hilang entah kemana.
Bel istirahat berbunyi, Audi langsung berjalan menuju kantin bersama Alex. Hari ini ia memutuskan untuk terus bersama Alex agar dia tidak pindah ke Semarang.
"Makan mie ayam aja, ya?" tanya Audi dengan tatapan memohon.
Alex mengangguk. "Lo tunggu disini, gue pesenin. Mau minum apa?"
"Sama aja kayak lo."
Audi celingukan mencari Kenzie namun tidak ada. Hanya ada Jeff dan Rafy disana. Awalnya Audi ingin menghampiri kedua teman Kenzie, tetapi ia ragu.
"Lo kenapa?" tanya Alex bingung.
"Kenzie kemana, ya? Dari tadi gue nggak lihat dia," jawab Audi.
Alex muak setiap kali mendengar nama Kenzie.
"Kok lo diam sih?" ucap Audi kesal.
Alex menyeruput minumannya. "Terus gue harus apa? Nyari Kenzie sampai ke kolong meja?"
"Hm."
***
Kenzie sedang berada di kelasnya bersama Aura. Ya, nenek lampir ini sudah kembali bersekolah. Aura mengajak Kenzie mengobrol berbagai hal, tetapi Kenzie tidak menanggapinya. Pikirannya terus tertuju pada Audi.
"Kamu kenapa, sih?" tanya Aura sewot.
Kenzie menatap Aura malas. "Udah nyerocosnya? Kuping gue panas dengarin lo cerita yang nggak jelas."
"Ih! Kok kamu ngomongnya gitu?"
"Emang bener. Gue ngomong sesuai dengan kenyataan. Udah, gue mau ke kantin," ucap Kenzie lalu bangkit dari duduknya.
Aura berjalan membuntuti Kenzie hingga keluar kelas. Kenzie merasa tidak nyaman ketika dibuntuti seperti itu.
"Jangan ikutin gue!" ucap Kenzie dengan sedikit membentak.
"Bodo amat! Aku nggak mau kamu ketemu sama cewek murahan itu!"
"Siapa maksud lo?"
Aura memutar bola matanya. "Audi."
Emosi Kenzie naik ke puncak. "Jangan ngomong yang nggak semestinya keluar dari mulut cewek. Cewek kok ledekin cewek yang lain murahan. Bukannya lo yang murahan?"
"Maksud kamu apa?"
Kenzie tersenyum licik. "Emang bener kan? Lo murahan karena terus ngejar-ngejar gue padahal gue nggak mau sama lo!"
Aura hanya bisa tertunduk dan mengepalkan tangannya. Ia tidak terima dicap Kenzie seperti ini hanya karena Audi. Aura mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan sebuah pesan kepada Riza.
"Tunggu aja tanggal mainnya," ucapnya dengan tersenyum miring.
***
Malam telah tiba. Audi sedang duduk di balkon kamarnya sembari menunggu kabar dari Kenzie. Sedari tadi, ia tidak bertemu dengan Kenzie di sekolah. Berbagai pertanyaan muncul di benak Audi. Mulai dari apakah Kenzie baik-baik saja hingga mencemaskan keadaan Kenzie.
"Ih! Lo tuh kemana sih? Hobi banget bikin gue khawatir kayak gini," ucap Audi dengan melihat foto Kenzie di ponselnya.
"Masih nunggu kabar dari dia?" tanya Alex.
Audi menoleh ke arah sumber suara. "Ya gitulah. Gue takut dia kenapa-napa."
Alex duduk disamping Audi. "Enak banget ya jadi Kenzie."
"Hah? Kenapa?"
"Dia beruntung banget bisa dicintai sama cewek se-baik lo. Walaupun Kenzie udah ngecewain lo berkali-kali, tapi lo tetap cinta dan maafin dia. Kadang gue iri sama dia. Gue iri karena Kenzie bisa dapat cinta lo sebesar itu tanpa perjuangan yang keras. Beda banget sama gue."
Audi tidak paham maksud obrolan Alex. "Beda? Maksudnya gimana? Gue nggak paham."
"Beda banget. Gue harus berjuang keras untuk dapat cinta lo dan lo belum cinta sama gue. Sedangkan Kenzie, dia mudah banget dapat cinta dari lo."
Audi menatap kedua mata Alex. "Jadi, lo cinta sama gue?"
Alex mengangguk lalu pergi.
***
Jam menunjukkan pukul enam pagi. Audi sedang menyisir rambut lalu mengikatnya. Selesai merapikan rambutnya, ia langsung berjalan menuju lantai bawah rumahnya.
"Lo berangkat sama siapa? Kenzie?" tanya Alex.
Audi menggelengkan kepala. "Nggak. Dia belum ngasih kabar ke gue. Mungkin gue naik angkutan umum aja."
"Lo berangkat sama gue."
"Oke."
Mereka sudah sampai di sekolah yang masih sangat sepi. Audi melepas helm dan menaruhnya diatas spion motor. Saat Audi hendak berjalan keluar dari parkiran, ia melihat motor Kenzie yang sudah terparkir disana.
"Loh, ini kan sepeda motornya Kenzie?" tanya Audi.
Alex melihat Audi. "Kenapa?"
"Ini motor Kenzie, berarti dia udah sampai di sekolah dong?"
Alex mengangkat kedua bahunya. "Mungkin aja. Mau samperin ke kelasnya?"
Audi mengangguk.
Audi dan Alex berjalan menuju kelas Kenzie. Saat mereka sampai, kelas itu sangat sepi tak berpenghuni. Namun ada tas Kenzie dan tas berwarna merah muda disana. Audi menatap Alex dengan tatapan sedih.
"Ini tas siapa?" ucap Audi lirih.
"Nggak tau, mungkin tasnya anak kelas ini. Udah, jangan berpikiran macam-macam. Ayo balik ke kelas."
Audi hanya pasrah dan mengikuti langkah kaki Alex menjauh dari kelas Kenzie.
Hari ini tidak ada pelajaran sama sekali. Semua guru sibuk mengurusi ujian kenaikan kelas. Audi sedih karena akan naik ke kelas dua belas dan meninggalkan SMA Vla tercinta ini.
Audi melamun sembari mencoret-coret buku tulisnya. Semua pikirannya tersita oleh Kenzie yang menghilang tiba-tiba.
"Lo dimana sih? Gue kangen tau," ucap Audi dalam hati.